PAPER HIDROLOGI DAN LINGKUNGAN “TENTANG AIR TANAH DIKOTA SAMARINDA’’

PAPER HIDROLOGI DAN LINGKUNGAN
“TENTANG AIR TANAH DIKOTA SAMARINDA’’















                                                     Oleh :

   Nama                   : Hairil Anwar
   Nim                     : 1303015044
  Tugas Mata Kuliah    : Agrohidrologi




PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2017







BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Air adalah sebuah benda cair yang harus dilestarikan.Kehidupan manusia tidak lepas dari kata air.Air adalah kebutuhan pokok manusia yang datangnya dari alam, yang tidak terbatas.Oleh karena itu jangan sampai di dunia kekurangan air atau kelebihan air.Kelebihan air disini adalah kala terjadi banyak hujan sehingga air sangat banyak dan meluap ke daratan, inilah sering kita sebut dengan banjir.Air merupakan bahan kebutuhan primer dalam kehidupan, hewan, maupun tumbuhan. Seluruh proses metabolisme dalam tubuh makhluk hidup berlangsung dalam media (pelarut air). Dalam kehidupan sehari-hari air banyak digunakan untuk berbagai keperluan.Air yang terdapat di alam tidak ada yang betul-betul murni selalu ada zat-zat yang terlarut maupun tidak terlarut di dalamnya.Selain mengandung zat-zat tertentu, di dalam air pun sering terlarut gas-gas yang ada di udara (seperti oksigen, karbondioksida, dan lain-lain).Air juga mampu melarutkan garam-garam alkali, garam transisi, dan beberapa senyawa karbon yang ada di tanah sehingga air merupakan pelarut yang baik (pelarut universal).

1.2 Rumusan Masalah
a.       Bagaimana kualitas air tanah dikota Samarinda ?
b.      Bagaimana kuantitas air tanah dikota Samarinda ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui kualitas serta kuantitas air tanah di kota Samarinda.







BAB II
DASAR TEORI
Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.Dan untuk kelangsungan hidupnya, harus tersedia air dalam bentuk cair.Manusia dan makhluk hidup lainnya yang tidak hidup dalam air, senantiasa mencari tempat tinggal dekat air supaya mudah untuk mengambil air untuk keperluan hidupnya.
Ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari merupakan masalah yang cukup pelik, baik pada musim penghujan maupun musim kemarau, warga memperoleh air bersih dari mata air yang dialirkan ke warung air, dan warga memperoleh dengan membeli air.Hal ini karena kondisi fisik wilayahnya berupa perbukitan dengan batuan yang keras, batu padas, sehingga tidak mudah bagi penduduk untuk membuat sumur.Air, tanah dan manusia adalah hal yang tidak dapat dipisahkan (Rismunandar, 2001).Air dari mata air mengandung Na, Mg, Ca, Fe, O2.Selain itu air sering kali mengandung bakteri/ mikro organisme lainnya.Air yang mengandung bakteri/ mikro organisme tidak dapat langsung digunakan sebagai air minum, tetapi harus direbus dahulu. Pada batas tertentu air minum diharapkan mengandung mineral agar terasa segar pada waktu di minum.
Air bersih adalah air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak terlebih dahulu (DepKes RI, 2002). Menurut Totok (2004) peningkatan kuantitas air adalah syarat kedua setelah kualitas, karena semakin maju tingkat hidup seseorang meningkat pula kebutuhan air dari masyarakat tersebut. Untuk maksud seperti itu, tersebut berbagai ekelembagaan di pedesaan telah mengelola sumber mata air dengan cara dibuatkan bak penampungan air yang kemudian dialirkan kewarung air dan rumah pelanggan.


BAB III
PEMBAHASAN
A.    Pengertian air tanah
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah permukaan tanah.Air tanah merupakan salah satu sumber dayaair Selain airsungai dan airhujan, air tanah juga mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan rumah tangga (domestik) maupun untuk kepentingan industri. Dibeberapa daerah, ketergantungan pasokan air bersih dan air tanah telah mencapai ± 70%. Secara alamiah air merupakan kekayaan alam yang dapat diperbaharui dan mempunyai daya regenerasi yaitu selalu mengalami sirkulasi dan mengikuti daur.Air tanah memiliki kandungan air di dalam tanah baik berupa air tanah dangkal maupun air tanah dalam.

B.     Kuantitas air tanah
Kuantitas merupakan jumlah air yang tersedia dan siap digunakan oleh masyarakat dengan ketentuan bahwa: Air minum yang dikonsumsi oleh penduduk baik di desa maupun di kota harus memperhatikan kualitas maupun kuantitasnya. Kebutuhan air bersih masyarakat perkotaan berkisar 150 lt/org/hr, dan untuk masyarakat pedesaan 80 lt/org/hr. Air tersebut digunakan untuk keperluan sehari¬hari dan keperluan pendukung lainnya termasuk yang mendukung kebutuhan¬-kebutuhan sekunder.Kebutuhan Pokok Air Minum adalah kebutuhan air sebesar 10 meter kubik konsumsi 100 lt/org/hr dan pedesaan sebanyak 40% dengan konsumsi 60 lt/org/hr.





C.     Kualitas air tanah

Kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan.Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter- parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang¬undangan yang berlaku.Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air.

Menurut Permenkes RI No. 416 Tahun 1990 Kualitas air bersih meliputi kualitas secara fisika, secara kimia, secara mikrobiologi dan kualitas secara radioaktivitas. Sedangkan parameter-parameter yang harus terpenuhi meliputi :
1.      Parameter fisika meliputi: Bau, Rasa, Warna, Zat padat terlarut dan Suhu.
2.      Parameter kimia meliputi: kimia Anorganik seperti Air raksa, Arsen, Fluorida, Kadmium, Kesadahan (Ca CO3), Khlorida, Kromium-Valensi-6, Mangan, Nitrat sebgai N, Nitrit sebagai N, pH, Selenium, Seng, Sianida, Sulfat dan Timbal. Kimia Organik seperti Aldrin dan Dieldrin, Benzene, Benzo (a) pyrene, Chlordane (total isomer), Chloroform, 2,4 D, DDT, Detergen, ,2 Dichloroethane, 1,2 Dichloroethane, 1,1 Dichloroethane, Heptachlor dan heptachlor epoxide, Hexachlorbenzene, Gamma-HCH (Lindane), Methoxychlor, Pentachlorophenol, Pestisiotalda T, 3,4,6-Trichlorephenol, Zat Organik (KMnO4).
1.         Parameter Mikrobiologi meliputi: Total Caliform (MPN).
2.         Parameter Radioaktifitas meliputi: Aktivitas Alpha (Gross Alpha Activity), Aktivitas Beta (Gross Beta Activity).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Air
1.         Kedalaman Permukaan Air tanah: Kedalaman permukaan air tanah merupakan permukaan tertinggi dari air yang naik ke atas suatu sumuran atau tempat yang rendah. Ketiggian air tanah antara lain dipengaruhi oleh jenis tanah, curah hujan, penguapan, dan kedalaman aliran perkukaan terbuka (sungai). Kedalaman permukaan air tanah akan berpengaruh pada penyebaran bakteri coliform secara vertikal.
2.         Curah Hujan: Air hujan yang mengalir di permukaan tanah dapat menyebabkan bakteri coliform yang ada di permukaan tanah terlarut dalam air tersebut. Meresapnya air hujan ke dalam lapisan tanah mempengaruhi bergeraknya bakteri coliform di dalam lapisan tanah. Semakin banyak air hujan yang meresap ke dalam lapisan tanah semakin besar kemungkinan terjadinya pencemaran.

3.         Jenis Tanah: Jenis tanah berbeda mempunyai daya kandung air dan daya melewatkan air yang berbeda pula. Daya kandung atau kemampuan tanah untuk menyimpan air disebut porositas, yaitu rasio antara pori-pori tanah dengan volume total tanah dan biasannya dinyatakan dalam satuan persen, sedangkan kemampuan tanah untuk melewatkan air disebut permeabilitas, yaitu jumlah air yang dapat dilewatkan oleh tanah dalam satuan waktu per satuan luas penampang. Porositas dan permeabilitas tanah akan berpengaruh pada penyebaran bakteri coliform, mengingat air merupakan alat tranportasi bakteri dalam tanah. Makin besar permeabilitas tanah, makin besar kemampuan melewatkan air yang berarti jumlah bakteri yang dapat bergerak mengikuti aliran juga makin besar.
4.         Air memiliki karakteristik fisika, kimia dan biologis yang sangat mempengaruhi kualitas air tersebut. Oleh sebab itu, pengolahan air mengacu kepada beberapa parameter guna memperoleh air yang layak untuk keperluan domestik terutama pada industry minuman.
a.       Faktor Fisika
Faktor-faktor fisika yang mempengaruhi kualitas air yang dapat terlihat langsung melalui fisik air tanpa harus melakukan pengamatan yang lebih jauh pada air tersebut. Faktor-faktor fisika pada air meliputi:




(1)   Kekeruhan
Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkanoleh buangan industri.

(2)   Temperatur

Kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobic ynag mungkin saja terjadi.

(3)               Warna
            Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan-bahan tersuspensi yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa organik serta tumbuh-tumbuhan.

(4)               Solid (Zat padat)
Kandungan zat padat menimbulkan bau, juga dapat meyebabkan turunnya kadar oksigen terlarut. Zat padat dapat menghalangi penetrasi sinar matahari kedalam air.

(5)                  Bau dan rasa
Bau dan rasa dapat dihasilkan oleh adanya organisme dalam air seperti alga serta oleh adanya gas seperti H2S yang terbentuk dalam kondisi anaerobik, dan oleh adanya senyawa-senyawa organik tertentu.



b.      Faktor Kimia

Karakteristik kimia air menyatakan banyaknya senyawa kimia yang terdapat di dalam air, sebagian di antaranya berasal dari alam secara alamiah dan sebagian lagi sebagai kontribusi aktivitas makhluk hidup.Beberapa senyawa kimia yang terdapat didalam air dapat dianalisa dengan beberapa parameter kualitas air. Parameter kualitas air tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
(1)   pH            
Pembatasan pH dilakukan karena akan mempengaruhi rasa, korosifitas air dan efisiensi klorinasi. Beberapa senyawa asam dan basa lebih toksid dalam bentuk molekuler, dimana disosiasi senyawa-senyawa tersebut dipengaruhi oleh pH.

(2)     DO (dissolved oxygent)
DO adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Semakin banyak jumlah DO maka kualitas air semakin baik.

(3)     BOD (biological oxygent demand)
BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorgasnisme untuk menguraikan bahan-bahan organik (zat pencerna) yang terdapat di dalam air secara biologi.

(4)     COD (chemical oxygent demand)
COD adalah banyaknya oksigen yang di butuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik secara kimia.




(5)  Kesadahan

             Kesadahan air yang tinggi akan mempengaruhi efektifitas pemakaian sabun, namun sebaliknya dapat memberikan rasa yang segar. Di dalam pemakaian untuk industri (air ketel, air pendingin, atau pemanas) adanya kesadahan dalam air tidaklah dikehendaki. Kesadahan yang tinggi bisa disebabkan oleh adanya kadar residu terlarut yang tinggi dalam air.

(6)   Senyawa-senyawa kimia yang beracun
Kehadiran unsur arsen (As) pada dosis yang rendah sudah merupakan racun terhadap manusia sehingga perlu pembatasan yang agak ketat (± 0,05 mg/l). Kehadiran besi (Fe) dalam air bersih akan menyebabkan timbulnya rasa dan bau ligan, menimbulkan warna koloid merah (karat) akibat oksidasi oleh oksigen terlarut yang dapat menjadi racun bagi manusia (Farida, 2002).

c.       Faktor Biologi

Organisme mikro biasa terdapat dalam air permukaan, tetapi pada umumnya tidak terdapat pada kebanyakan air tanah karena penyaringan oleh aquifer.Organisme yang paling dikenal adalah bakteri. Adapun pembagian mokroorganisme didalam air dapat di bagi sebagai berikut:

1.      Bakteri
Dengan ukuran yang berbeda-beda dari 1-4 mikron, bakteri tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.Bakteri yang menimbulkan penyakit disebut disebut bakteri patogen.

2.      Organisme Colliform
Organisme colliform merupakan organisme yang tidak berbahaya dari kelompok colliform yang akan hidup lebih lama didalam air daripada organisme patogen. Akan tetapi secara umum untuk air yang dianggap aman untuk dikonsumsi, tidak boleh lebih dari 1 didalam 100ml air.

3.      Organisme Mikro Lainnnya
Disamping bakteri, air dapat mengandung organisme mikroskopis lain yang tidak diinginkan berupa ganggang dan jamur. Ganggang adalah tumbuh-tumbuhan satu sel yang memberi rasa dan bau pada air.
Pertumbuhan ganggang yang berlebihan dapat dicegah dengan pemakaian sulfat tembaga atau klorin. Jamur adalah tanaman yang dapat tumbuh tanpa sinar matahari dan pada waktu tertentu dapat merajalela pada pipa–pipa air, sehingga menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak (Linsley, 1991)

D.    AIR TANAH DI SAMARINDA
A. Keadaan Geografis
Kota Samarinda merupakan ibu kota provinsi Kalimantan Timur, Indonesia serta salah satu kota terbesar di Kalimantan. Samarinda memiliki wilayah seluas 718 km² dengan kondisi geografi daerah berbukit dengan ketinggian bervariasi dari 10 sampai 200 meter dari permukaan laut.[3] Kota Samarinda dibelah oleh Sungai Mahakam dan menjadi gerbang menuju pedalaman Kalimantan Timur melalui jalur sungai, darat maupun udara.
Secara geografis Dengan luas wilayah 718 km², Samarinda terletak di wilayah khatulistiwa dengan koordinat di antara 0°21'81"–1°09'16" LU dan 116°15'16"–117°24'16" BT.
Kota Samarinda memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:






B. Keadaan Hidrologi dan Geohidrologi
Berdasarkan kondisi hidrologinya Kota Samarinda dipengaruhi oleh sekitar 20 daerah aliran sungai (DAS). Sungai Mahakam adalah sungai utama yang membelah Kota Samarinda dengan lebar antara 300 - 500 meter, sungai - sungai lainnya adalah anak-anak sungai yang bermuara di Sungai Mahakam yang meliputi :
  • Sungai Karang Mumus dengan luas DAS sekitar 218,60Km2
  • Sungai Palaran dengan luas DAS 67,68 Km2
  • Anak sungai lainnya antara lin , Sungai Loa Bakung, Lao Bahu, Bayur, Betepung, Muang, Pampang, Kerbau, Sambutan, Lais, Tas, Anggana, Loa Janan, Handil Bhakti, Loa Hui, Rapak Dalam, Mangkupalas, Bukuan, Ginggang, Pulung, Payau, Balik Buaya, Banyiur, Sakatiga, dan Sungai Bantuas.
Jenis Tanah

Sawah
Sesuai dengan kondisi iklim di Kota Samarinda yang tergolong dalam tipe iklim tropika humida, maka jenis-jenis tanah yang terdapat di daerah inipun tergolong ke dalam tanah yang bereaksi masam.
Jenis-jenis tanah yang terdapat di Kota Samarinda, menurut Soil Taxanomy USDA tergolong kedalam jenis tanah: Ultisol, Entisol, Histosol, Inceptiols dan Mollisol atau bila menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor terdiri dari jenis tanah: Podsolik, Alluvial, Organosol.
Ciri dan sifat tanah-tanah Podsolik (Ultisol) biasanya ditandai dengan:
  • Pencucian yang intensif terhadap basa-basa, sehingga tanah bereaksi masam dan dengan kejenuhan basa yang rendah.
  • Karena suhu yang cukup tinggi dan pencucian yang berlangsung terus menerus mengakibatkan pelapukan terhadap mineral liat sekunder dan oksida-oksidanya.
  • Terjadi pencucian liat di lapisan atas (eluviasi) dan penimbunan liat di lapisan bawahnya (illuviasi).
Tanah Podsolik (Ultisol) merupakan jenis tanah yang arealnya terluas di Kota Samarinda dan masih tersedia untuk dikembangkan sebagai daerah pertanian. Persediaan air di daerah ini umumnya cukup tersedia dari curah hujan yang tinggi. Penggunaan tanah dari jenis tanah ini sebagai daerah pertanian, biasanya memungkinkan produksi yang baik pada beberapa tahun pertama selama unsur-unsur hara dipermukaan belum habis melalui proses biocycle.
Pada dasarnya jenis-jenis tanah di Kota Samarinda (menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor dan Padanannya menurut Soil Taxanomy) terdiri dari:
Jenis Tanah di Samarinda
Penggunaan Tanah

Pola penggunaan tanah di Kota Samarinda mengikuti pola penyebaran penduduk yang ada. Akumulasi penduduk sebagai besar terdapat pada lokasi-lokasi yang dikembangkan oleh Pemerintah seperti: Pusat Perdagangan, Pusat Industri dan lokasi Transmigrasi dimana daerah-daerah tersebut sudah mempunyai transportasi yang memadai.
Penggunaan Tanah di Kota Samarinda yang paling luas adalah lahan bukan sawah sebesar 39.338 ha atau 54.79 % dari luas Kota Samarinda, diikuti rumah bangunan dan halaman sekitar sebesar 22.896 ha atau 31.89 %.
Untuk mengetahui penggunaan lahan lebih jelasnya pada tabel berikut:
Perkembangan Luas dan Jenis Penggunaan Lahan Kota Samarinda Tahun 2007-2009
NO
PENGGUNAAN TANAH
LUAS(HA)

2007
2008
2009


JUMLAH
71.800
71.800
71.800

I
Lahan Pertanian
37,985
34,659
35,242


1.1 Lahan Sawah
8,753
8,089
8,021


A. Irigasi Teknis
-
-
-


B. Irigasi Setengah Teknis
511
611
438


C. Irigasi Sederhana
1,120
640
184


D. Irigasi Desa / non PU
175
64
108


E. Tadah Hujan
337
2,511
2,049


F. Pasang Surut
35
-
-


G. Lebak
-
-
-


H. Lainnya (Polder, Rembesan, dll)
-
-
1,465


I. Tidak ditanami Padi
2,467
2,771
-


J. Sementara tidak Diusahakan
4,108
1,492
3,777


1.2 Lahan Bukan Sawah
29,232
26,570
27,221


A. Tegal / Kebun
5,524
4,411
4,238


B. Ladang / Huma
3,120
2,220
2,539


C. Perkebunan
4,641
6,603
6,592


D. Ditanami Pohon atau Hutan Rakyat
2,366
1,980
6,744


E. Tambak
18
18
18


F. Kolam / Tebat / Empang
79
79
93


G. Penggembalaan / Padang Rumput
79
79
93


H. Sementara Tidak Diusahakan
11,973
9,558
3,845


I. Lainnya (Pekarangan yang ditanami tanaman pertanian, dll)
1,061
1,269
2,737

II
Lahan Bukan Pertanian
33,815
37,141
36,558


2.1 Rumah Bangunan dan Halaman Sekitarnya
26,050
27,234
24,502


2.2 Hutan Negara
-
975
975


2.3 Rawa-rawa tidak ditanami
357
432
365


2.4 Lainnya (Jalan, Sungai, Danau, Lahan Tandus, dll)
7,408
8,500
10,716

Penggunaan tanah di Kota Samarinda yang paling luas adalah lahan bukan sawah sebesar 393.38 Km2 atau 54.79 % dari luas Kota Samarinda, sedangkan rumah bangunan & halaman sekitar sebesar 228.96 Km2 atau 31.89 %.
C. Kondisi Iklim
Kota Samarinda beriklim tropis basah, hujan sepanjang tahun. Temperatur udara antara 20 °C – 34 °C dengan curah hujan rata-rata per tahun 1980 mm, sedangkan kelembaban udara rata-rata 85%. Bulan terdingin terjadi pada bulan Januari dan Februari, sedangkan bulan terpanas terjadi pada bulan April dan Oktober
Berikut ini adalah tabel kondisi cuaca rata-rata di wilayah kota Samarinda dan sekitarnya.
[sembunyikan]Data iklim Kota Samarinda dan sekitarnya
Bulan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
Tahun
Rata-rata tertinggi °C (°F)
30
(86)
30
(86)
32
(90)
33
(91)
32
(90)
31
(88)
31
(88)
30
(86)
31
(88)
33
(91)
32
(90)
31
(88)
30
(86)
Rata-rata terendah °C (°F)
23
(73)
23
(73)
24
(75)
24
(75)
24
(75)
23
(73)
24
(75)
24
(75)
23
(73)
23
(73)
23
(73)
23
(73)
23
(73)
Sumber: [8]




D.     Pencemaran Polusi
Pencemaran udara di kota Samarinda yang terjadi saat ini berpotensi mengakibatkan gangguan saluran pernafasan dibagian atas, Berdasarkan data pada Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kata dr Slamet Soebagio, Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan di ruangannya, Selasa (14/10/2014), kadar Suspended Particular Meter (SPM) atau Partikulat debu melayang memang masih berada dibawah ambang batas normal. Saat ini SPM berada diangka 193 dimana normalnya berada diangka 210, untuk menghindari hal-hal yang lebih buruk dan merugikan kesehatan, warga dihimbau untuk mengurangi tebaran tebu di lingkungan masing-masing. Diakui Slamet, masalah udara dan kemarau yang terjadi secara bersamaan ini dilematis. Dimana saat masyarakat membutuhkan air untuk mengurangi debu dengan penyiraman, disisi lain jumlah air juga terus menipis.
Mengingat salah satu penyebab pencemaran adalah kebakaran hutan, Kepala UPTD Surveilans Data dan Informasi dr Osa Rafshodia, MscIH, MPH mengatakan, partikel di udara yang paling berbahaya adalah sulfur dan karbon. Dan dampak buruk dari sulfur dan karbon ini kata Osa adalah terjadinya infeksi, untuk itu, dihimbau kepada masyarakat agar segera memeriksakan diri bisa kondisi tubuh dirasa menurun. Memang selama ini menurutnya, kejadian kronis akibat pencemaran udara jarang terjadi. Dimana ketika masyarakat merasa ada gangguan kesehatan seperti batuk, sudah langsung memeriksakan diri atau meminum obat.
E.      KUANTITAS AIR TANAH DI SAMARINDA
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda 2014 – 2034 (Perda No. 2 Tahun 2014) Kota Samarinda mempunyai tujuan penataan ruang adalah untuk mewujudkan Kota Samarinda menjadi Kota Tepian yang berbasis perdagangan, jasa dan industri yang maju, berwawasan lingkungan dan hijau, serta mempunyai keunggulan daya saing untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dalam tujuan ini Kota Tepian bukan hanya merupakan semboyan Kota Samarinda yang berarti Teduh, Rapi, Aman dan Nyaman, melainkan sebuah konsep atau cerminan bahwa Kota Samarinda terletak di daerah tepi sungai atau berbatasan langsung dengan air. Dengan konsep Waterfront City Development maka sungai di Samarinda, yaitu Sungai Mahakan dan anak sungainya, salah satunya adalah Sungai Karang Mumus, merupakan salah satu kawasan prioritas/strategis untuk menjadi area wisata.
Namun bagaimanakan wajah sungai di Kota Samarinda pada saat ini?. Tak bisa dipungkiri sungai masih memegang peranan penting. Sungai Mahakam misalnya masih menjadi alur transportasi bagi komoditas dan penumpang. Selain itu sungai juga menjadi pemasok utama kebutuhan air bersih, baik yang diambil secara langsung maupun yang diolah oleh PDAM, selain itu sungai di Kota Samarinda berfungsi sebagai exit strategi untuk mengendalikan banjir, sebagai pintu keluar untuk mengalirkan air permukaan atau limpasan hujan sehingga tidak mengenangi wilayah Kota Samarinda yang sebagian adalah datar, meskipun demikian sungai di Kota Samarinda juga menyimpan banyak permasalahan terutama dari segi pemanfaatan. Salah satu yang utama adalah pemanfaatan tepian sungai untuk permukiman. Dalam Keputusan Walikota Samarinda Nomor: 413.2/028/HK-KS/I/2015 tentang Penetapan Lokasi Kawasan Permukiman Kumuh, dari 9 kawasan permukiman kumuh, 7 diantaranya berada di tepian sungai (Sungai Mahakam, Sungai Karang Mumus dan Sungai Karang Asam).
Permasalahan lainnya adalah kualitas air sungai, data lingkungan dari BLH Kota Samarinda menunjukkan dari tahun 2010 hingga 2014 status air sungai Mahakam Segmen Samarinda, Karang Mumus dan Karang Asam adalah tercemar berat, pencemaran atau polusi air disebabkan oleh berbagai aktivitas di sepanjang sungai, mulai dari permukiman, adanya pusat ekonomi seperti pasar, industri pengolahan, transportasi air, buangan limbah dan sampah secara langsung ke sungai, serta aktivitas MCK di sepanjang sungai, persoalan lain terkait dengan sungai adalah sedimentasi atau pelumpuran yang masif sehingga membuat sungai menjadi dangkal, menyempit dan berubah bentuk. Sedimentasi terjadi karena tata kelola lahan yang tidak didasarkan pada RTRW. Sungai kehilangan daerah penyangga dan perlindungan karena alih fungsi lahan, untuk permukiman, pertambangan dan perladangan. Pun demikian dengan daerah tangkapan air seperti rawa-rawa yang banyak ditimbun atau dimatikan. Lahan pertanian basah yaitu sawah juga mengalami penurunan luasannya dari tahun ke tahun.
Catatan buruk Kota Samarinda yang paling mencolok terkait sungai adalah sampah, limbah dan sanitasi. Pembuangan sampah di sungai, buang air besar dan limbah lain secara langsung terus terjadi di depan mata, semua catatan ini menjadi tantangan berat bagi Water Front City Development. Apalagi dalam konteks menyediakan lingkungan hidup di sekitar sungai atau yang terkait dengan sungai yang Teduh, Rapi, Aman dan Nyaman sehingga menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk melancong di sungai.
Karang Mumus aset yang terpinggirkan
Bicara soal masa depan Kota Samarinda maka tak bisa lepas dari Sungai Karang Mumus baik dari sisi kesejarahan maupun fungsi dan kedudukan strategisnya. Sungai Karang Mumus adalah penanda penting dinamika pertumbuhan dan perkembangan Kota Samarinda, sungai Karang Mumus adalah anak Sungai Mahakam yang alirannya melewati sebagian besar wilayah Kecamatan di Samarinda. Kawasan yang masuk dalam Daerah Aliran Sungai Karang Mumus juga besar, daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebuah kawasan penting dengan baras ekologis yang merupakan satu kesatuan antara kawasan hulu dan hilir yang harus dikelola secara terintegrasi. Perubahan yang terjadi di salah satu kawasan akan berpengaruh terhadap kawasan lainnya. Apa yang terjadi di hulu akan memberi dampak di hilir dalam bentuk fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut lainnya dalam sistem aliran air, dan DAS Karang Mumus yang luasnya mencapai 32,196,3 ha adalah salah satu kawasan DAS di Kalimantan Timur dengan tingkat kerusakan prioritas pertama. Sampai dengan tahun 2007, areal lahan kritisnya diperkirakan mencapai 9,106 hektar, perkembangan banjir di Kota Samarinda tidak lepas dari tata guna lahan di dalam wilayah DAS Karang Mumus yang berdampak pada menurunnya kemampuan Sungai Karang Mumus sebagai sistem pengendali banjir di Kota Samarinda. Sebagian besar titik banjir di Kota Samarinda berhubungan dengan kondisi DAS Karang Mumus.
Tentu tak bisa dipugkiri bahwa banjir di Kota Samarinda terkait dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan kota serta faktor alam seperti intensitas hujan serta topografi wilayah Kota Samarinda, namun ada faktor lain yaitu perilaku baik perilaku kebijakan maupun masyarakat dan sektor usaha tekait dengan kesesuaian paa tata ruang. Perkembangan Kota Samarinda dan penataannya sesungguhnya tidak sesuai dengan perencanaan tata ruang wilayah. Sehingga tata guna lahan yang terkait dengan perlindungan kawasan, penyerapan air, sanitasi lingkungan menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dan inilah yang kemudian menyebabkan banjir di Kota Samarinda menjadi sulit untuk dikendalikan.
Terkait dengan Sungai Karang Mumus misalnya, daerah perlindungan dan penyangganya berubah fungsi mulai dari hulu hingga tengah. Perubahan antara lain untuk pengembangan perumahan, pertanian, ruang usaha dan pertambangan batubara. Hal mana membuat Sungai Karang Mumus kehilangan daya tampung akibat pendangkalan yang masif.
Bendungan atau Waduk Benanga yang berfungsi sebagai kolam retensi atau reservoar dalam aliran Sungai Karang Mumus saat ini tak mampu untuk menampung limpasan air hujan di bagian hulu. Luas waduk ini berkurang lebih dari separo karena pendangkalan dan ditumbuhi gulma serta semak-semak di badan waduknya, waduk ini juga tidak bisa dipakai untuk mengatur air yang harus masuk ke Sungai Karang Mumus karena bendungannya tidak berpintu air. Pintu airnya hanya ke saluran irigasi untuk pengairan sawah, sementara yang masuk ke Sungai Karang Mumus hanya dibatasi beton bendungan. Maka begitu air lebih tinggi dari beton bendungan akan masuk ke Sungai Karang Mumus tanpa halangan, dengan demikian banjir di Kota Samarinda sebagai bencana bukanlah semata bencana alam. Sebab banjir di Kota Samarinda sudah bisa diramalkan kejadiannya atau bisa dikategori sebagai bencana terstruktur. Dengan demikian sebenarnya banjir ini bisa diantisipasi lewat pendekatan yang masif dan konsisten, pemerintah Kota Samarinda sendiri telah membuat sebuah skenario master plan penanganan bencana banjir dari tahun 2016 hingga tahun 2035. Grand strategi dengan berbagai proyek ini diperkirakan menelan dana hingga mencapai 5,26 trilyun dalam jangka waktu 20 tahun, maste plan ini memuat upaya pengendalian banjir yang meliputi : pembuatan atau perbaikan saluran sanitasi lingkungan, pembuatan kolam retensi, pengadaan pompa, pengadaan alat penangkap lumpur, serta penanganan-penanganan khusus bencana banjir.
Dalam rancangan RPJMD tahun 2016 – 2021 penjelasan tentang masterplan perencanaan penanganan bencana banjir adalah sebagai berikut : Setidaknya terdapat empat kegiatan yang akan ditempuh ditambah dengan penanganan khusus terhadap beberapa wilayah, program dan kegiatan pertama dalam menangani permasalahan banjir di Kota Samarinda adalah dengan meningkatkan panjang saluran air sekaligus mengefisiensikan sanitasi lingkungan, peningkatan saluran air ini merupakan pembuatan saluran baru atau memperbaiki saluran lama yang telah rusak dengan total saluran sepanjang 286,55 Km di seluruh Kota Samarinda. Sebagian besar peningkatan saluran air berada di Kecamatan Palaran sepanjang 57,25 Km dan paling pendek pembuatan saluran berada di Kecamatan Samarinda Kota sepanjang 18,00 Km, kegiatan penanganan bencana banjir kedua adalah pembuatan kolam retensi di beberapa kelurahan. Kolam retensi merupakan kolam yang berfungsi menggantikan peran lahan resapan air yang dijadikan lahan perumahan, perkantoran, maupun lahan tertutup lainnya. Fungsi kolam mini adalah menampung air hujan langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan ke dalam tanah.
Dalam kurun waktu 20 tahun, di Kota Samarinda akan dibangun 31 kolam retensi sebagai antisipasi/pencegahan terjadinya bencana banjir di Kota Samarinda yang disebabkan oleh tingginya intensitas hujan, pengadaan pompa dan penangkap lumpur merupakan dua kegiatan selanjutnya dalam master plan penanganan bencana banjir dimana dalam kurun waktu 20 tahun akan diadakan 54 unit pompa untuk memompa air sebagai salah satu alat penanganan banjir dan 679 unit penangkap lumpur untuk menangkap lumpur sebagai ikutan dampak terjadinya bencana banjir, selain keempat kegiatan tersebut di atas, terdapat pula penanganan khusus seperti pembuatan parapet (dinding beton) di Kelurahan Air Hitam, Kelurahan Karang Asam, Kelurahan Sungai Keledang, Sungai Karang Mumus, Bendungan Lempake, dan Sungai Mahakam. Total panjang parapet yang akan dibangun dalam kurun waktu 20 tahun ini sepanjang 46,5 Km. Sedangkan penanganan khusus selanjutnya dalam master plan adalah dilakukannya normalisasi bendungan lempake sebanyak 200.000 m3.
Marilah kita kaitkan langkah yang akan ditempuh melalui master plan pengendalian banjir selama 30 tahun itu dengan rumusan permasalahan tentang kualitas penataan lingkungan Kota Samarinda. Dalam rumusan permasalah disampaikan bahwa titik banjir belum mengalami penurunan significan karena, drainase perkotaan maupun lingkungan perumahan masih belum tertata dengan baik, daya serap tanah semakin berkurang karena tingginya eksploitas lahan di daerah hulu yang mayoritas karena usaha properti
Infrastruktur pengendali banjir belum berfungsi maksimal dalam menyelesaikan masalah banjir, relokasi penduduk bantaran Sungai Karang Mumus (SKM) sebagai bagian dari penanggulangan banjir belum terlaksana maksimal, selain itu terkait dengan tambang juga ditemukan permasalahan bahwa Rehabilitasi wilayah eksploitasi tambang tidak berjalan sebagaimana mestinya
Nah apakah apa yang direncanakan dalam master plan pengendalian banjir 2014 – 2034 menjawab permasalah yang dirumuskan terkait dengan tata lingkungan dan ruang kota Samarinda..?, Telaah atas kesesuaian antara RKPD dan Kegiatan yang dianggarkan dalam APBD Kota Samarinda 2015 menunjukkan bahwa kesesuaian antara kegiatan yang dianggarkan dalam APBD dengan perencanaan dalam RKPD hanyalah 54%. Ini menunjukkan bahwa ada banyak kegiatan yang dianggarkan dalam APBD tidak ada dalam RKPD atau tata kelola keuangan daerah bias dan tidak tepat sasaran. Adakah hal ini akan terus berlanjut terutama dalam penganggaran yang terkait dengan pengendalian banjir di Kota Samarinda hingga tahun 2034, lalu dimana ruang perbaikan untuk DAS Karang Mumus yang telah kehilangan kawasan lindungnya. Hutan sebagai perlindungan DAS Karang Mumus misalnya hanya ada di Kebun Raya Unmul Samarinda. Hutan yang dahulu merupakan satu-satunya sisa hutan alam di Kota Samarinda namun kemudian turun kualitasnya karena mengalami kebakaran. Sehingga vegetasi hutan alam tumbuh menjadi hutan sekunder muda. Dan Hutan KRUS yang dicanangkan sebagai lokasi wisata, pendidikan dan budaya itu hanyalah 0,9% dari DAS Karang Mumus.

Analisis citra landsat tahun 1992 dan 2007 sebagaimana diungkapkan oleh Penny Pujowati (2009) menunjukkan ada peningkatan lahan permukiman sebesar 50%, lahan terbuka meningkat 495,5%, semak belukar meningkat 1,8%, pertanian lahan basah menurun 21,9%, pertanian lahan kering menurun 41,9% dan hutan sekunder menurun 36 %, dari data ini menjadi jelas bahwa fungsi kawasan DAS Karang Mumus sebagai perlindungan dan penyangga Sungai Karang Mumus semakin menurun dari waktu ke waktu sehingga kemampuan Sungai Karang Mumus untuk mengendalikan banjir di Kota Samarinda juga semakin menurun, membandingkan antara data-data ini dengan master plan pengendalian banjir Kota Samarinda 2014 – 2034 nampak ada yang dilupakan. Jawaban atas banjir di Kota Samarinda lebih didekati dengan proyek pembangunan, yaitu polder, pompa, penangkap lumpur, alat pengeruk lumpur, bendungan pengendali, saluran air dan lain-lain, pendekatan proyek yang lebih bernuansa pengadaan ini kerap kali selain tak menjawab persoalan, pelaksanaannya juga tak bisa diprediksi atau dipastikan karena tergantung pada kondisi keuangan daerah. Dan banyak kali proyek juga terhenti karena adanya konflik kepentingan dengan warga misalnya menyangkut ganti rugi, pendekatan proyek juga membuat kita kurang memberi perhatian pada pemulihan kawasan, yang sebenarnya bisa dilakukan tidak semata-mata lewat proyek melainkan melalui kebijakan, pemantauan dan penegakan peraturan.
Restorasi Sungai Karang Mumus
Dengan melihat visi, misi dan tujuan pembangunan di Kota Samarinda maka terlihat jelas bahwa Sungai Karang Mumus mempunyai kedudukan penting untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan bersama oleh pemerintah dan warga kota, pentingnya menata Sungai Karang Mumus sebenarnya sudah diwacanakan sejak jaman pemerintahan Walikota Kadrie Onieng. Namun penataan kemudian dilakukan di jaman pemerintahan Walikota Lukman Said dan diteruskan oleh Walikota Achmad Amins. Namun penataan kemudian terhenti atau tidak berjalan dengan baik saat periode kedua pemerintahan Walikota Achmad Amins yang kemudian dilanjutkan oleh Walikota Sjahrie Jaang. Hingga memasuki periode kedua pemerintahan Walikota Sjaharie Jaang, geliat penataan Sungai Karang Mumus masih juga terus menjadi wacana namun pelaksanaannya tetap tersendat, dalam tataran kebijakan, terkait dengan Sungai Karang Mumus nampaknya pemerintah kota hanya mempunyai skenario tunggal yaitu relokasi atau pemindahan warga di bantaran sungai. Padahal persoalan Sungai Karang Mumus sungguh kompleks. Pemindaan penduduk yang berada di pemukiman bantaran sungai, tidak akan serta merta menyelesaikan persoalan yang membelit Sungai Karang Mumus.



Sungai Karang Mumus sesungguhnya harus didekati dalam konteks DAS, bukan semata pada alur atau palung sungainya belaka. Maka yang diperlukan adalah sebuah upaya restoratisi sungai yang meliputi restorasi ekologi, morfologi, hidrologi, sosio ekonomi dan kebijakan, restorasi adalah rangkaian upaya untuk mengembalikan ‘sesuatu’ seperti kondisi semula atau sekurangnya mendekati kondisi awal. Maka yang disebut dengan restorasi ekologi adalah mengembalikan biodiversivity sungai, dimana sungai dan lingkungannya adalah ruang hidup bagi berbagai macam mahkluk mulai dari tumbuhan, binatang, ikan dan organisme lainnya yang berada dalam keseimbangan, sedangkan restorasi morfologi terkait dengan bentuk sungai. Dimana bentuk sungai sering kali berubah karena adanya campur tangan manusia dan proses alam seperti pelumpuran, longsor dan lain sebagainya, sementara restorasi hidrologi terkait dengan mutu air sungai yang merupakan sumber cadangan air maupun sumber air bersih.
Restorasi sosio ekonomi adalah hubungan antara sungai dengan masyarakat dimana sungai merupakan pendukung penghidupan karena sungai merupakan aset bagi perekonomian warga entah karena apa yang bisa diambil dari sungai atau karena sungai dimanfaatkan untuk apa, dan restorasi kebijakan adalah serangkaian upaya untuk membuat kebijakan atau peraturan-peraturan yang ditujukan untuk melindungi sungai dan memastikan kemanfaatannya yang berkelanjutan baik bagi warga maupun lingkungan hidup, ada banyak langkah yang harus dilakukan untuk merestorasi Sungai Karang Mumus akibat persoalan sudah sedemikian membelit karena pembiaran yang dilakukan selama puluhan tahun. Langkah itu sekurangnya bisa dibagi dalam tiga kluster. Kluster pertama adalah restorasi ekologi, morfologi dan hidrologi, kluster kedua adalah sosio ekonomi (plus kultural) dan kluster ketiga adalah kebijakan, pada kluster pertama pemulihan ekologi, hidrologi dan morfologi yang pertama dilakukan adalah pencegahan sedemintasi yang masif di badan Sungai Karang Mumus lewat pemulihan lahan atau kawasan penyangga dan perlindungan di DAS Karang Mumus, tepian Sungai Karang Mumus harusnya merupakan ruang terbuka hijau yang ditanami dengan tanaman-tanaman khas atau spesies lokal yang masih ada di beberapa titik sepanjang Sungai Karang Mumus, badan Sungai Karang Mumus juga harus dibebaskan dari keberadaan bangunan atau rumah-rumah yang berada di atas sungai. Demikian juga dengan ruang usaha yang berada di tepian sungai, limbahnya harus diolah sebelum dibuang ke sungai.
Badan sungai yang mendangkal harus dikeruk dan dibebaskan dari gulma yang di beberapa titik membuat sungai menyempit. Dan untuk mencegah longsor bagian sungai yang bertebing, bisa ditanami dengan jenis tanaman yang mampu mencegah pelongsoran tanah, evaluasi menyeluruh juga mesti dilakukan terhadap segenap perijinan yang merubah tata guna lahan di DAS Karang Mumus. Ijin bisa tetap dilanjutkan apabila telah ada rencana untuk pengelolaan lingkungan dan telah dilaksanakan sebagaimana yang direncanakan, pada kluster kedua terkait pemulihan sosial ekonomi, warga perlu dididik untuk turut menjaga dan merawat Sungai Karang Mumus dengan tidak menjadikan sungai sebagai tempat sampah. Sungai yang terjaga akan menjadi tempat hidup bagi berbagai jenis ikan serta binatang lainnya yang bisa ditangkap dan memberi penghasilan bagi warga.
Di sepanjang Sungai Karang Mumus juga masih tumbuh tetumbuhan yang bisa dikembangkan sebagai produk untuk pemberdayaan ekonomi warga. Seperti produk anyaman dari Bemban atau Enceng Gondok, dan kelak jika lingkungan sepanjang sungai bisa tertata dengan baik maka sungai akan menjadi tempat wisata. Masyarakat sepanjang sungai bisa menyediakan berbagai macam jasa penunjang wisata seperti angkutan perahu, kios, kedai, resto atau cafe yang menghadap ke sungai, atau bahkan ada pasar apung, sementara untuk kluster ketiga, untuk menjaga dan merawat Sungai Karang Mumus sehingga menjadi aset yang berdaya guna secara berkelanjutan baik sebagai sumber cadangan air bersih, sarana pengendalian banjir maupun sarana sosial ekonomi dan budaya maka diperlukan alas hukum atau segenap peraturan untuk melindunginya, salah satu yang paling penting adalah peraturan terkait batas sempadan sungai yang selama ini tidak jelas sehingga warga atau pihak lainnya bisa semena-mena menduduki sungai. Peraturan lain adalah terkait dengan pemanfaatan air dan pembuangan limbah ke dalam sungai, selama ini kebijakan lebih sering diarahkan ke daerah yang direncanakan untuk direlokasi, sementara daerah lainnya tidak diperhatikan sehingga pertumbuhan kawasan yang memberi tekanan kepada Sungai Karang Mumus tidak dicegah.
Terkait pemanfaatan kawasan DAS Karang Mumus untuk pertanian, terutama pertanian lahan kering, hendaknya diarahkan kepada sistem pertanian agroforestry. Dengan demikian akan mendatangkan pendapatan bagi masyarakat sekaligus memberikan perlindungan kepada Sungai Karang Mumus, tentu saja daftar masih bisa diperpajang. Namun yang paling penting adalah adanya niat yang kuat dari pemerintah untuk memberi perhatian secara sungguh sungguh terhadap Sungai Karang Mumus dan tidak berdasarkan pendekatan proyek. Sungai Karang Mumus akan bisa dipulihkan jika ruang partisipasi warga untuk turut serta dalam berbagai perencanaan terkait restorasi Sungai Karang Mumus dibuka, yang paling penting adalah Sungai Karang Mumus tidak bisa didekati dari belakang meja melainkan harus lewat tatap muka, dialog dan diskusi yang produktif antara pemerintah, warga dan pihak lainnya yang terkait dengan Sungai Karang Mumus, bibit-bibit partisipasi warga dalam menjaga, merawat dan memulihkan Sungai Karang Mumus sejatinya mulai terlihat di beberapa titik sepanjang Sungai Karang Mumus. Jika ini mampu dirawat dan ditularkan ke titik-titik lainnya maka akan menjadi sebuah kekuatan yang besar untuk bersama-sama menyelesaikan tumpukan persoalan di sepanjang Sungai Karang Mumus.


BAB IV
KESIMPULAN
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah permukaan tanah.Air tanah merupakan salah satu sumber dayaair Selain airsungai dan airhujan, air tanah juga mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan rumah tangga (domestik) maupun untuk kepentingan industri. Dibeberapa daerah, ketergantungan pasokan air bersih dan air tanah telah mencapai ± 70%. Secara alamiah air merupakan kekayaan alam yang dapat diperbaharui dan mempunyai daya regenerasi yaitu selalu mengalami sirkulasi dan mengikuti daur.Air tanah memiliki kandungan air di dalam tanah baik berupa air tanah dangkal maupun air tanah dalam.

Kuantitas Kota Samarinda mempunyai tujuan penataan ruang adalah untuk mewujudkan Kota Samarinda menjadi Kota Tepian yang berbasis perdagangan, jasa dan industri yang maju, berwawasan lingkungan dan hijau, serta mempunyai keunggulan daya saing untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dalam tujuan ini Kota Tepian bukan hanya merupakan semboyan Kota Samarinda yang berarti Teduh, Rapi, Aman dan Nyaman, melainkan sebuah konsep atau cerminan bahwa Kota Samarinda terletak di daerah tepi sungai atau berbatasan langsung dengan air. Dengan konsep Waterfront City Development maka sungai di Samarinda, yaitu Sungai Mahakan dan anak sungainya, salah satunya adalah Sungai Karang Mumus, merupakan salah satu kawasan prioritas/strategis untuk menjadi area wisata.







DAFTAR PUSTAKA


 


Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH POPULASI, KOMUNITAS DAN EKOSISTEM

Fungisida merek fujiwan 400EC untuk penyakit blas pada tanaman padi

PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (SPODOPTERA LITURA) PADA TANAMAN CABAI