DETEKSI DAN IDENTIFIKASI VIRUS TUMBUHAN
DETEKSI DAN IDENTIFIKASI VIRUS
TUMBUHAN
Identifikasi virus sebagai penyebab penyakit
merupakan faktor kunci yang menentukan keberhasilan pengendalian di lapangan.
Identifikasi berdasarkan gejala kasatmata sering tidak cukup untuk menentukan
virus penyebab penyakit. Gejala dapat disebabkan oleh infeksi campuran dari
beberapa virus, atau virus yang berbeda dapat menimbulkan gejala yang sama.
Pada awal perkembangan
diagnosis penyakit virus, gejala penyakit memegang peranan penting untuk
menetukan apakah suatu gejala disebabkan oleh satu jenis virus atau lebih.
Pengamatan gejala yan diikuti oleh pengamatan mikroskop elektron dilakukan
untuk mengetahui bentuk virion yang menginfeksi tanaman. Saat ini, deteksi dan
identifikasi virus dapat dilakukan menggunakan teknik biologi molekul yang
didasarkan atas runutan nukleotida genom virus yang khas.
Kegiatan belajar ini membahas
identifikasi virus tumbuhan berdasarkan sifat hayati, bentuk virion, dan
molekul genom virus tumbuhan. Kekhasan runutan nukleotida genom virus tumbuhan
telah digunakan untuk mengidentifikasi virus. Saat ini, deteksi dan idenfikasi
virus dapat dilakukan menggunakan teknik biologi molekul seperti teknik PCR (polymerase
chain reaction) dan teknik pelacak DNA yang dilabel dengan radioaktif atau
nirradioaktif.
Setelah mempelajari bab 8 ini,
diharapkan mehasiswa mengetahui beberapa cara deteksi dan identifikasi
berdasarkan sifat molekul virus dengan teknik PCR dan teknik pelacak DNA yang
dilabel dengan nirradioaktif. Selain itu, diharapkan pula mahasiswa mngerti
cara diagnosis penyakit virus tumbuhan berdasarkan sifat hayati virus, elektron
mikrograf, dan teknik biologi molekul.
A.
Identifikasi Virus Berdasarkan Sifat Hayati dan Bentuk Virion
Sifat virus yang menjadi dasar
identifikasi virus adalah gejala penyakit, kisaran tanaman inang, dan kekhasan
vektor. Selain itu, mikroskop elektron juga dapat digunakan untuk mengetahui
genus dan famili virus berdasarkan bentuk dan ukuran virion. Beberapa hal yang perlu
diketahui agar identifikasi virus dapat dengan mudah dilakukan, adalah sebagai
berikut.(1) Setiap virus mempunyai kisaran inang dapat dijadikan sebagai salah
satu cara identifikasi virus. (2) Beberapa virus mungkin dapat menginfeksi satu
jenis tanaman inang, tetapi salah satu virus menginfeksi secara sistemik dan
yang lain hanya infeksi lokal. (3) Setiap virus mempunyai vektor yang berbeda,
sehingga salah satu cara untuk mengetahui virus tertentu.
1.
Identifikasi Berdasarkan Gejala dan Kisaran Tanaman Inang
Gejal penyakit virus
dilapangan merupakan data pertama yang diperlukan untuk identifikasi virus.
Demikian juga dilaboratorium, gejala penyakit yang ditimbulkan pada suatu seri
tanaman indikator merupakan informasi yang diperlukan untuk identifikasi virus
tumbuhan. Gejala penyakit merupakan aspek yang sangat penting untuk menentukan
tindakan pengendalian penyakit terutama untuk para petani dan petugas
pertanian.
Kisaran tanaman inang virus
yang belum diketahui dan gejala infeksi jugamerupakan data yang penting ntuk
identifikasi. Identifikasi berdasarkan gejala penyakit sering membingungkan
karena gejala penyakit yang timbul dipengaruhi oleh strain virus dan jenis
varietas tanaman. Oleh sebab itu, untuk memudahkan identifikasi virus,
diperlukan pengetahuan tentang keragaman gejala penyakit yang ditimbulkan oleh
berbagai strain virus pada beberapa varietas tanaman inang. Selain faktor
strain virus dan varietas tanaman inang , faktor lingkungan juga mempengaruhi
ekspresi gejala infeksi virus tumbuhan. Tipe gejala infeksi virus pada tanaman
inang yang khas (tanaman inang diferensial) dapat menjadi petunjuk awal untuk
identifikasi virus.
Gejala infeksi dan kisaran
tanaman inang telah digunakan untuk identifikasi virus tumbuhan. Sebagai
contoh,untuk membedakan penyebab penyakit yang menimbulkan gejala bilur
(blotch) pada kacang tanah disebabkan oleh PStV atau PMoV dapat dilakukan
dengan menginokulasikan ekstrak tanaman sakit secara mekanik pada tanaman C. amaranticolor
dan phaseolus vulgaris varietas Topcrop. PStV akan menimbulkan
gejala bercak lokal pada C. amaranticolor dan tidak menginfeksi P.
Vulgaris;sebaliknya, PMoV akan menimbulkan gejala bercak lokal pada P.
Vulgaris dan tidak menginfeksi C. Amaranticolor (Tabel 12)
Tabel 12. Gejala Infeksi Beberapa Virus yang
Menyerang Kacang Tanah pada Tanaman Indikator
Virus
|
Gejala
pada kacang tanah
|
Gejala
infeksi PStV
|
Pustaka
|
|||
Ca
|
Cq
|
Pv
|
Nb
|
|||
PStV
|
blotch-stripe
|
LL
|
LL
|
-
|
MR
|
Demski
et al.,1984
|
PeMoV
|
blotch-mild
mottle
|
-
|
-
|
LL
|
TT
|
Demski
et al.,1984;
Fukumoto
et al., 1986
|
CMMV
|
vein
clearing-mild mottle
|
LL
|
-
|
TT
|
TT
|
Iwaki
et al., 1986
|
TSWV
|
chlorotic
fan-spot
|
LL
|
LL
|
TT
|
SyNKS
|
Jenser
et al., 1996
|
Keterangan:
Ca : C. amaranticolor -
: tidak terjadi
infeksi
Cq : C. guinoa MR
: mosaik ringan
Pv : P. vulgaris cv. Topcrop TT
: data tidak tersedia
Nb : N. benthamiana SyNKS
: bercak nekrosis dan klorosis sistemik
LL : bercak loka
2.
Indentifikasi Virus Berdasarkan Kekhasan Vektor
Virus yang menyerang tanaman dapat diidentifikasi
berdasarkan hubungan khas virus dan vektornya. Sebagai contoh, virus yang
secara alamai menyerang kedelai terdiri atas soybean stunt virus(SSV), indonesian
soybean dwart virus (I-SDV), bean yellow mosaic virus (SMV), peanut
stripe virus(PStV), cowpea mild mottle virus (CPMMV); dan hanya CPMMV
yang dapat ditularkan oleh Bemisia tabacci. Berdasarkan hubungan khas
itu, apabila tanaman kedelai menunjukan gejala penyakit virus dari lapangan,
dapat dikatakan bahwa patogennya adalah CPMMV. Apabila di laboratorium,
penyakit itu dapat ditularkan oleh B. tabicci.
3.
Identifikasi dengan Mikroskop Elektron
Mikroskop
electron, yang mempunyai perbesaran > 50.000 kali, dapat digunakan mengamati
virion. Identifikasi menggunakan mikroskop electron dapat dilakukan dengan
mengamati bentuk dan ukuran virion. Berdasarkan bentuk dan ukuran itu, dapat
ditentukan jenis virus yang menyerang tanaman. Contoh pengamatan virus
menggunakan mikroskop electron dapat dilihat pada gambar 52.
B.
Identifikasi Berdasarksn
Sifat Molekul Virus
Deteksi virus
berdasarkan runutan nukleotida genom virus merupakan metode yang sangat khas
karena runutan nukleotida genom virus berbeda untuk setiap jenis virus. Hasil
pengamatan menunjukan bahwa virus yang berada pada kelompok taksonomi yang
berbeda hanya mempunyai kesaman runutan nukleotida 39%-53%. Sebaliknya , virus
dalam spesies yang sama tetapi strain berbeda , mempunyai kesamaan 83%-99%
(Frankel et al., 1989). Oleh sebab itu, penggunaan sifat kekhasan runutan
nukleotida virus untuk deteksi dan dentifikasi virus mempunyai ketepatan yang
tinggi terhadap virus sasaran.
Deteksi
berdasarkan kekhasan runutan nukleotida ini dapat dilakukan dengan teknik
RT-PCR dan DNA pelacak (probe). Kedua metode itu mempunyai daya deteksi yang
tinggi terhadap virus. Metode deteksi yang demikian banyak digunakan dalam
virology tumbuhan seperti (1) kajian epidemiologi penyakit lapangan, (2) pemantauan insiden
penyakit dilapangan , (3) pemeriksaan virus untuk sertifikasi benih bebas virus
, (4) deteksi virus dalam vector yang digunakan dalam peramalan penyakit dan system
peringatan dini keterjadian penyakit dilapang (early warning system),
(5) infeksi virus baik dalam tanaman transgen, dan (6) karantina tumbuhan untuk
menegah penyebaran pathogen dari satu daerah ke daerah lain.
1. Deteksi Virus Menggunakan
Teknik PCR
PCR merupakan
teknik biologi molekul yang pertama kali dikenalkan pada tahun 1985. Banyak
perbaikan teknik PCR lebih banyak digunakan untuk diagnosis penyakit pada
manusia dan hewan. Tetapi saat ini, untuk mendeteksi pathogen pada tanaman atau
bahan tanaman yang akan dijadikan benih dan bibit , juga banyak digunakan
teknik PCR.
PCR merupakan
teknik relative sederhana dan merupakan teknik penggandaan (amplifikasi) dengan
menggunakan DNA primer yang memiliki runutan nukleotida khas untuk molekul asam
nukleat yang akan deteksi. Primer merupakan molekul oligonukleosida (ssDNA)
yang disintesis in vitro dan runutan
nukleotidanya disesuaikan dengan genom virus yang akan dideteksi . PCR hanya
akan menggandakan asam nukleat yang sesuai dengan primer . hasil penggandaan
PCR diamati menggunakan elektroforesis agarose dan sinar ultraviolet.
Deteksi untuk
virus yang memiliki genom RNA, seperti sebagian besar virus tumbuhan,
diperlukan modifikasi teknik PCR karena molekul sasarannya adalah RNA. RT-PCR
merupakan modifikasi dari teknik PCR yang dapat menggandakan RNA menjadi DNA. Indikasi adanya virus dengan teknik ini
diamati dengan elektroforesis gel agarosa. Reaksi positif ditunjukan dengan
adanya penggandaan DNA yang ditargetkan dank has terhadap virus yang ingin
diketahui.
Hal yang
memengaruhi keberhasilan deteksi virus dengan teknik PCR adalah pemilihan
primer oligonukleotida dan optimasi prosedur PCR. Pemilihan runutan nukleotida
target harus mengacu pada runutan nukleotida virus yang telah diketahui atau
sudah dipublikasikan . untuk target diagnosis runutan nukleotida target harus
berkisar antara 100-600 bp,dan mempunyai kandungan GC 50%, serta terjadi
struktur yang menggumpal (hairpin)
RT-PCR terdiri
atas dua reaksi, yaitu reaksi transkripsi balik (reserve transcription) yang menggunakan genom RNA virus sebagai
cetakan dan menghasilkan cDNA primer (untai tunggal) serta reaksi penggandaan
(PCR). Untuk mendapatkan cDNA untai ganda, cDNA primer digunakan sebagai
cetakan. RT-PCR akan menggandakan runutan nukleotida pada genom RNA virus .
primer yang digunakan harus dapat menggandakan bagian khas untuk virus yang
akan dideteksi. Sebagai contoh, Akin (2000), telah mengembangkan metode deteksi
molekul PStV, virus penting yang menyerang kacang tanah, dengan metode RT-PCR
pasangan primer PSR1 dan PST2, yang akan mengamplifikasi 234 bp yang merupakan
cDNA dari sebagian 3’ UTR dan gen CP; sedangkan pasangan PST1 dan PST4
menghasilkan cDNA 1,2 Kb (Gambar 53).
Deteksi virus
dengan teknik RT-PCR dilakukan dalam satu tabung reaksi RT-PCR. Reaksi RT-PCR
dilakukan dengan program reaksi: 500 C-30 menit, diikuti 53 siklus
yang terdiri atas denaturasi awal (initial
denaturation) pada suhu 940 C selama 45 detik, penempelan primer
(annealing) 550 C selama
45 detik, dan perpanjangan primer (extension)
720 C selama 90 detik, diikuti satu siklus untuk perpanjangan akhir
primer (final extension) pada suhu 720
C selama 10 menit. Hasil RT-PCR dianalisis menggunakan elektroforesis gel
agarosa. Ontoh hasil deteksi PStV dengan RT-PCR pada daun kacang tanah dapat
dilihat pada Gambar 54.
2.Deteksi Virus tumbuhan
dengan pelacak DNA
Pelacak DNA adalah sepotong ologonukleotida yang
mempunyai runutan basa yang berkomplemen dengan runutan nukleotida virus yang
akan dideteksi. Untaian tunggal pelacak DNA itu akan berpasanga dengan asam
nukleat virus yang basanya berkomplemen dengan pelacak. Perpasangan dua untai
DNA membentuk untai ganda dsDNA terjadi secara anti paralel dan masing masing
untai diikat oleh ikatan hydrogen pada basa purin dan pirimidin (G = C dan A =
T) (Gambar 55). Untai DNA yang terpisah cenderung berpasanga lagi sesuai untai
pasangan. Sifat kekhasan perpasanga itu dimanfaatkan untuk membuat potongan
pelacak untuk deteksi khas virus.
Gamba 55, pelacak DNA
(5’ACTG3’) yang runutan nukleotida khas untuk dsDNA yang menjadi sasaran
deteksi.
Apabila runtunan khas suatu
virus sudah diketahui maka dapat
disentis secara in vitromenggunakan
teknik PCR untai komplemennya dan kemudian digunakan untuk melacak ada atau
tidaknya runtunan nukleutida komplemennya dalam sampel yang akan diperiksa.
Untuk memudahkan pengamatan ada tidaknya hibridasi antara DNA target DNA
pelacak dapat dilakuakn dengan melabel DNA pelacak menggunakan unsur
raadioaktif seperti 35S atau menggunakan label nirradioaktif seperti biotin atau
digoksigenin. Deteksi menggunakan pelacak berlabel radioaktif dikenal dengan
teknik southern blot; sedangkan
dengan pelacak berlabel nitradioaktif dikenal dengan hibridasi dot-blod Gambar
56,
(A) daun kacang tanah yang
terinfeksi PStV,
(B) hasil deteksi PStV pada
daun kacang tanah dengan teknik
hibridasi dot blotpelacak
digoxigenin-DNA (Akin, 2002).lajur: kontorl posirif; control negatif (daun
kacang tanah sehat); kontol positif terinfeksi (daun kacang tanah terinfeksi
PStV).
Gambar 57, Deteksi PStV pada
benih (seed)yang didapatkian dari
tanaman induk yang terinfeksi PStV dari lapangan (Akin 2002),
(A) Kacang
tanah sehat (kiri) dan sakit (kanan) dari lapangan
(B) Biji
kacang tanah dari tanaman induk yang terinfeksi PStV
(C) Hasil
deteksi pada pengenceran sampel 1/20, 1/100, dan 1/500, lajur kantrol positif
dan negatif, dan biji yang terinfeksi PStV
C. Rangkuman
Pada awal perkembangan diagnolisis penyakit virus, gejala
penyakit memegang peranan penting untuk menentukan apakah suatu gejala
disebabkan oleh yaitu satu, dua, atau lebih jenis virus gejala yang diikutioleh
pengamatan mikroskop electron dilakukan untuk mengetahui bentuk viron yang
menginfeksi tanaman. Saat ini, deteksi dan indeteksi virus dapat dilakukan
menggunakan dengan teknik biologi molekul yang didasarkan atas runtunan
nukleotida genom virus yang khas.
Sifat virus yang menjadikan dasar identivikasai virus adalah gejala penykit,
kisaran tanaman inang, dan kekhasan vector. Selain itu, mikroskop electron juga
dapat digunakan untuk mengetahui genus dan family Virus berdasarkan bentuk dan
ukuran Virion. Beberapa hal yang perlu diketahui agar identifikasi virus dapat
dengan mudah dilakukan adalah sebagai berikut : (1) setiap virus mempunyai
kisaran inang yang berbeda, sehingga hubungan khas antara virus dan tanaman
inang dapat dijadikan sebagai salah satu cara identifikasi virus, (2) beberapa
virus mungkin dapat menginfeksi satu jenis tanaman inang, tetapi salah satu
virus mrnginfeksi secara sistemik dan yang lain hsnys infeksi local. (3) setiap
virus mempunyai Vektor yang berbada, sehingga hubungan ini dapat dijadikan
sebagai saslah satu cara untuk mengetahui virus tertentu.
Deteksi virus bardasarkan
runutan nukleotida genom virus merupakan metode yang sangat khas karena runutan
nukleotida genom virus berbeda untuk
setiap genom virus deteksi berdasarkan runutan nukleotida ini dapat dilakukan
dengan tehnik PCR dan pelacak DNA kedua metode ini mempunyai daya deteksi yang
tinggi terhadap virus. PCR merupakan teknik yang relative sederhana dan
merupakan teknik penggandaan (amplifikasi) menggunakan DNA primer yang runtunsn
nukleotidanya khas untuk molekul asam nukleat yang akan dideteksi. Primer
meripakan molekul oligonukleotida (ssDNA ) yang disintensis secara in vittro yang runutan nukleotidanya
disesuaikan dengan genom virus yang dideteksi. Pelacak DNA adalah sepotong
ologonukleotida yang mempunyai runutan basa yang komplemen dengan runutan
nukleotida virus yang akan dideteksi. Untaian tunggal pelacak DNA itu akan
brpasangan dengan asam nukleotida virus yang basanya komplemen dangan pelacak.
Daftar Pustaka
Akin,M.H.2000.”aplikasi
teknik RT-PCR untuk deteksi PStV ( peanut stripe virus ).” Dalam agrotropika,V
(2) : 20-25
Akin, M.H. 2000.”
Pengkelonan dan perunutan nukleotida Gen protein selubung dan 3 URT ( untranslated region ) peanut stripe virus. “
dalam : jurnal ham dan penyakit tumbuhan tropika . 1 (1) : 1-6
Akin,M.H 2000,” Aplikasi
hibridisasi molekul dengan pelacak
digoxiginin DNA untuk deteksi PStV ( peanut stripe virus ).” Dalam :
jurnal penyakit tumbuhan tropika, Vol. 1, No. 2: 75-79
Akin,M.H and Sudarsono.
1997. “ Detection of PStV isolates
originated from 12 provinces in indonesia and characterization of the isolates
based on their symptoms in varius peanut cultivars,” in: the indonesian biothechnology
conference . jakarta, june, 17-19,1997
Collmer, C.W.,M .F. Marston,S.M. Albert, S.Bajai, H.AA. Maville,
S.E. Ruuska,E..J.Vesely,and M.M. Kyle.1996.” The nucleotide sequence of the
coat protein gen and 3 untraslated regio
of azuki bean mozaic potyvirus, a member of the bean common mosaic virus
subgrup.” In: MPMI,9 (8) :758-761
Demski, J.W. D.V.R. Rendy,
jr.G. sowell and D.Bays. 1984.” Peanut stripe virus-a new seed-borne potyvirus
from China infecting groundnut (arachis hypogaea ).” In: Ann. App. Biol. 105
:495-761
Dietzgen, R.G.Z., Xu and P.
Teycheney.1994. “ Digoxigenin-labeled
RNA probes for the detection of two potyviruses inficting peanut (
Arachis hypogaea ).´in Plant Diseae, 78 (7): 708-711
Fankel, M.J,. C.W. Ward, and
D.D Shukla. 1989, “ the use of 3 non –coding nucleotide sequence in taxnomy of
potyviruses: Application to watermelonmosaic virus 2 and soybe mosaic virus-N.”
In: J.Gen.Virol. 70: 2775-2783
Fukumoto, F.P.
Thongmeearkom, M. Iwaki, D. Choopanya, N. Sarindu, N. Deema, and T Tsuchizaki.
1986. “peanut mottle virus occuring on peanut in Thailand . “ in: Kajiwara J. and S.Konno ( eds ). Technical Bulletin of
The Agriculture Research Center Japan
Iwaki, M.P. Thongmeearkom,
Y. Honda, M.Prommin, N. Deema, T.Hibi, N. Lizuka, C.A. Ong, and N.Saleh. 1986.
“ Cowpae mild mottle virus occuring on soybean an peanut in Southeast Asian C
ountries .” in: Kajiwara , J. And S. Konno ( eds ). Technical bulletin of the
agriculture research center. Japan.
Jenser, G.R. Gaborjanyi, R.
Vasdunnyei, and A. Almasi 1996.”tamoto spotted wilt virus in hungary . “ in:
George Kuo, C. ( ed) Acta Horticulture, 431. AVRDC. Taiwan
Matthews, R.E.F.1991. plant
virology.3 ED. Academic Press. New York.
Saleh,N. And Y.Baliadi.
1992. “ penyakit virus kacang tanah (
peanut stripe virus ) dan usaha pengendaliannya. “ dalam: monograf balittan
malang. Nomor 8 : 22hlm
E. Pelatihan
1. Jelaskan beberapa sifat
hayati virus tumbuhan yang perlu diketahui agar indentifikasi mudah dilakukan?
2. mengapa identifikasi yang
hanya dilakukan berdasarkan gejala penyakit sering tidak tepat
3. jelaskan mengapa sifat
kekhasan hubungan virus dan vektor dapat dijadikan sebagai dasar identifikasi
virus
4. jelaskan mengapa metode
deteksi yang tepat dan peka sangat diperlukan dalam virologi tumbuhan.
Comments
Post a Comment