PAPER HIDROLOGI DAN LINGKUNGAN “TENTANG AIR TANAH DIKOTA SAMARINDA’’
PAPER
HIDROLOGI DAN LINGKUNGAN
“TENTANG
AIR TANAH DIKOTA SAMARINDA’’

Oleh
:
Nama
: Hairil Anwar
Nim : 1303015044
Tugas Mata Kuliah : Agrohidrologi
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1Latar
Belakang
Air
adalah sebuah benda cair yang harus dilestarikan.Kehidupan manusia tidak lepas
dari kata air.Air adalah kebutuhan pokok manusia yang datangnya dari alam, yang
tidak terbatas.Oleh karena itu jangan sampai di dunia kekurangan air atau
kelebihan air.Kelebihan air disini adalah kala terjadi banyak hujan sehingga
air sangat banyak dan meluap ke daratan, inilah sering kita sebut dengan
banjir.Air merupakan bahan kebutuhan primer dalam kehidupan, hewan, maupun
tumbuhan. Seluruh proses metabolisme dalam tubuh makhluk hidup berlangsung
dalam media (pelarut air). Dalam kehidupan sehari-hari air banyak digunakan
untuk berbagai keperluan.Air yang terdapat di alam tidak ada yang betul-betul
murni selalu ada zat-zat yang terlarut maupun tidak terlarut di dalamnya.Selain
mengandung zat-zat tertentu, di dalam air pun sering terlarut gas-gas yang ada
di udara (seperti oksigen, karbondioksida, dan lain-lain).Air juga mampu
melarutkan garam-garam alkali, garam transisi, dan beberapa senyawa karbon yang
ada di tanah sehingga air merupakan pelarut yang baik (pelarut universal).
1.2
Rumusan Masalah
a.
Bagaimana
kualitas air tanah dikota Samarinda ?
b.
Bagaimana
kuantitas air tanah dikota Samarinda ?
1.3
Tujuan
Untuk mengetahui kualitas serta kuantitas air
tanah di kota Samarinda.
BAB
II
DASAR
TEORI
Air merupakan
kebutuhan pokok makhluk hidup baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.Dan
untuk kelangsungan hidupnya, harus tersedia air dalam bentuk cair.Manusia dan
makhluk hidup lainnya yang tidak hidup dalam air, senantiasa mencari tempat
tinggal dekat air supaya mudah untuk mengambil air untuk keperluan hidupnya.
Ketersediaan air
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari merupakan masalah yang cukup pelik, baik
pada musim penghujan maupun musim kemarau, warga memperoleh air bersih dari
mata air yang dialirkan ke warung air, dan warga memperoleh dengan membeli
air.Hal ini karena kondisi fisik wilayahnya berupa perbukitan dengan batuan
yang keras, batu padas, sehingga tidak mudah bagi penduduk untuk membuat
sumur.Air, tanah dan manusia adalah hal yang tidak dapat dipisahkan
(Rismunandar, 2001).Air dari mata air mengandung Na, Mg, Ca, Fe, O2.Selain itu
air sering kali mengandung bakteri/ mikro organisme lainnya.Air yang mengandung
bakteri/ mikro organisme tidak dapat langsung digunakan sebagai air minum,
tetapi harus direbus dahulu. Pada batas tertentu air minum diharapkan
mengandung mineral agar terasa segar pada waktu di minum.
Air
bersih adalah air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak
terlebih dahulu (DepKes RI, 2002). Menurut Totok (2004) peningkatan kuantitas
air adalah syarat kedua setelah kualitas, karena semakin maju tingkat hidup
seseorang meningkat pula kebutuhan air dari masyarakat tersebut. Untuk maksud
seperti itu, tersebut berbagai ekelembagaan di pedesaan telah mengelola sumber
mata air dengan cara dibuatkan bak penampungan air yang kemudian dialirkan
kewarung air dan rumah pelanggan.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Pengertian air tanah
Air
tanah
adalah air yang terdapat dalam
lapisan tanah
atau bebatuan di
bawah permukaan tanah.Air tanah merupakan salah satu sumber dayaair Selain airsungai
dan airhujan, air tanah juga mempunyai peranan yang
sangat penting terutama dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku
air untuk kepentingan rumah tangga (domestik) maupun untuk kepentingan industri.
Dibeberapa daerah, ketergantungan pasokan air bersih dan air tanah telah
mencapai ± 70%. Secara alamiah air merupakan kekayaan alam yang dapat
diperbaharui dan mempunyai daya regenerasi yaitu selalu mengalami sirkulasi dan
mengikuti daur.Air tanah memiliki
kandungan air di dalam tanah baik berupa air tanah dangkal maupun air tanah
dalam.
B. Kuantitas air tanah
Kuantitas
merupakan jumlah air yang tersedia dan siap digunakan oleh masyarakat dengan
ketentuan bahwa: Air minum yang dikonsumsi oleh penduduk baik di desa maupun di
kota harus memperhatikan kualitas maupun kuantitasnya. Kebutuhan air bersih
masyarakat perkotaan berkisar 150 lt/org/hr, dan untuk masyarakat pedesaan 80
lt/org/hr. Air tersebut digunakan untuk keperluan sehari¬hari dan keperluan
pendukung lainnya termasuk yang mendukung kebutuhan¬-kebutuhan
sekunder.Kebutuhan Pokok Air Minum adalah kebutuhan air sebesar 10 meter kubik konsumsi
100 lt/org/hr dan pedesaan sebanyak 40% dengan konsumsi 60 lt/org/hr.
C. Kualitas air tanah
Kualitas
adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau
distandarkan.Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji
berdasarkan parameter- parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan
peraturan perundang¬undangan yang berlaku.Kriteria mutu air adalah tolok ukur
mutu air untuk setiap kelas air.
Menurut
Permenkes RI No. 416 Tahun 1990 Kualitas air bersih meliputi kualitas secara
fisika, secara kimia, secara mikrobiologi dan kualitas secara radioaktivitas.
Sedangkan parameter-parameter yang harus terpenuhi meliputi :
2. Parameter kimia meliputi: kimia Anorganik seperti
Air raksa, Arsen, Fluorida, Kadmium, Kesadahan (Ca CO3), Khlorida,
Kromium-Valensi-6, Mangan, Nitrat sebgai N, Nitrit sebagai N, pH, Selenium,
Seng, Sianida, Sulfat dan Timbal. Kimia Organik seperti Aldrin dan Dieldrin,
Benzene, Benzo (a) pyrene, Chlordane (total isomer), Chloroform, 2,4 D, DDT,
Detergen, ,2 Dichloroethane, 1,2 Dichloroethane, 1,1 Dichloroethane, Heptachlor
dan heptachlor epoxide, Hexachlorbenzene, Gamma-HCH (Lindane), Methoxychlor,
Pentachlorophenol, Pestisiotalda T, 3,4,6-Trichlorephenol, Zat Organik (KMnO4).
1.
Parameter Mikrobiologi meliputi: Total Caliform
(MPN).
2.
Parameter Radioaktifitas meliputi: Aktivitas Alpha
(Gross Alpha Activity), Aktivitas Beta (Gross Beta Activity).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Air
1.
Kedalaman Permukaan Air tanah: Kedalaman permukaan
air tanah merupakan permukaan tertinggi dari air yang naik ke atas suatu
sumuran atau tempat yang rendah. Ketiggian air tanah antara lain dipengaruhi
oleh jenis tanah, curah hujan, penguapan, dan kedalaman aliran perkukaan
terbuka (sungai). Kedalaman permukaan air tanah akan berpengaruh pada
penyebaran bakteri coliform secara vertikal.
2.
Curah Hujan: Air hujan yang mengalir di permukaan
tanah dapat menyebabkan bakteri coliform yang ada di permukaan tanah terlarut
dalam air tersebut. Meresapnya air hujan ke dalam lapisan tanah mempengaruhi
bergeraknya bakteri coliform di dalam lapisan tanah. Semakin banyak air hujan
yang meresap ke dalam lapisan tanah semakin besar kemungkinan terjadinya
pencemaran.
3.
Jenis Tanah: Jenis tanah berbeda mempunyai daya
kandung air dan daya melewatkan air yang berbeda pula. Daya kandung atau
kemampuan tanah untuk menyimpan air disebut porositas, yaitu rasio antara
pori-pori tanah dengan volume total tanah dan biasannya dinyatakan dalam satuan
persen, sedangkan kemampuan tanah untuk melewatkan air disebut permeabilitas,
yaitu jumlah air yang dapat dilewatkan oleh tanah dalam satuan waktu per satuan
luas penampang. Porositas dan permeabilitas tanah akan berpengaruh pada
penyebaran bakteri coliform, mengingat air merupakan alat tranportasi bakteri
dalam tanah. Makin besar permeabilitas tanah, makin besar kemampuan melewatkan
air yang berarti jumlah bakteri yang dapat bergerak mengikuti aliran juga makin
besar.
4.
Air memiliki karakteristik fisika, kimia dan
biologis yang sangat mempengaruhi kualitas air tersebut. Oleh sebab itu,
pengolahan air mengacu kepada beberapa parameter guna memperoleh air yang layak
untuk keperluan domestik terutama pada industry minuman.
a. Faktor Fisika
Faktor-faktor fisika
yang mempengaruhi kualitas air yang dapat terlihat langsung melalui fisik air
tanpa harus melakukan pengamatan yang lebih jauh pada air tersebut.
Faktor-faktor fisika pada air meliputi:
(1) Kekeruhan
Kekeruhan air
dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan organik yang terkandung
dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkanoleh buangan industri.
(2) Temperatur
Kenaikan
temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut. Kadar oksigen
terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat
degradasi anaerobic ynag mungkin saja terjadi.
(3)
Warna
Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan-bahan tersuspensi yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa organik serta tumbuh-tumbuhan.
Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan-bahan tersuspensi yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa organik serta tumbuh-tumbuhan.
(4)
Solid (Zat padat)
Kandungan
zat padat menimbulkan bau, juga dapat meyebabkan turunnya kadar oksigen
terlarut. Zat padat dapat menghalangi penetrasi sinar matahari kedalam air.
(5)
Bau dan rasa
Bau dan rasa dapat dihasilkan oleh adanya
organisme dalam air seperti alga serta oleh adanya gas seperti H2S yang
terbentuk dalam kondisi anaerobik, dan oleh adanya senyawa-senyawa organik
tertentu.
b. Faktor Kimia
Karakteristik
kimia air menyatakan banyaknya senyawa kimia yang terdapat di dalam air,
sebagian di antaranya berasal dari alam secara alamiah dan sebagian lagi
sebagai kontribusi aktivitas makhluk hidup.Beberapa senyawa kimia yang terdapat
didalam air dapat dianalisa dengan beberapa parameter kualitas air. Parameter
kualitas air tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
(1) pH
Pembatasan
pH dilakukan karena akan mempengaruhi rasa, korosifitas air dan efisiensi
klorinasi. Beberapa senyawa asam dan basa lebih toksid dalam bentuk molekuler,
dimana disosiasi senyawa-senyawa tersebut dipengaruhi oleh pH.
(2) DO (dissolved oxygent)
DO
adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan
absorbsi atmosfer/udara. Semakin banyak jumlah DO maka kualitas air semakin
baik.
(3) BOD (biological oxygent demand)
BOD
adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorgasnisme untuk menguraikan
bahan-bahan organik (zat pencerna) yang terdapat di dalam air secara biologi.
(4) COD (chemical oxygent demand)
COD
adalah banyaknya oksigen yang di butuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan
organik secara kimia.
(5) Kesadahan
Kesadahan air yang tinggi akan mempengaruhi efektifitas pemakaian sabun, namun sebaliknya dapat memberikan rasa yang segar. Di dalam pemakaian untuk industri (air ketel, air pendingin, atau pemanas) adanya kesadahan dalam air tidaklah dikehendaki. Kesadahan yang tinggi bisa disebabkan oleh adanya kadar residu terlarut yang tinggi dalam air.
(6) Senyawa-senyawa kimia yang beracun
Kehadiran
unsur arsen (As) pada dosis yang rendah sudah merupakan racun terhadap manusia
sehingga perlu pembatasan yang agak ketat (± 0,05 mg/l). Kehadiran besi (Fe)
dalam air bersih akan menyebabkan timbulnya rasa dan bau ligan, menimbulkan
warna koloid merah (karat) akibat oksidasi oleh oksigen terlarut yang dapat
menjadi racun bagi manusia (Farida, 2002).
c. Faktor Biologi
Organisme
mikro biasa terdapat dalam air permukaan, tetapi pada umumnya tidak terdapat
pada kebanyakan air tanah karena penyaringan oleh aquifer.Organisme yang paling
dikenal adalah bakteri. Adapun pembagian mokroorganisme didalam air dapat di
bagi sebagai berikut:
1. Bakteri
Dengan
ukuran yang berbeda-beda dari 1-4 mikron, bakteri tidak dapat dilihat dengan
mata telanjang.Bakteri yang menimbulkan penyakit disebut disebut bakteri
patogen.
2. Organisme Colliform
Organisme
colliform merupakan organisme yang tidak berbahaya dari kelompok colliform yang
akan hidup lebih lama didalam air daripada organisme patogen. Akan tetapi
secara umum untuk air yang dianggap aman untuk dikonsumsi, tidak boleh lebih
dari 1 didalam 100ml air.
3. Organisme Mikro Lainnnya
Disamping
bakteri, air dapat mengandung organisme mikroskopis lain yang tidak diinginkan
berupa ganggang dan jamur. Ganggang adalah tumbuh-tumbuhan satu sel yang
memberi rasa dan bau pada air.
Pertumbuhan
ganggang yang berlebihan dapat dicegah dengan pemakaian sulfat tembaga atau
klorin. Jamur adalah tanaman yang dapat tumbuh tanpa sinar matahari dan pada
waktu tertentu dapat merajalela pada pipa–pipa air, sehingga menimbulkan rasa
dan bau yang tidak enak (Linsley, 1991)
D.
AIR
TANAH DI SAMARINDA
A.
Keadaan Geografis
Kota Samarinda merupakan ibu kota provinsi Kalimantan Timur,
Indonesia serta
salah satu kota terbesar di Kalimantan. Samarinda
memiliki wilayah seluas 718 km² dengan kondisi geografi daerah berbukit dengan
ketinggian bervariasi dari 10 sampai 200 meter dari permukaan laut.[3] Kota Samarinda dibelah oleh Sungai Mahakam
dan menjadi gerbang menuju pedalaman Kalimantan Timur melalui jalur sungai,
darat maupun udara.
Secara
geografis Dengan luas wilayah 718 km², Samarinda terletak di wilayah khatulistiwa dengan koordinat di antara 0°21'81"–1°09'16" LU dan 116°15'16"–117°24'16" BT.
Kota
Samarinda memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
Kecamatan
Muara
Badak, Kutai Kartanegara
Kecamatan
Loa
Janan, Kutai Kartanegara
|
|
B. Keadaan Hidrologi dan Geohidrologi
Berdasarkan
kondisi hidrologinya Kota Samarinda dipengaruhi oleh sekitar 20 daerah aliran
sungai (DAS). Sungai Mahakam adalah sungai utama yang membelah Kota Samarinda
dengan lebar antara 300 - 500 meter, sungai - sungai lainnya adalah anak-anak
sungai yang bermuara di Sungai Mahakam yang meliputi :
- Sungai Karang Mumus dengan luas DAS sekitar 218,60Km2
- Sungai Palaran dengan luas DAS 67,68 Km2
- Anak sungai lainnya antara lin , Sungai Loa Bakung, Lao Bahu, Bayur, Betepung, Muang, Pampang, Kerbau, Sambutan, Lais, Tas, Anggana, Loa Janan, Handil Bhakti, Loa Hui, Rapak Dalam, Mangkupalas, Bukuan, Ginggang, Pulung, Payau, Balik Buaya, Banyiur, Sakatiga, dan Sungai Bantuas.
Jenis Tanah

Sesuai
dengan kondisi iklim di Kota Samarinda yang tergolong dalam tipe iklim tropika
humida, maka jenis-jenis tanah yang terdapat di daerah inipun tergolong ke
dalam tanah yang bereaksi masam.
Jenis-jenis
tanah yang terdapat di Kota Samarinda, menurut Soil Taxanomy USDA tergolong
kedalam jenis tanah: Ultisol, Entisol, Histosol, Inceptiols dan Mollisol atau
bila menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor terdiri dari jenis tanah: Podsolik,
Alluvial, Organosol.
Ciri
dan sifat tanah-tanah Podsolik (Ultisol) biasanya ditandai dengan:
- Pencucian yang intensif terhadap basa-basa, sehingga tanah bereaksi masam dan dengan kejenuhan basa yang rendah.
- Karena suhu yang cukup tinggi dan pencucian yang berlangsung terus menerus mengakibatkan pelapukan terhadap mineral liat sekunder dan oksida-oksidanya.
- Terjadi pencucian liat di lapisan atas (eluviasi) dan penimbunan liat di lapisan bawahnya (illuviasi).
Tanah
Podsolik (Ultisol) merupakan jenis tanah yang arealnya terluas di Kota
Samarinda dan masih tersedia untuk dikembangkan sebagai daerah pertanian.
Persediaan air di daerah ini umumnya cukup tersedia dari curah hujan yang
tinggi. Penggunaan tanah dari jenis tanah ini sebagai daerah pertanian,
biasanya memungkinkan produksi yang baik pada beberapa tahun pertama selama
unsur-unsur hara dipermukaan belum habis melalui proses biocycle.
Pada
dasarnya jenis-jenis tanah di Kota Samarinda (menurut Lembaga Penelitian Tanah
Bogor dan Padanannya menurut Soil Taxanomy) terdiri dari:

Penggunaan Tanah
Pola
penggunaan tanah di Kota Samarinda mengikuti pola penyebaran penduduk yang ada.
Akumulasi penduduk sebagai besar terdapat pada lokasi-lokasi yang dikembangkan
oleh Pemerintah seperti: Pusat Perdagangan, Pusat Industri dan lokasi
Transmigrasi dimana daerah-daerah tersebut sudah mempunyai transportasi yang
memadai.
Penggunaan
Tanah di Kota Samarinda yang paling luas adalah lahan bukan sawah sebesar
39.338 ha atau 54.79 % dari luas Kota Samarinda, diikuti rumah bangunan dan
halaman sekitar sebesar 22.896 ha atau 31.89 %.
Untuk
mengetahui penggunaan lahan lebih jelasnya pada tabel berikut:
Perkembangan Luas dan Jenis Penggunaan
Lahan Kota Samarinda Tahun 2007-2009
|
|||||
NO
|
PENGGUNAAN TANAH
|
LUAS(HA)
|
|||
2007
|
2008
|
2009
|
|||
|
JUMLAH
|
71.800
|
71.800
|
71.800
|
|
I
|
Lahan
Pertanian
|
37,985
|
34,659
|
35,242
|
|
|
1.1
Lahan Sawah
|
8,753
|
8,089
|
8,021
|
|
|
A.
Irigasi Teknis
|
-
|
-
|
-
|
|
|
B.
Irigasi Setengah Teknis
|
511
|
611
|
438
|
|
|
C.
Irigasi Sederhana
|
1,120
|
640
|
184
|
|
|
D.
Irigasi Desa / non PU
|
175
|
64
|
108
|
|
|
E.
Tadah Hujan
|
337
|
2,511
|
2,049
|
|
|
F.
Pasang Surut
|
35
|
-
|
-
|
|
|
G.
Lebak
|
-
|
-
|
-
|
|
|
H.
Lainnya (Polder, Rembesan, dll)
|
-
|
-
|
1,465
|
|
|
I.
Tidak ditanami Padi
|
2,467
|
2,771
|
-
|
|
|
J.
Sementara tidak Diusahakan
|
4,108
|
1,492
|
3,777
|
|
|
1.2
Lahan Bukan Sawah
|
29,232
|
26,570
|
27,221
|
|
|
A.
Tegal / Kebun
|
5,524
|
4,411
|
4,238
|
|
|
B.
Ladang / Huma
|
3,120
|
2,220
|
2,539
|
|
|
C.
Perkebunan
|
4,641
|
6,603
|
6,592
|
|
|
D.
Ditanami Pohon atau Hutan Rakyat
|
2,366
|
1,980
|
6,744
|
|
|
E.
Tambak
|
18
|
18
|
18
|
|
|
F.
Kolam / Tebat / Empang
|
79
|
79
|
93
|
|
|
G.
Penggembalaan / Padang Rumput
|
79
|
79
|
93
|
|
|
H.
Sementara Tidak Diusahakan
|
11,973
|
9,558
|
3,845
|
|
|
I.
Lainnya (Pekarangan yang ditanami tanaman pertanian, dll)
|
1,061
|
1,269
|
2,737
|
|
II
|
Lahan
Bukan Pertanian
|
33,815
|
37,141
|
36,558
|
|
|
2.1
Rumah Bangunan dan Halaman Sekitarnya
|
26,050
|
27,234
|
24,502
|
|
|
2.2
Hutan Negara
|
-
|
975
|
975
|
|
|
2.3
Rawa-rawa tidak ditanami
|
357
|
432
|
365
|
|
|
2.4
Lainnya (Jalan, Sungai, Danau, Lahan Tandus, dll)
|
7,408
|
8,500
|
10,716
|
Penggunaan
tanah di Kota Samarinda yang paling luas adalah lahan bukan sawah sebesar
393.38 Km2 atau 54.79 % dari luas Kota Samarinda, sedangkan rumah bangunan
& halaman sekitar sebesar 228.96 Km2 atau 31.89 %.
C. Kondisi Iklim
Kota Samarinda beriklim tropis basah, hujan sepanjang
tahun. Temperatur udara antara 20 °C – 34 °C dengan curah hujan
rata-rata per tahun 1980 mm, sedangkan kelembaban udara rata-rata 85%. Bulan
terdingin terjadi pada bulan Januari dan Februari, sedangkan bulan terpanas
terjadi pada bulan April dan Oktober
Berikut
ini adalah tabel kondisi cuaca rata-rata di wilayah kota Samarinda dan
sekitarnya.
Bulan
|
Jan
|
Feb
|
Mar
|
Apr
|
Mei
|
Jun
|
Jul
|
Agt
|
Sep
|
Okt
|
Nov
|
Des
|
Tahun
|
Rata-rata
tertinggi °C (°F)
|
30
(86) |
30
(86) |
32
(90) |
33
(91) |
32
(90) |
31
(88) |
31
(88) |
30
(86) |
31
(88) |
33
(91) |
32
(90) |
31
(88) |
30
(86) |
Rata-rata
terendah °C (°F)
|
23
(73) |
23
(73) |
24
(75) |
24
(75) |
24
(75) |
23
(73) |
24
(75) |
24
(75) |
23
(73) |
23
(73) |
23
(73) |
23
(73) |
23
(73) |
Sumber: [8]
|
D. Pencemaran Polusi
Pencemaran udara di kota Samarinda
yang terjadi saat ini berpotensi mengakibatkan gangguan saluran pernafasan
dibagian atas, Berdasarkan data pada Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) kata dr Slamet Soebagio, Kepala Bidang Pengendalian Masalah
Kesehatan di ruangannya, Selasa (14/10/2014), kadar Suspended Particular Meter
(SPM) atau Partikulat debu melayang memang masih berada dibawah ambang batas
normal. Saat ini SPM berada diangka 193 dimana normalnya berada diangka 210, untuk
menghindari hal-hal yang lebih buruk dan merugikan kesehatan, warga dihimbau
untuk mengurangi tebaran tebu di lingkungan masing-masing. Diakui Slamet,
masalah udara dan kemarau yang terjadi secara bersamaan ini dilematis. Dimana
saat masyarakat membutuhkan air untuk mengurangi debu dengan penyiraman, disisi
lain jumlah air juga terus menipis.
Mengingat salah satu
penyebab pencemaran adalah kebakaran hutan, Kepala UPTD Surveilans Data dan
Informasi dr Osa Rafshodia, MscIH, MPH mengatakan, partikel di udara yang
paling berbahaya adalah sulfur dan karbon. Dan dampak buruk dari sulfur dan
karbon ini kata Osa adalah terjadinya infeksi, untuk itu, dihimbau kepada
masyarakat agar segera memeriksakan diri bisa kondisi tubuh dirasa menurun.
Memang selama ini menurutnya, kejadian kronis akibat pencemaran udara jarang
terjadi. Dimana ketika masyarakat merasa ada gangguan kesehatan seperti batuk,
sudah langsung memeriksakan diri atau meminum obat.
E.
KUANTITAS
AIR TANAH DI SAMARINDA
Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Samarinda 2014 – 2034 (Perda No. 2 Tahun 2014) Kota Samarinda mempunyai
tujuan penataan ruang adalah untuk mewujudkan Kota Samarinda menjadi Kota
Tepian yang berbasis perdagangan, jasa dan industri yang maju, berwawasan
lingkungan dan hijau, serta mempunyai keunggulan daya saing untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dalam tujuan ini Kota Tepian bukan hanya merupakan
semboyan Kota Samarinda yang berarti Teduh, Rapi, Aman dan Nyaman, melainkan
sebuah konsep atau cerminan bahwa Kota Samarinda terletak di daerah tepi sungai
atau berbatasan langsung dengan air. Dengan konsep Waterfront City Development
maka sungai di Samarinda, yaitu Sungai Mahakan dan anak sungainya, salah
satunya adalah Sungai Karang Mumus, merupakan salah satu kawasan
prioritas/strategis untuk menjadi area wisata.
Namun bagaimanakan wajah
sungai di Kota Samarinda pada saat ini?. Tak bisa dipungkiri sungai masih
memegang peranan penting. Sungai Mahakam misalnya masih menjadi alur transportasi
bagi komoditas dan penumpang. Selain itu sungai juga menjadi pemasok utama
kebutuhan air bersih, baik yang diambil secara langsung maupun yang diolah oleh
PDAM, selain itu sungai di Kota Samarinda berfungsi sebagai exit strategi untuk
mengendalikan banjir, sebagai pintu keluar untuk mengalirkan air permukaan atau
limpasan hujan sehingga tidak mengenangi wilayah Kota Samarinda yang sebagian
adalah datar, meskipun demikian sungai di Kota Samarinda juga menyimpan banyak
permasalahan terutama dari segi pemanfaatan. Salah satu yang utama adalah
pemanfaatan tepian sungai untuk permukiman. Dalam Keputusan Walikota Samarinda
Nomor: 413.2/028/HK-KS/I/2015 tentang Penetapan Lokasi Kawasan Permukiman
Kumuh, dari 9 kawasan permukiman kumuh, 7 diantaranya berada di tepian sungai
(Sungai Mahakam, Sungai Karang Mumus dan Sungai Karang Asam).
Permasalahan lainnya adalah
kualitas air sungai, data lingkungan dari BLH Kota Samarinda menunjukkan dari
tahun 2010 hingga 2014 status air sungai Mahakam Segmen Samarinda, Karang Mumus
dan Karang Asam adalah tercemar berat, pencemaran atau polusi air disebabkan
oleh berbagai aktivitas di sepanjang sungai, mulai dari permukiman, adanya
pusat ekonomi seperti pasar, industri pengolahan, transportasi air, buangan
limbah dan sampah secara langsung ke sungai, serta aktivitas MCK di sepanjang
sungai, persoalan lain terkait dengan sungai adalah sedimentasi atau pelumpuran
yang masif sehingga membuat sungai menjadi dangkal, menyempit dan berubah
bentuk. Sedimentasi terjadi karena tata kelola lahan yang tidak didasarkan pada
RTRW. Sungai kehilangan daerah penyangga dan perlindungan karena alih fungsi
lahan, untuk permukiman, pertambangan dan perladangan. Pun demikian dengan
daerah tangkapan air seperti rawa-rawa yang banyak ditimbun atau dimatikan.
Lahan pertanian basah yaitu sawah juga mengalami penurunan luasannya dari tahun
ke tahun.
Catatan buruk Kota
Samarinda yang paling mencolok terkait sungai adalah sampah, limbah dan
sanitasi. Pembuangan sampah di sungai, buang air besar dan limbah lain secara
langsung terus terjadi di depan mata, semua catatan ini menjadi tantangan berat
bagi Water Front City Development. Apalagi dalam konteks menyediakan lingkungan
hidup di sekitar sungai atau yang terkait dengan sungai yang Teduh, Rapi, Aman
dan Nyaman sehingga menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk melancong di
sungai.
Karang Mumus aset yang
terpinggirkan
Bicara soal masa depan Kota
Samarinda maka tak bisa lepas dari Sungai Karang Mumus baik dari sisi
kesejarahan maupun fungsi dan kedudukan strategisnya. Sungai Karang Mumus
adalah penanda penting dinamika pertumbuhan dan perkembangan Kota Samarinda, sungai
Karang Mumus adalah anak Sungai Mahakam yang alirannya melewati sebagian besar
wilayah Kecamatan di Samarinda. Kawasan yang masuk dalam Daerah Aliran Sungai
Karang Mumus juga besar, daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebuah kawasan
penting dengan baras ekologis yang merupakan satu kesatuan antara kawasan hulu
dan hilir yang harus dikelola secara terintegrasi. Perubahan yang terjadi di
salah satu kawasan akan berpengaruh terhadap kawasan lainnya. Apa yang terjadi
di hulu akan memberi dampak di hilir dalam bentuk fluktuasi debit dan transport
sedimen serta material terlarut lainnya dalam sistem aliran air, dan DAS Karang
Mumus yang luasnya mencapai 32,196,3 ha adalah salah satu kawasan DAS di
Kalimantan Timur dengan tingkat kerusakan prioritas pertama. Sampai dengan
tahun 2007, areal lahan kritisnya diperkirakan mencapai 9,106 hektar, perkembangan
banjir di Kota Samarinda tidak lepas dari tata guna lahan di dalam wilayah DAS
Karang Mumus yang berdampak pada menurunnya kemampuan Sungai Karang Mumus
sebagai sistem pengendali banjir di Kota Samarinda. Sebagian besar titik banjir
di Kota Samarinda berhubungan dengan kondisi DAS Karang Mumus.
Tentu tak bisa dipugkiri
bahwa banjir di Kota Samarinda terkait dengan pertumbuhan penduduk dan
perkembangan kota serta faktor alam seperti intensitas hujan serta topografi
wilayah Kota Samarinda, namun ada faktor lain yaitu perilaku baik perilaku
kebijakan maupun masyarakat dan sektor usaha tekait dengan kesesuaian paa tata
ruang. Perkembangan Kota Samarinda dan penataannya sesungguhnya tidak sesuai
dengan perencanaan tata ruang wilayah. Sehingga tata guna lahan yang terkait
dengan perlindungan kawasan, penyerapan air, sanitasi lingkungan menjadi tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Dan inilah yang kemudian menyebabkan banjir di
Kota Samarinda menjadi sulit untuk dikendalikan.
Terkait dengan Sungai
Karang Mumus misalnya, daerah perlindungan dan penyangganya berubah fungsi
mulai dari hulu hingga tengah. Perubahan antara lain untuk pengembangan
perumahan, pertanian, ruang usaha dan pertambangan batubara. Hal mana membuat
Sungai Karang Mumus kehilangan daya tampung akibat pendangkalan yang masif.
Bendungan atau Waduk
Benanga yang berfungsi sebagai kolam retensi atau reservoar dalam aliran Sungai
Karang Mumus saat ini tak mampu untuk menampung limpasan air hujan di bagian
hulu. Luas waduk ini berkurang lebih dari separo karena pendangkalan dan
ditumbuhi gulma serta semak-semak di badan waduknya, waduk ini juga tidak bisa
dipakai untuk mengatur air yang harus masuk ke Sungai Karang Mumus karena
bendungannya tidak berpintu air. Pintu airnya hanya ke saluran irigasi untuk
pengairan sawah, sementara yang masuk ke Sungai Karang Mumus hanya dibatasi
beton bendungan. Maka begitu air lebih tinggi dari beton bendungan akan masuk
ke Sungai Karang Mumus tanpa halangan, dengan demikian banjir di Kota Samarinda
sebagai bencana bukanlah semata bencana alam. Sebab banjir di Kota Samarinda
sudah bisa diramalkan kejadiannya atau bisa dikategori sebagai bencana
terstruktur. Dengan demikian sebenarnya banjir ini bisa diantisipasi lewat pendekatan
yang masif dan konsisten, pemerintah Kota Samarinda sendiri telah membuat
sebuah skenario master plan penanganan bencana banjir dari tahun 2016 hingga
tahun 2035. Grand strategi dengan berbagai proyek ini diperkirakan menelan dana
hingga mencapai 5,26 trilyun dalam jangka waktu 20 tahun, maste plan ini memuat
upaya pengendalian banjir yang meliputi : pembuatan atau perbaikan saluran
sanitasi lingkungan, pembuatan kolam retensi, pengadaan pompa, pengadaan alat
penangkap lumpur, serta penanganan-penanganan khusus bencana banjir.
Dalam rancangan RPJMD tahun
2016 – 2021 penjelasan tentang masterplan perencanaan penanganan bencana banjir
adalah sebagai berikut : Setidaknya terdapat empat kegiatan yang akan ditempuh
ditambah dengan penanganan khusus terhadap beberapa wilayah, program dan
kegiatan pertama dalam menangani permasalahan banjir di Kota Samarinda adalah
dengan meningkatkan panjang saluran air sekaligus mengefisiensikan sanitasi
lingkungan, peningkatan saluran air ini merupakan pembuatan saluran baru atau
memperbaiki saluran lama yang telah rusak dengan total saluran sepanjang 286,55
Km di seluruh Kota Samarinda. Sebagian besar peningkatan saluran air berada di
Kecamatan Palaran sepanjang 57,25 Km dan paling pendek pembuatan saluran berada
di Kecamatan Samarinda Kota sepanjang 18,00 Km, kegiatan penanganan bencana
banjir kedua adalah pembuatan kolam retensi di beberapa kelurahan. Kolam
retensi merupakan kolam yang berfungsi menggantikan peran lahan resapan air yang
dijadikan lahan perumahan, perkantoran, maupun lahan tertutup lainnya. Fungsi
kolam mini adalah menampung air hujan langsung dan aliran dari sistem untuk
diresapkan ke dalam tanah.
Dalam kurun waktu 20 tahun,
di Kota Samarinda akan dibangun 31 kolam retensi sebagai antisipasi/pencegahan
terjadinya bencana banjir di Kota Samarinda yang disebabkan oleh tingginya
intensitas hujan, pengadaan pompa dan penangkap lumpur merupakan dua kegiatan
selanjutnya dalam master plan penanganan bencana banjir dimana dalam kurun
waktu 20 tahun akan diadakan 54 unit pompa untuk memompa air sebagai salah satu
alat penanganan banjir dan 679 unit penangkap lumpur untuk menangkap lumpur
sebagai ikutan dampak terjadinya bencana banjir, selain keempat kegiatan
tersebut di atas, terdapat pula penanganan khusus seperti pembuatan parapet
(dinding beton) di Kelurahan Air Hitam, Kelurahan Karang Asam, Kelurahan Sungai
Keledang, Sungai Karang Mumus, Bendungan Lempake, dan Sungai Mahakam. Total
panjang parapet yang akan dibangun dalam kurun waktu 20 tahun ini sepanjang
46,5 Km. Sedangkan penanganan khusus selanjutnya dalam master plan adalah
dilakukannya normalisasi bendungan lempake sebanyak 200.000 m3.
Marilah kita kaitkan
langkah yang akan ditempuh melalui master plan pengendalian banjir selama 30
tahun itu dengan rumusan permasalahan tentang kualitas penataan lingkungan Kota
Samarinda. Dalam rumusan permasalah disampaikan bahwa titik banjir belum
mengalami penurunan significan karena, drainase perkotaan maupun lingkungan
perumahan masih belum tertata dengan baik, daya serap tanah semakin berkurang
karena tingginya eksploitas lahan di daerah hulu yang mayoritas karena usaha
properti
Infrastruktur pengendali banjir belum berfungsi maksimal dalam menyelesaikan masalah banjir, relokasi penduduk bantaran Sungai Karang Mumus (SKM) sebagai bagian dari penanggulangan banjir belum terlaksana maksimal, selain itu terkait dengan tambang juga ditemukan permasalahan bahwa Rehabilitasi wilayah eksploitasi tambang tidak berjalan sebagaimana mestinya
Infrastruktur pengendali banjir belum berfungsi maksimal dalam menyelesaikan masalah banjir, relokasi penduduk bantaran Sungai Karang Mumus (SKM) sebagai bagian dari penanggulangan banjir belum terlaksana maksimal, selain itu terkait dengan tambang juga ditemukan permasalahan bahwa Rehabilitasi wilayah eksploitasi tambang tidak berjalan sebagaimana mestinya
Nah apakah apa yang
direncanakan dalam master plan pengendalian banjir 2014 – 2034 menjawab
permasalah yang dirumuskan terkait dengan tata lingkungan dan ruang kota
Samarinda..?, Telaah atas kesesuaian antara RKPD dan Kegiatan yang dianggarkan
dalam APBD Kota Samarinda 2015 menunjukkan bahwa kesesuaian antara kegiatan
yang dianggarkan dalam APBD dengan perencanaan dalam RKPD hanyalah 54%. Ini
menunjukkan bahwa ada banyak kegiatan yang dianggarkan dalam APBD tidak ada
dalam RKPD atau tata kelola keuangan daerah bias dan tidak tepat sasaran.
Adakah hal ini akan terus berlanjut terutama dalam penganggaran yang terkait
dengan pengendalian banjir di Kota Samarinda hingga tahun 2034, lalu dimana
ruang perbaikan untuk DAS Karang Mumus yang telah kehilangan kawasan lindungnya.
Hutan sebagai perlindungan DAS Karang Mumus misalnya hanya ada di Kebun Raya
Unmul Samarinda. Hutan yang dahulu merupakan satu-satunya sisa hutan alam di
Kota Samarinda namun kemudian turun kualitasnya karena mengalami kebakaran.
Sehingga vegetasi hutan alam tumbuh menjadi hutan sekunder muda. Dan Hutan KRUS
yang dicanangkan sebagai lokasi wisata, pendidikan dan budaya itu hanyalah 0,9%
dari DAS Karang Mumus.
Analisis citra landsat
tahun 1992 dan 2007 sebagaimana diungkapkan oleh Penny Pujowati (2009)
menunjukkan ada peningkatan lahan permukiman sebesar 50%, lahan terbuka
meningkat 495,5%, semak belukar meningkat 1,8%, pertanian lahan basah menurun
21,9%, pertanian lahan kering menurun 41,9% dan hutan sekunder menurun 36 %, dari
data ini menjadi jelas bahwa fungsi kawasan DAS Karang Mumus sebagai
perlindungan dan penyangga Sungai Karang Mumus semakin menurun dari waktu ke
waktu sehingga kemampuan Sungai Karang Mumus untuk mengendalikan banjir di Kota
Samarinda juga semakin menurun, membandingkan antara data-data ini dengan
master plan pengendalian banjir Kota Samarinda 2014 – 2034 nampak ada yang
dilupakan. Jawaban atas banjir di Kota Samarinda lebih didekati dengan proyek
pembangunan, yaitu polder, pompa, penangkap lumpur, alat pengeruk lumpur, bendungan
pengendali, saluran air dan lain-lain, pendekatan proyek yang lebih bernuansa
pengadaan ini kerap kali selain tak menjawab persoalan, pelaksanaannya juga tak
bisa diprediksi atau dipastikan karena tergantung pada kondisi keuangan daerah.
Dan banyak kali proyek juga terhenti karena adanya konflik kepentingan dengan
warga misalnya menyangkut ganti rugi, pendekatan proyek juga membuat kita
kurang memberi perhatian pada pemulihan kawasan, yang sebenarnya bisa dilakukan
tidak semata-mata lewat proyek melainkan melalui kebijakan, pemantauan dan
penegakan peraturan.
Restorasi Sungai Karang
Mumus
Dengan melihat visi, misi
dan tujuan pembangunan di Kota Samarinda maka terlihat jelas bahwa Sungai
Karang Mumus mempunyai kedudukan penting untuk mewujudkan apa yang
dicita-citakan bersama oleh pemerintah dan warga kota, pentingnya menata Sungai
Karang Mumus sebenarnya sudah diwacanakan sejak jaman pemerintahan Walikota
Kadrie Onieng. Namun penataan kemudian dilakukan di jaman pemerintahan Walikota
Lukman Said dan diteruskan oleh Walikota Achmad Amins. Namun penataan kemudian
terhenti atau tidak berjalan dengan baik saat periode kedua pemerintahan
Walikota Achmad Amins yang kemudian dilanjutkan oleh Walikota Sjahrie Jaang.
Hingga memasuki periode kedua pemerintahan Walikota Sjaharie Jaang, geliat
penataan Sungai Karang Mumus masih juga terus menjadi wacana namun
pelaksanaannya tetap tersendat, dalam tataran kebijakan, terkait dengan Sungai
Karang Mumus nampaknya pemerintah kota hanya mempunyai skenario tunggal yaitu
relokasi atau pemindahan warga di bantaran sungai. Padahal persoalan Sungai
Karang Mumus sungguh kompleks. Pemindaan penduduk yang berada di pemukiman
bantaran sungai, tidak akan serta merta menyelesaikan persoalan yang membelit
Sungai Karang Mumus.
Sungai Karang Mumus
sesungguhnya harus didekati dalam konteks DAS, bukan semata pada alur atau
palung sungainya belaka. Maka yang diperlukan adalah sebuah upaya restoratisi
sungai yang meliputi restorasi ekologi, morfologi, hidrologi, sosio ekonomi dan
kebijakan, restorasi adalah rangkaian upaya untuk mengembalikan ‘sesuatu’
seperti kondisi semula atau sekurangnya mendekati kondisi awal. Maka yang
disebut dengan restorasi ekologi adalah mengembalikan biodiversivity sungai,
dimana sungai dan lingkungannya adalah ruang hidup bagi berbagai macam mahkluk
mulai dari tumbuhan, binatang, ikan dan organisme lainnya yang berada dalam
keseimbangan, sedangkan restorasi morfologi terkait dengan bentuk sungai.
Dimana bentuk sungai sering kali berubah karena adanya campur tangan manusia
dan proses alam seperti pelumpuran, longsor dan lain sebagainya, sementara
restorasi hidrologi terkait dengan mutu air sungai yang merupakan sumber
cadangan air maupun sumber air bersih.
Restorasi sosio ekonomi
adalah hubungan antara sungai dengan masyarakat dimana sungai merupakan
pendukung penghidupan karena sungai merupakan aset bagi perekonomian warga
entah karena apa yang bisa diambil dari sungai atau karena sungai dimanfaatkan
untuk apa, dan restorasi kebijakan adalah serangkaian upaya untuk membuat
kebijakan atau peraturan-peraturan yang ditujukan untuk melindungi sungai dan
memastikan kemanfaatannya yang berkelanjutan baik bagi warga maupun lingkungan
hidup, ada banyak langkah yang harus dilakukan untuk merestorasi Sungai Karang
Mumus akibat persoalan sudah sedemikian membelit karena pembiaran yang
dilakukan selama puluhan tahun. Langkah itu sekurangnya bisa dibagi dalam tiga
kluster. Kluster pertama adalah restorasi ekologi, morfologi dan hidrologi,
kluster kedua adalah sosio ekonomi (plus kultural) dan kluster ketiga adalah
kebijakan, pada kluster pertama pemulihan ekologi, hidrologi dan morfologi yang
pertama dilakukan adalah pencegahan sedemintasi yang masif di badan Sungai
Karang Mumus lewat pemulihan lahan atau kawasan penyangga dan perlindungan di
DAS Karang Mumus, tepian Sungai Karang Mumus harusnya merupakan ruang terbuka
hijau yang ditanami dengan tanaman-tanaman khas atau spesies lokal yang masih
ada di beberapa titik sepanjang Sungai Karang Mumus, badan Sungai Karang Mumus
juga harus dibebaskan dari keberadaan bangunan atau rumah-rumah yang berada di
atas sungai. Demikian juga dengan ruang usaha yang berada di tepian sungai,
limbahnya harus diolah sebelum dibuang ke sungai.
Badan sungai yang
mendangkal harus dikeruk dan dibebaskan dari gulma yang di beberapa titik
membuat sungai menyempit. Dan untuk mencegah longsor bagian sungai yang
bertebing, bisa ditanami dengan jenis tanaman yang mampu mencegah pelongsoran
tanah, evaluasi menyeluruh juga mesti dilakukan terhadap segenap perijinan yang
merubah tata guna lahan di DAS Karang Mumus. Ijin bisa tetap dilanjutkan
apabila telah ada rencana untuk pengelolaan lingkungan dan telah dilaksanakan
sebagaimana yang direncanakan, pada kluster kedua terkait pemulihan sosial
ekonomi, warga perlu dididik untuk turut menjaga dan merawat Sungai Karang
Mumus dengan tidak menjadikan sungai sebagai tempat sampah. Sungai yang terjaga
akan menjadi tempat hidup bagi berbagai jenis ikan serta binatang lainnya yang
bisa ditangkap dan memberi penghasilan bagi warga.
Di sepanjang Sungai Karang
Mumus juga masih tumbuh tetumbuhan yang bisa dikembangkan sebagai produk untuk
pemberdayaan ekonomi warga. Seperti produk anyaman dari Bemban atau Enceng
Gondok, dan kelak jika lingkungan sepanjang sungai bisa tertata dengan baik
maka sungai akan menjadi tempat wisata. Masyarakat sepanjang sungai bisa
menyediakan berbagai macam jasa penunjang wisata seperti angkutan perahu, kios,
kedai, resto atau cafe yang menghadap ke sungai, atau bahkan ada pasar apung, sementara
untuk kluster ketiga, untuk menjaga dan merawat Sungai Karang Mumus sehingga
menjadi aset yang berdaya guna secara berkelanjutan baik sebagai sumber
cadangan air bersih, sarana pengendalian banjir maupun sarana sosial ekonomi
dan budaya maka diperlukan alas hukum atau segenap peraturan untuk
melindunginya, salah satu yang paling penting adalah peraturan terkait batas
sempadan sungai yang selama ini tidak jelas sehingga warga atau pihak lainnya
bisa semena-mena menduduki sungai. Peraturan lain adalah terkait dengan pemanfaatan
air dan pembuangan limbah ke dalam sungai, selama ini kebijakan lebih sering
diarahkan ke daerah yang direncanakan untuk direlokasi, sementara daerah
lainnya tidak diperhatikan sehingga pertumbuhan kawasan yang memberi tekanan
kepada Sungai Karang Mumus tidak dicegah.
Terkait pemanfaatan kawasan
DAS Karang Mumus untuk pertanian, terutama pertanian lahan kering, hendaknya
diarahkan kepada sistem pertanian agroforestry. Dengan demikian akan
mendatangkan pendapatan bagi masyarakat sekaligus memberikan perlindungan
kepada Sungai Karang Mumus, tentu saja daftar masih bisa diperpajang. Namun
yang paling penting adalah adanya niat yang kuat dari pemerintah untuk memberi
perhatian secara sungguh sungguh terhadap Sungai Karang Mumus dan tidak
berdasarkan pendekatan proyek. Sungai Karang Mumus akan bisa dipulihkan jika
ruang partisipasi warga untuk turut serta dalam berbagai perencanaan terkait
restorasi Sungai Karang Mumus dibuka, yang paling penting adalah Sungai Karang
Mumus tidak bisa didekati dari belakang meja melainkan harus lewat tatap muka,
dialog dan diskusi yang produktif antara pemerintah, warga dan pihak lainnya
yang terkait dengan Sungai Karang Mumus, bibit-bibit partisipasi warga dalam
menjaga, merawat dan memulihkan Sungai Karang Mumus sejatinya mulai terlihat di
beberapa titik sepanjang Sungai Karang Mumus. Jika ini mampu dirawat dan
ditularkan ke titik-titik lainnya maka akan menjadi sebuah kekuatan yang besar
untuk bersama-sama menyelesaikan tumpukan persoalan di sepanjang Sungai Karang
Mumus.
BAB
IV
KESIMPULAN
Air
tanah
adalah air yang terdapat dalam
lapisan tanah
atau bebatuan di
bawah permukaan tanah.Air tanah merupakan salah satu sumber dayaair Selain airsungai
dan airhujan, air tanah juga mempunyai peranan yang
sangat penting terutama dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku
air untuk kepentingan rumah tangga (domestik) maupun untuk kepentingan industri.
Dibeberapa daerah, ketergantungan pasokan air bersih dan air tanah telah
mencapai ± 70%. Secara alamiah air merupakan kekayaan alam yang dapat
diperbaharui dan mempunyai daya regenerasi yaitu selalu mengalami sirkulasi dan
mengikuti daur.Air tanah memiliki
kandungan air di dalam tanah baik berupa air tanah dangkal maupun air tanah
dalam.
Kuantitas Kota Samarinda
mempunyai tujuan penataan ruang adalah untuk mewujudkan Kota Samarinda menjadi
Kota Tepian yang berbasis perdagangan, jasa dan industri yang maju, berwawasan
lingkungan dan hijau, serta mempunyai keunggulan daya saing untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dalam tujuan ini Kota Tepian bukan hanya merupakan
semboyan Kota Samarinda yang berarti Teduh, Rapi, Aman dan Nyaman, melainkan
sebuah konsep atau cerminan bahwa Kota Samarinda terletak di daerah tepi sungai
atau berbatasan langsung dengan air. Dengan konsep Waterfront City Development
maka sungai di Samarinda, yaitu Sungai Mahakan dan anak sungainya, salah
satunya adalah Sungai Karang Mumus, merupakan salah satu kawasan
prioritas/strategis untuk menjadi area wisata.
DAFTAR PUSTAKA
Comments
Post a Comment