PEMURNIAN DAN SEROLOGI VIRUS TUMBUHAN
PEMURNIAN DAN SEROLOGI VIRUS TUMBUHAN
Bab ini terdiri
atas tiga pokok bahasan, yaitu permurnian virus, serologi dan tenik serologi
virus tumbuhan. Pemurnian virus membahas tentang berbagai aspek pemurnian virus
untuk mendapatkan virion yang terpisah dari bagian tanaman dan yang dapat
digunakan sebagai antigen dalam produk antiserum virus tumbuhan. Bahasan
pemurnian virus ini meliputi pemilihan tanaman inang perbanyakan virus seelum
pemurnian virus, pemilian dapar untuk mendapatkan sap tanaman yang mengandung
virus dan metode pemisahan virus dengan bagian tanaman inang. Aspek serologi
akan membahas dasar dan teknik uji serologi. Dasar-dasar serologi membahas
tentang reaksi imunitas, produksi antiserum khas virus dan reaksi antibodi dan
antigen. Sementara, aspek teknik serologi membahas berbagai teknik uji serologi
yang banyak digunakan dalam virologi tumbuhan.
Setelah
mempelajari materi dalam Bab 7 ini, mahasiswa diharapkan memahami landasan
teori tentang pemurnian virus tumbuhan, serologi virus tumbuhan dan berbagai
teknik serologi yang digunakan untuk identifikasi dan deteksi virus tumbuhan.
A.
PEMURNIAN
VIRUS TUMBUHAN
Pemisihan virion
dengan bagian tanaman inang secara in vitro dikenal dengan istilah pemurnian
viru. Virus murni diperlukan sebagai antigen dalam produksi antiserum. Oleh
sebab itu, produser pemurnian virus harus menghasilkan virus murni berupa
virion yang utuh dan tidak dicampuri oleh sisa tanaman inang.
Kemurnian virion merupakan faktor
penting yag harus diperhatikan untuk memproduksi antibodi virus. Virus yang
tidak murni apabila dijadikan antigen akan menghasilkan antibodi selain
bereaksi dengan virus juga bereaksi dengan bagian tanaman yang tersisa. Sisa
tanaman itu juga dapat mengimbas terentunya antibodi yang bereaksi tidak khas
terhadap virus yang menjadi sasaran deteksi.
Perlakuan fisik dan kimia banyak
digunakan untuk memisahkan virion dengan bagian tanaman inang. Prosedur
pemurnian virus berbeeda untuk setiap jenis virus tumbuhan tergantung dari
sifat da kimia protein terselubung dan genom virus. Empat prinsip dasar yang
harus tanaman diperhatikan dalam memurnikan virus tumbuhan, yaitu (1) pemilihan
tanaman inang yang digunakan dalam perbanyakan virus agar diperoleh konsentrasi
virus yang tinggi dan senyawa penghambat yang rendah; (2) komposisi larutan
yang digunakan untuk mengektsrak jaringan tanaman inang yang tepat agar virus
tidak kehilangan keinfektifannya; (3) perlakuan klarifikasi yang dapat
menghilangkan bagian tanaman dan meninggalkan virus; serta (4) pemisahan dan
pemadatan virus dalam suspensi agar mudah memperoleh virus yang murni. Secara
umum, prosedur pemurnian virus tumbuhan yang akan digunakan sebagai antigen
dapat dilihat pada gambar 39.
1.
Tanaman Perbanyakan
Virus Tumbuhan
Pemilihan
tanaman inang sebagai tanaman perbanyakan virus perlu diperhatikan agar
diperoleh konsentrai virus yang tinggi kondisi lingkungan tumbuh tanaman inang
juga mempengaruhi konsentrasi virus dalam tanaman. Kondisi lingkungan yang
mempengaruhi konsentrasi adalah suhu, unsur hara, umur tanaman saat diinokulasi
dan dipanen.
Tanaman perbanyakan virus lebih baik
apabila kandungan tanin, asam organik dan senyawa fenol rendah karena senyawa
tersebut merusak dan menginaktifkan virion dalam pemurnian. Tanaman yang anyak
digunakan sebagai tanaman perbanyakan virus karena kandungan tanin dan asam
organik yang relatif rendah adalah tanaman dalam famili Solanaceae,
Leguminoseae, Chenopodiaceae, Cucurbitaceae dan Graminaea.
a.
Kondisi Lingkungan
Suhu lingkungan
pada tanaman inang mempengaruhi laju replikasi virus. Sebagai contoh, tanaman
barley yang diinokulasi BSMV (barley stripe mosaic virus) hanya memerlukan
waktu satu minggu untuk menimbulkan
gejala sistematik bila ditumbuhkan pada suhu 20˚c. Sementara, pada suhu 15˚c
memerlukan waktu empat minggu. Perbedaan masa inkubasi penyakit itu menunjukan
besarnya pengaruh suhu terhadap laju replikasi virus dalam tanaman inang.
Selain itu, pengaruh cahaya dan unsur hara tanaman juga mempengaruhi laju
replikasi virus dalam tanaman inang. Secara umum, makin baik pertumbuhan
tanaman, makin cepat replikasi virus.
b.
Pemilihan Jaringan
Tanaman
Konsentrasi
virus dalam bagian tanaman beragam dan tergantung pada jenis jaringan, umur
tanaman dan tahap perkembangan penyakit. Daun merupakan organ tanaman yang
banyak digunakan sebagai sumber virus untuk memperoleh virus murni tetapi pada
virus tertentu, jaringan lain lebih baik. Daun yang menunjukan gejala
sistematik biasanya mempunyai kandungan virus yang lebih besar bila
dibandingkan dengan daun yang bergejala bercak lokal. Kandungan virus tertinggi
biasanya tercapai saat awal tanaman menunjukan gejala penyakit. Replikasi virus
lebih cepat terjadi pada saatdaun tumbuh dibandinkan pada daun sudah tumbuh
sempurna.
2.
Penghomogenan
Jaringan Tanaman
Penghomogenan
adalah penghancuran organ tanaman yang dijadikan sebagai sumber virus. Virion
yang terdapat dalam sitoplasma akan lepas dari sel tanaman inang. Oleh sebab
itu, penghomogenan harus dilakukan agar senyawa organik yang terdapat dalam sel
tidak merusak virion. Banyak senyawa organik yang dapat merusak virion.
Senyawa fenol dapat bereaksi dengan protein
selubung virus membentuk ikatan hidrogen. Senyawa fenol juga dapat teroksidasi
membentuk senyawa quinon yang lebih reeaktif dalam membentuk ikatan kovalen
dengan gugus SH pada asam amino yang menyusun protein selubung virus. Oksidasi
fenol menjadi quinon dapat terjadi dengan bantuan polifenoloksidase,
peroksidase atau tanpa bantuan enzim.
Jenis
dan konsentrasi dapar ekstrasi harus dipilh agar virus dapat stabil dan tidak
teragregasi. Dapar ekstrasi yang banyak digunakan mempunyai pH 6-8, konsentrasi
0,1 M atau lebi rendah serta mengandung enyawa antioksidasi (reducing agents)
dan senyawa pengkelat (chelatting agents). Polyvinipyrrolidone, gelatin dan
alkaloid juga dapat ditambahkan Untuk mengikat dan menghilangkan senyawa tanin.
Buffer ekstraksi yang mempunyai pH tinggi secara umum dapat membantu melepaskan
virus yang terikat pada dinding sel tanaman.
Kerusakan
virion akibat senyawa fenol dapat di atasi dengan menghambat terbentuknya
kompleks antara polifenol dan virus atau menghambat enzim pengoksidasi fenol
(polifenoloksidase). Kompleks antara senyawa fenol dan virus dapat di hambat
oleh peningkatan pH suspensi sertapenambahan nikotin sitrat, albumin, dan
kasein. Polifenoloksidase merupakan enzim dengan aktivator Cu++,
yang dapat di hambat dengan senyawa pengkelat Cu++ dan antioksidan.
Senyawa pengkelat yang dapat di gunakan antara lain adalah Na-DIECA (sodium
dietilditiokarbamat) atau Na-EDTA (sodium etilenediamintetra-asetat). Senyawa
antioksidasi yang dapat di gunakan adalah asam askorbat, sistein, sodium
sulfit,asam tioglikolat, dan merkaptoetanol.
Ion
Ca++ dan Mg++ sangat penting untuk memprtahankan keutuhan
virion. Ion tersebut juga terbuktimempunyai peranan dalam infeksi virus.
Penambahan ion tersebut dapat mengurangi pengaruh negatif dari penambahan
senyawa pengkelat (Na-EDTA dan Na-DIECA). Beberapa ion hidrogen dalam dapar
ekstraksi dapat mengikat ion Ca++ dan Mg++. Beberapa
dapar yang tidak mengikat ion Ca++ dan Mg++ adalah dapar
fosfat, borat, citrat, dan Tris [tris (hydroxymetil)].
Konsetrasi
ion hidrogen dalam media penghomogenan sangat penting untuk kestabilan virion.
Virion lebih stabil pada konsentrasi ion hidrogen pada titik isoelektris. Pada
umumnya, virus tumbuhan mempunyai titik isoelektris dibawah pH netral. Pada
kondisi alkali, konsentrasi ion hidrogen menjadi rendah sehingga ikatan antara
protein selubung dan asam nukleat virus akan melemah. Oleh sebab itu, pH tinggi
banyak digunakan untuk memisahkan antara asam nukleat dengan protein selubung
virus. Sebagai contoh, CCMV (cowpea chlorotic
mottle virus) mempunyai titik isoelektris 3,65 pada pH 5; pada pH 7 virion
akan membengkak sehingga asam nukleat virus menjadi peka terhadap ribonuklease.
Tabel
11. Jenis Dapar Yang Banyak Digunakan Untuk Perlakuan Penghomogenan Dalam
Pemurnian Virus Tumbuhan.
Dapar
|
Konsentrasi
|
Keasaman (pH)
|
Potasium fosfat
|
0,01-0,5 M
|
7,0-8,0
|
Sodium borat
|
0,05-0,5 M
|
7,6-8,5
|
Sodium asetat
|
0,1-0,5 M
|
4,5-6,2
|
Sodium sitrat
|
0,1-0,5 M
|
6,0-7,4
|
Tris-HCl
|
0,1 M
|
7,2-8,4
|
Kestabilan
virion juga dipengaruhi oleh kekuatan ion larutan (ionic strength). Beberapa virus tumbuhan lebih stabil pada dapar
yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi. Sebagai contoh, BSMV (barley stripe mosaic virus) lebih stabil
di dalam dapar Tris pH 7 dengan konsentrasi 0,1-0,2M dari pada dalam dapar Tris
dengan pH yang sama tapi mempunyai konsentrasi larutan yang lebih rendah.
Ekstraksi daun
dapat dilakukan dengan menggunakan mortar atau blender untuk jumlah yang lebih
banyak. Virus masih dapat bertahan selama beberapa menit jika suhu dapat dijaga
selalu di bawah 30o C. Untuk virus yang tidak stabil, suhu dapar
yang digunakan harus rendah. Virus yang berada dalam jaringan pembuluh ayak,
seperti Luteovirus, membutuhkan
nitrogen cair atau perlakuan enzim untuk melepaskan virus dari jaringan pembuluh
ayak dan menjaga agar virus tidak rusak.
3.
Denaturasi dan Klarifikasi
Tahap
awal dalam pemurnian virus tumbuhan dari ekstrak tanaman inang adalah
menghilangkan makro molekul yang berasal dari tanaman inang. Ekstrak daun
mengandung protein, ribosom, polisom, fragmen selaput sel,organel, dan dinding
sel. Kandungan makro molekul itu beragam tergantung pada umur fisiologi daun.
Ekstrak daun muda lebih banyak mengandung ribosom dan berbagai jenis protein di
bandingkan dengan daun yang lebih tua. Kestabilan dan keaktifan anzim dari
protein juga beragam tergantung pada umur daun.
Kebanyakan
protein tidak dapat di endapkan bersama virus pada sentrifus kecepatan tinggi
dan masih terdapat fraksi cair hasil sentrifus. Beberapa bagian yang dapat
mengendap bersama virus adalah fragmen selaput, kloroplas, mitokondria, organel
lainnya ( ribosom, polisom, rubisco [ribulose
bis-phosphate carboxylase]), dan fitoferitin. Kebanyakan prosedur pemurnian
virus bertujuan untuk mendenaturasi, melarutkan dan mengendapkan bahan tersebut
tanpa merusak virus yang diinginkan.
Pembekuan
jaringan tanaman sebelum ekstraksi dapat merusak bagian tanaman tanpa merusak
virus. Triton X-100 (nonionic detergent)
dapat digunakan untuk melarutkan kloroplas dan selaput sel tanaman inang.
Triton X-100 memengaruhi virus yang mempunyai mantel lipoprotein.
Ekstrak
daun dengan volume yang sama dengan kloroform banyak digunakan untuk membuang
bagian tanaman yang berwarna. Beberapa pelarut organik seperti kloroform,
butanol, dan aseton dapat digunakan untuk mendenaturasi protein yang tetdapat
dalam kloroplas, mitokondria, dan retikulum endoplasma. Eter banyak digunakan
untuk pemurnian virus yang berbentuk tongkat.
4.
Pemisahan dan Pengendapan Virus
a.
Presipitasi Polietilen Glikol (PEG)
protein
selubung virus dapat bermutan positif atau negatif tergantung pada kondisi ion
larutan. Penambahan reagen yang dapat menetralkan muatan atau mendehidrasi
virion dapat mengakibatkan terjadinya presipitasi virus. Virion yang telah
mengalami presipitasi akan mudah diendapkan dengan sentrifus kecepatan rendah.
Polietilen
glikol (PEG) merupakan polimer dari rantai panjang etilen oksida dengan rumus
molekul.
HO-CH2(CH2-OCH2)nCHOH
PEG
larut dalam air, bersifat anhidrous dan mampu menyerap air. PEG dapat mengendapkan
virus dengan cara dehidrasi virion.
b.
Ultrasentrifus dan Sentrifus Gradien
Ultrasentrifus merupakan metode
pemisahan dan pengendapan virus. Pelapisan dasar tabung sentrifus dengan
larutan sukrosa 20% membantu memisahkan virus dari bagian tanaman lainnya.
Selain itu, pelapisan tersebut dapat mengurangi agregasi antar virion.
Sentrifus yang terlalu lama dapat menimbulkan kontaminasi dari makro molekul
yang mempunyai laju sedimentasi lebih rendah dari virus.
Sentrifus Gradien merupakan metode yang
efisien digunakan untuk memisahakan virion dengan makro molekul tnaman inang.
Sentrifus gradien adalah pemisahan berdasarkan koefisien sedimentasi dari makro
molekul yang ada dalam suspensi virus. Gradien sukrosa 20% - 50% banyak
digunakan untuk memisahkan virus dengan makro molekul yang lain.
B. Serologi Virus Tumbuhan
Reaksi
khas antara antibodi dan antigen terjadi pada reaksi pertahanan hewan apabila
kemasukan antigen (patogen atau benda asing). Reaksi khas itu dapat juga
terjadi secara in vitro apabila
amtibodi yang diproduksi hewan itu di isolasi dan di reaksikan dengan anti gen
yang mengimbasnya. Sifst khas reaksi antibodi dan antigen dimanfaatkan sebagai
alat identifikasi patogen dan diagnosis penyakit virus pada tanaman. Secara
umum, reaksi serologi dapat digambarkan sebagai berikut.

Pada
mulanya, uji serologi ini dimanfaatkan dalam identfikasi patogen yang menyerang
manusia dan hewan. Namun, sejak Beale pada tahun 1928 berhasil mengimbas
pembentukan antibodi khas untuk TMV, uji serologi sudah menjadi standar
identifikasi virus pada laboratorium virologi.
Dasar-dasar imunologi dapat
dipahami sebagai berikut. Apabila hewan percobaan di injeksi antigen (benda
asing), sel APC (antigen- Preenting cells) sel T sel B akan
bereaksi mengimbas terbentuknya antibodi yang khas terhadap antigen. Antibodi
yang terbentuk akan bereaksi dengan antigen dan membentuk kompleks
antibodi-antigen dalam bentuk endapan.reaksi itu dinamakan dengan reaksi
pertahanan.
Reaksi
pertahanan dalam hewan dapat berupa imunitas humoral atau imunitas sel.
Imunetas humoral atau imunitas sel. Imunitas
humoral adalah reaksi ketahanan yang terjadi melalui pembentukan antibodi
yang kompatibel dengan antigen. Sebaliknya, imunitas
sel merupakan reaksi ketahanan yang terjadi melalui penghancuran benda
asing secara langsung dengan enzim. Pada kasus tertentu, benda asing rusak
selama tanggap imunitas sel sehingga tidak terbentuk antibodi dan benda asing
tersebut tidak antigenik.
1. Antigen
Antigen adalah setiap senyawa yang
mampu mengimbas tanggap imun bila diinjeksikan ke dalam hewan berdarah panas.
Senyawa yang dapat merangsang terbentuknya antibodi biasanya merupakan benda
asing yang secara genetika tidak dapat disandikan oleh hewan percobaan. Antigen
merupakan makromolekul atau partikel
yang terdiri atas protein atau
polisakarida. Secara umum, bobot molekul (BM) senyawa yang dapat mengimbas terbentuknya antibodi adalah
≥ 5000, walaupun da beberapa molekul yang lebih kecil yang dapat mengimbas
terbentuknya antibodi. Keimunogenan antigen tergantung pada sifat fisikokimiawi
suatu senyawa, hewan percobaan, dan metode imunisasi yang digunakan.
Kreaktifan
antigen (antigenic reactivity) adalah
kemampuan antigen untuk membentuk ikatan khas dengan antibodi. Bafian antigen
yang mampu mengimbas antibodi dikenal juga dengan istilah epitop atau antigen determinant. Epitop mempunyai
struktur tiga dimensi dari asam amino yang kompatibel dengan bagan pengikat
dari molekul antibodi. Ada dua tipe epitop, yaitu epitop runutan 5-7 asam amino
(comformational determinant).
Antibodi yang diimbas oeh epitop struktur polipeptida tidak dapat bereaksi
dengan bentuk linier dari polipeptida antigen tersebut.
Epitop pada
suatu antigen dapat dipisahkan menggunakan reaksi enzimatis. Walaupun epitop
tersebut terlalu kecil untuk mengimbas terbentuknya antibodi, tetapi molekul
tersebut terlalu kecil untuk mengimbas terbentukny antibodi,tetai molekul
tersebut dapat diikatkan pada suatu molekul pembawa (carier) seperti bovine serum
albium. Molekul pembawa yang dapat
digunakan untuk memproduksi antibodi dari epitop yang mempunyai bobot molekul
rendah dikenal dengan istilah helper.
2. Antibodi
Antibodi
diproduksi oleh hewan sebagai tanggapan terhadap adanya antigen yang masuk ke
dalam sistem peredaran darahnya. Antibodi adalah protein kelompok senyawa
imunoglobuin yag secara khas dapat diberikan dapat berikatan dengan antigen.
Antibodi diprodksi oleh sel plasma yaitu populasi sel merupakan dedferensiasi
dari sel limposit-B. Antibodi dalam konsentrasi tertentu terdapat dalam serum
darah. Serum darah yang mengandung antibodi dikenal juga dengan istilah antiserum. Selama reaksi pertahanan,
antibodi beredar bersama darah dan cairan limpa ke beberapa target untuk
mengikat antigen. Molekul antibodi mempunyai satu atau lebih sisi ikat yang
dikenal dengan istilah paratop (paratope).
Paratop itu akan bereaksi hanya dengan moekul antigen yang mengimbasnya.
Imunoglubulin
merupakan protein fungsi yang terbentuk huruf Y. Imunoglubulin terdiri atas
struktur dasar, yaitu dua rantairingan L (light
chains) dan dua rantai berat H (heavy
chains). Rantai asam amino penyusun antibodi diikat oleh ikatan nirkovalen
dan disulfida. Imunoglobulin terdiri atas lima tipe rantai H, yat
IgG,IgM,ID,dan IgE, tetapi mempunyi rantai ringan yang sama. Bila polipeptida
dari molekul imunoglobulin dipisahkan, maka rantai H mempunyai BM 50.000 –
70.000 dalton dan rantai L 20.000 – 25.000
dalton.
Konsentrasi IgD
dan IgE dalam serum darah sangat rendah. Kedua tipe itu berperan sangat
kecildalam reaksi imun. Sampai saat ini, hanya dua kelas antibodi,yaitu IgG dan
IgM yang banyak dipelajari dengan digunakan dalam serologi virus tumbuhan. IgG
paling dominan dalam serum darah, yaitu 75% dari seluruh molekul imunoglobulin.
3. Antibodi
poliklon
Antibodi poliklon
merupakan suatu populasi yang bereaksi terhadap lebih dari satu epitop. Antiodi
poliklon diperoleh dari serum darah hewan yang telah diimunisasi dengan antigen
yang mempunyai lebih dari satu epitop. Antibodi pertama kali di produksi oleh
hewan apabila diinjeksi antigen adalah IgM atau disebut juga tanggap imun
primer. Konsentrasi IgM mencapai puncak pada 10 hari setelah
imunisasi dan setelh itu konsentrasi IgM akan menurun. Setelah konsentrasi IgM
menurun ,IgGakan diproduksi dan mencapai puncak pada 14 hari setelah imunisasi.
Apabila injeksi dilakukan lagi, maka IgGakan diroduksi lebih dominan sebagai tanggap imun skunder.
Setiap hewan
berdarah panas dapat dijadikan sebagai hewan percobaan untuk produksiantibodi
poliklon. Kelinci, ayam, burung puyuh,tikus,kambin babi, dan mencit paling
banyak digunakan untuk membuat antiserum. Diantara hewan itu, kelinci merupakan
hewan murah, mempunyai konsentrasi antibodi yang relatif tinggi, dan memerlukan
sedikit antigen imunisasi.
4. Imunisasi
Imunisasi adalah
suatu proses memasukkan antigen ke dalam sistem peredaran darah hewan penghasil
antiserum. Konsentrasi antigen yang dibutuhkan untuk imunisasi tergantung pada
sifat antigen, hewan percobaan, dan metode injeksi. Periode imunisasi yang
lebih panjang dapat menghasilkan konsentrasi antibodi yang lebih tinggi, tetapi
akan menghasilkan kekhasan antibodi yang lebih rendah.
Metode imunisasi
yang biasa digunakan untuk meningkatkan produksi antibodi adalah kombinasi
injeksi pembuuh darah (intravenous)
dan otot (intramuscular) dalam
periode injeksi 3-4 minggu.injeksi ke dlam pembuluh darah mampu mendistribusi
antien secara relatif ebih cepat, tetapi antigen secara lebih cepat, tetapi
antigen dapat rusak lebih cepat dalam sisem peredaran darah hewan. Antigen
dapat dicampur dengan ajuvan sebelum diinjeksikan untuk meningkatkan
konsentrasi antibodi yang ihasilkan.ajuvan berfungsi sebagai pengemulsi antigen
dan sebagai depot antigen dalam jaringan hewan. Ajuvan akan melepaskan antibodi
secara lambat,sehingga akan mengimbas terbentuknya antibodi lebih banyak.
Pencampuran
antara larutan antigen dan ajuvan (freud,s
adjuvan) dengan perbandingan 1;1 banyak digunakan untuk injeksi ke dalam
otot. Ajuvan mengandung parafin oil,
pengemulsi, dan mannide monooleat. Ajuvan lengkap (complete freud,s adjuvans) juga mengandung Mycobacterium tubercolosis yang telah dimatikan dengan perlakuan
panas. Ajuvan lengkap lebih efektif untuk mengimbas tanggap imun dibandingkan
dengan ajuva tidak lengkap biasa diberikan untuk pertama dengan metode injeki
otot dengan seterusnya digunakan ajuvan.
Tidak lengkap. Skema pembuatan
antibodi poliklon untuk virus tumbuhan dapat dilihat pada gambar 42.
C.
Teknik Serologi Virus Tumbuhan
1.
Teknik
Difusi Agar
Uji
serologi menggunakan teknik difusi agar merupakan teknik serologi yang banyak
digunakan untuk deteksi dan identifikasi virus tumbuhan. Teknik difusi agar
terdiri atas teknik difusi agar tunggal (single
diffusion) dan difusi agar ganda (double
diffusion). Dalam difusi agar tunggal, antigen yang akan dideteksi
berdifusi pada media yang mengandung antibodi. Presipitasi sebagai tanda reaksi
positif reaksi antigen dan antibodi
terjadi di sekitar lubang antigen. Sebaiknya, pada teknik difusi agar ganda,
antigen dan antibodi berdifusi dalam media agar. Presipitasi pada teknik difusi
agar ganda terjadi di antara lubang antigen dan antibodi.
a. Teknik
Difusi Agar Tunggal
1)
Difusi
Agar Tunggal Menggunakan Tabung Reaksi

Pada
uji serologi dengan teknik difusi agar tunggal, antigen dalam bentuk cair
berdifusi dalam agar yang mengandung antiserum. Agar yang mengandung antiserum
dibuat dalam tabung kecil (10 x 15 mm). Presipitasi terjadi apabila antigen
bergerak kebawah melalui difusi dalam matrik agar (Gambar 43). Kecepatan difusi
antigen tersebut ditentukan oleh koefisien difusi antigen, konsentrasi antigen
dan antibodi, serta sifat fisik dan kimia agar. Apabila reaksi itu positif,
akan terjadi presipitasi yang merupakan reaksi antara antigen dan antibodi.
2) Difusi
Agar Tunggal Menggunakan Cawan Petri
![]() |
Pada uji serologi difusi agar tunggal menggunakan cawan petri, antigen berdifusi dalam agar yang mengandung antiserum (Gambar 44). Apabila antigen dan antibodi sesuai, maka akan terjadi presipitasi berupa bintik putih membentuk cicin disekitar antigen.
Gambar 44. Uji serologi dengan teknik
difusi agar tunggal. Presipitasi berbentuk cicin merupakan hasil reaksi antigen
dan antibodi; konsentrasi virus (antigen) dalam sampel dapat diamati
berdasarkan ketebalan presipitasi (Hamton et al., 1990).
b. Teknik
Difusi Agar Ganda
1)
![]() |
Difusi Agar Ganda dalam Tabung Reaksi (Oakley and Fulthorpe Technique)
Pada
difusi agar ganda dengan teknk ini, antigen dan antibodi secara bersamaan
berdifusi dalam agar yang tidak mengandung antiserum, seperti halnya pada
difusi agar tunggal. Tata letak antigen dan antiserum di dalam tabung reaksi
yang dipakai untuk uji serologi dapat dilihat pada Gambar 45.
2) Difusi
Agar Ganda dalam Cawan Petri (Ouchterlony
Technique)
![]() |
Pada uji serologi difusi agar ganda, antigen danantibodi diletakan pada agar. Pertemuan dan persipitasi antigen-antibodi terjadi pada agar yang terletak di antara lubang antigen dan antibodi. Hasil uji serologi dengan teknik difusi agar ganda dapat dilihat pada Gambar 46.
Gambar 46. Hasil uji serologi
dengan teknik difusi agar ganda (Hamton et al., 1990)
(B) Antiserum potato virus Y (PVY).
(1) PVY yang menyerang kentang.
(2) PVY yang menyerang cabai.
(3) TEV yang menyerang tembakau.
(4) TEV yang menyerang cabai.
(5) dan (6) Tanaman sehat.
2.
Enzim-Linked
Immunnosorbent Assays (Elisa)
ELISA
(Enzim-Linked Immunnosorbent Assays)
telah banyak mengalami modifikasi sejak pertama kali teknik ini deperkenalkan.
Ciri utama ELISA adalah digunakannya enzim (alkalin fosfatase atau peroksidase)
untuk reaksi imunilogi. ELISA digunakan pertama kali pada tahun 1969 untuk
dekteksi virus. Ikatan kovalen antara molekul imunogglobulin dan enzim dapat
digunakan untuk mengaplifikasi reaksi antigen-antibodi. Penemuan ini telah
membawa dampak yang sangat besar dalam meningkatkan daya deteksi serologi. Pada
virus tumbuhan, ELISA pertama kali digunakan pada tahun 1977 (Clark & Adam
(1977)). ELISA telah digunakan untuk mendeteksi antigen yang berasal dari tanaman
seperti virus tumbuhan, mikoplasma (MLO), bakteri, dan jamur.
Saat
ini, ELISA banyak digunakan untuk mendeteksi patogen tanaman, khususnya pada
bahan tanaman yang diproduksi secara vegetatif. Secara umum, prosedur ELISA
yang banyak digunakan dalam virologi tumbuhan
adalah (1) ELISA langsung, (2) ELISA tak langsung, dan (3) ELISA
penangkap antigen atau ELISA lapis ganda (sandwich).
a.
ELISA Langsung

b. ELISA Tak Langsung
ELISA tak
langsung adalah apabila enzim diikatkan pada
antibodi sekunder yang berkaitan dengan antibodi primer (Gambar 48). ELISA tak
langsung merupakan metode ELISA yang paling sederhana yang dapat digunakan
untuk mengukur konsentrasi antibodi. Antigen dan antibodi sekunder biasanya
dibuat konstan dan yang berubah adalah antibodi primer. Pada gambar di bawah
ini dapat dilihat perbedaan kedua prosedur ELISA tersebut.
c. ELISA Lapis Ganda( ELISA
Sanwich)
ELISA lapis
ganda dicirikan oleh antibodi pengangkap antigen yang diikatkan pada fase padat
(Gambar 49). Teknik ini dapat diikuti dengan ELISA langsung ataupun ELISA tak
langsung.
D.
Rangkuman
Pemisahan virion
dengan bagian tanaman inang secara in vitro dikenal dengam istilah pemurnian
virus. Virus murni diperlukan sebagai antigen dalam produksi antiserum. Oleh
sebab itu, prosedur pemurnian virus harus mampu menghasilkan virus murni berupa
virion yang utuh dan tidak dicampuri
oleh sisa tanaman inang. Kemurnian virion merupakan faktor penting yang harus
diperhatikan untuk memproduksi antibodi virus. Virus yang tidak murni apabila
dijadikan antigen akan menghasilkan antibodi yang selain bereaksi dengan virus
juga bereaksi dengan bagian tanaman yang tersisa. Sisa tanaman itu dapat juga
mengimbas terbentuknya antibodi selain virion. Antigen yang tidak murni akan menghasilkan
antibodi yang bereaksi tidak khas terhadap virus yang menjadi sasaran deteksi.
Antigen adalah
setiap senyawa yang mampu mengimbas tanggap imun bila di injeksikan ke dalam
hewan berdarah panas. Senyawa yang dapat merangsang terbentuknya antibodi
biasanya merupakan benda asing yang secara genetika tidak dapat disandikan oleh
hewan percobaan. Antigen merupakan makromoekul atau partikel yang terdiri atas
protein atau polisakarida. Secara umum, bobot molekul (BM) senyawa yang dapat
mengimbas reaksi antibodi adalah ≥ 5000,
walaupun ada beberapa molekul yang lebih kecil yang dapat mengimbas
terbentuknya antibodi. Keimunogenan antigen tergantung pada sifat fisikokimiawi
suatu senyawa, hewan percobaan, dan metode imunisasi yang digunakan.
Antibodi diproduksi
oleh hewan sebagai tanggapan terhadap adanya antigen yang masuk kedalam sistem
peredaran darahnya. Antibodi adalah protein kelompok senyawa imunoglobulin yang
secara khas dapat berikatan dengan antigen. Antibodi diproduksi oleh sel plasma
yaitu opulasi sel yang merupakan deferensiasi dari sel limposit-B. Antibodi
dalam konsentrasi tertentu terdapat dalam serum darah dan serum darah yang
mengandung antibodi dikenal juga dengan istilah antiserum. Selama reaksi
pertahanan, antibodi beredar bersama darah dan cairan limpa ke beberapa target
untuk mengikat antigen. Molekul antibodi mempunyai satu atau lebih sisi ikat
yang dikenal dengan istilah paratop. Paratop itu akan bereaksi hanya dengan
molekul antigen yang mengimbasnya.
Uji serologi
menggunakan teknik difusi agar merupakan teknik serologi yang banyak digunakan
untuk deteksi dan identifikasi virus tumbuhan. Teknik difusi agar terdiri atas
teknik difusi agar tunggal dan difusi agar ganda (double diffusion). Difusi
agar tunggal adalah apabila antigen yang akan dideteksi berdifusi pada media
yang mengandung antibodi. Presipitasi sebagai tanda reaksi positif reaksi
antigen dan antibodi terjadi disekitar lubang antigen. Sebaliknya,
pada teknik difusi agar ganda,
antigen dan antibodi berdifusi dalam media agar. Presipitasi pada teknik difusi
agar ganda terjadi di antara lubang antigen dan antibodi.
ELISA telah
banyak mengalami modifikasi sejak pertama kali teknik ini di perkenalkan. Ciri
utama ELISA adalah digunakannya enzim (alkalin fosfatase atau peroksidase)
untuk reaksi imunologi. Teknologi deteksi virus merupakan pengetahuan yang
diperlukan dalam kajian epidemiologi penyakt virus.
ELISA digunakan
pertama kali pada tahun 1969 untuk deteksi virus. Ikatan kovalen antara molekul
imunoglobulin dan enzim dapat digunakan untuk mengamplifikasi reaksi
antigen-antibodi. Peneman ini telah membawa dampak yang sangat besar dalam
meningkatkan daya deteksi serologi. ELISA telah digunakan untuk deteksi antigen
yang berasal dari tanaman sperti virus tumbuhan, mikoplasma (MLO), bakteri, dan
jamur. Saat ini, ELISA banyak digunakan untuk deteksi patogen tanaman khususnya
pada bahan tanaman yang diproduksi secara vegetatif. Secara umum, prosedur
ELISA yang banyak digunakan dalam virologi tumbuhan adalah (1) ELISA langsung,
(2) ELISA tak langsung, dan (3) ELISA penangkap antigen atau ELISA lapis ganda.
E.
DAFTAR PUSTAKA
Akin, H.M., S. Susanto, and YB,
Sumardiyono, 1995. Pemurnian Garlic
Mosaic Virus.
BPPS-UGM 8 (3B) : 325-335.
Akin, M.H., Susamto, and
Sumardiyono. 1993. “Penggunaan SDS
polyacrilamede
gel elektroforesis untuk menoptimasi prosedur
pemurnian
garlic mosac virus.” Dalam: Simposium dan Seminar Nasional PFI, Yogyakarta 6-9
September 1993.
Hamton, H., E. Ball, S.De Boer. 1990.
Serological Methods for Detection and Identification of Viral and Bacterial
Plant Pathogen. APS Press. Minnesota, 389 p.
Matthews, R.E.F. 1991.Plant
Virologi. 3rd Ed. Academic Press. New York.
Matthews, R.E.F. 1992. Fundamental
of Plant Virology. 3rd Ed. Academic Press. New York.
Van Regemortel, M.H.V.1982. Serology and
immunochemistry of plant viruses. Academic Press. New York.
F.
Pelatihan
1. Prinsip dasar yang harus diperhatikan
dalam pemurnian virus tumbuhan adalah (1) ..., (2) ..., (3) ..., (4)
2. Tanaman perbanyakan virus lebih baik
apabila tanaman itu mengandung senyawa (1) ..., (2) ..., dan (3) ... dalam
kadar rendah, karena senyawa tersebut dapat merusak dan mengaktifkan virion
dalam proses pemurnian.
3. Pemisahan dan pengendapan virus dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu (1) ..., (2) ..., dan (3) ...
4. Secara umum, reaksi serologi dapat
digambarkan sebagai berikut: (1) ...+ (2)....→ Presipitasi
5. Senyawa yang mampu mengimbas tanggap
imun bila diinjeksikan kedalam hewan berdarah panas disebut (1) ..., sedangkan
molekul protein kelompok imunoglobulin yang diproduksi hewan percobaan dan
bereaksi khas terhadap senyawa itu disebut (2) ...
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan (1)
epitop, (2) paratop, (3) antibodi poliklon!
7. Teknik uji serologi yang banyak
digunakan dalam virologi tumbuhan meliputi teknik serologi yang konvensional
seperti (1) ... dan teknik serologi yang mutakhir seperti (2)...
8. Teknik difusi agar terdiri atas
(1) ..., (2) ...
9. Secara umum, ELISA yang banyak
digunakan dalam virologi tumbuhan adalah (1) ..., (2) ..., dan (3) ...
Comments
Post a Comment