Laporan praktikum nemtoda
LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI “Pengamatan Morfologi Nematoda Trematoda Dan Cestoda”
LAPORAN PRAKTIKUM
PARASITOLOGI
“ Pengamatan Morfologi Nematoda Trematoda Dan Cestoda”
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Parasit merupakan suatu organisme yang hidup di luar ataupun di dalam tubuh hewan yang untuk kelangsungan hidupnya memperoleh perlindungan dan mendapatkan makanan dari induk semangnya (hospes). Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad-jasad yang hidup untuk sementara atau tetap didalam atau pada permukaan jasad lain dengan maksud untuk mengambil makanan sebagian atau seluruhnya dari jasad itu (parasitos = jasad yang mengambil makanan; logos =ilmu) (Hirani, 2012).
Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit berupa cacing. Yang mana berdasarkan taksonomi dibagi menjadi nemathelminthes dan platyhelminthes. Platyhelminthes dibagi menjadi kelas trematoda (cacing daun) dan kelas cestoda (cacing pita). Sedangkan nemathelminthes terdiri dari kelas nematoda (cacing gilig). Pada praktikum ini dilakukan pengamatan morfologi pada cacing dari kelas cestoda, nematoda dan trematoda yaitu antara lain cacing Ascaridia galli , cacing Ascaris lumbricoides, cacing Enterobius vermicularis, cacing
Taenia saginata , cacing Raillietina tetragona, dan cacing Fasciola hepatica (Hadarsan,2005).
1. Tujuan
1. Untuk mengetahui morfologi cacing Ascaridia galli
2. Untuk mengetahui morfologi cacing Ascaris lumbricoides
3. Untuk mengetahui morfologi cacing Enterobius vermicularis
4. Untuk mengetahui morfologi cacing Taenia saginata
5. Untuk mengetahui morfologi cacing Raillietina tetragona
6. Untuk mengetahui morfologi cacing Fasciola hepatica
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nemathelminthes
Nemathelminthes merupakan kelompok hewan cacing yang memiliki tubuh bulat panjang dengan ujung yang runcing. Secara bahasa, Kata Nemathelminthes berasal dari bahasa yunani, yaitu “Nema” yang artinya benang, dan “helmintes” yang artinya cacing. Nemathelminthes sudah memiliki rongga pada tubuhnya walaupun rongga tersebut bukan rongga tubuh sejati. Rongga tubuh pada Nemathelminthes disebut pseudoaselomata. Cacing ini memiliki tubuh meruncing pada kedua ujung sehingga disebut cacing gilig. Ukuran tubuh Nemathelminthes umumnya miksroskopis, namun adajuga yang mencapai ukuran 1 m. Cacing Nemathelminthes kebanyakan hidup parasit pada tubuh manusia, hewan, atau tumbuhan, namun adapula yang hidup bebas. Ukuran dari cacing betina lebih besar dari cacing jantan (Kadarsan,2005).
Tubuh dari cacing ini tidak memiliki segmen dan lapisan luar tubuhnya licin serta dilindungi oleh kutikula agar tidak terpengaruh oleh enzim inangnya. Tubuhnya dilapisi oleh tiga lapisan (tripoblastik), yaitu lapisan luar (Ektodermis), lapisan tengah (Mesoderm), dan lapisan dalam (Endoderm). Kulit hewan ini tidak berwarna dan licin (Kadarsan,2005).
Gambar Struktur Tubuh Nemathelminthes
Nemathelminthes telah memiliki organ saluran pencernaan yang lengkap, yaitu mulut, faring, usus, dan anus. Mulut terdapat pada ujung depan dan anus terdapat pada ujung belakang. Setelah makanan dicerna, sari makanan tersebut akan diedarkan ke seluruh tubuh melalui cairan pada rongga tubuhnya. Tubuhnya belum memiliki sistem pembuluh darah, sehingga tidak memiliki sistem respirasi, pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi melalui proses difusi, yaitu perpindahan zat dari tempat konsentrasi tinggi ke tempat konsentrasi rendah. ciri-ciri nemathelminthes yaitu:
Merupakan cacing dengan tubuh bulat panjang seperti benang dengan kedua ujung tubuh yang runcing
Memiliki tiga lapisan tubuh (Triploblastik) yaitu lapisan tubuh luar (ektoderm), tengan (mesoderm), dan lapisan tubuh dalam (Endoderm).
Tubuhnya memiliki rongga, namun bukan rongga tubuh sejati sehingga rongga ini disebut Pseudoaselomata.
Kulitnya halus, licin, tidak berwarna dan dilapisi oleh kutikula yang berfungsi melindunginya dari enzim pencernaan inang.
Sistem pencernaannya sudah lengkap
Belum memiliki sistem sirkulasi dan sistem respirasi (pernapasan). Sistem saraf merupakan saraf cincin.
2.2 Platyhelminthes
Asal nama Platyhelminthes berasal dari bahasa yunani, yaitu ' platy' yang berarti pipih dan ' helminthes' yang berarti cacing. Plathyhelmintes (cacing pipih) ini berbentuk pipih, lunak, dan simetri bilateral. Dapat hidup bebas di air tawar atau air laut, misalnya, Planaria dan sebagai parasit pada hewan atau manusia, misalnya, cacing hati. Cacing ini tidak mempunyai saluran pencernaan makanan dan anus. Platyhelminthes ada yang hidup bebas ada juga yang hidup sebagai parasit. Yup, parasit. Platyhelminthes kelas Trematoda hidup sebagai parasit di tubuh inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi bahkan manusia (Gandahusada,2000).
Tubuh Platyhelminthes memiliki tiga lapisan embrional, yaitu ektoderma, mesoderma, dan endoderma. Endoderm membatasi rongga gastrovaskuler. Diantara ekstoderm dan endoderm terdapat lapisan mesoderm. Mesoderm terdiri dari jaringan ikat yang longgar. Pada mesoderm terdapat organ-organ misalnya organ kelamin jantan dan betina (Brown,1979).
Cacing memiliki saluran pencernaan dari mulut, faring, menuju kerongkongan. Akan tetapi, cacing pipih tidak memiliki saluran pencernaan. Cacing pipih hanya memiliki usus yang bercabang-cabang menuju seluruh tubuh sehingga peredaran makanan tidak melalui pembuluh darah, tetapi langsung diedarkan dan diserap tubuh dari cabang usus tersebut. Sistem ini disebut dengan sistem pencernaan gastrovaskuler (Gandahusada,2000).
Platyhelminthes tidak memiliki anus atau sistem pembuangan. Pengeluaran dilakukan melalui mulut sedangkan sisa makanan berbentuk cair dikelurkan melalui permukaan tubuhnya. Sistem saraf hampir sama dengan sistem saraf pada Coelenterata, dapat bergerak aktif karena adanya sistem saraf dan sistem indra. Pada cacing hati terdapat dua bintik mata pada bagian kepalanya. Bintik mata tersebut mengandung pigmen yang disebut oseli. Indra peraba pada Planaria disebut aurikula (telinga), ada juga yang memiliki organ keseimbangan dan organ untuk mengetahui arah aliran air (reoreseptor) (Hall,1977).
Platyhelminthes bisa berreproduksi dengan cara aseksual dan seksual. Secara aseksual dilakukan dengan pembelahan tubuh. Tiap-tiap hasil pembelahan akan meregenerasi bagian tubuh yang hilang. Cara reproduksi aseksual tersebut biasanya dilakukan oleh Tubellaria sp. Platyhelminthes juga bisa bereproduksi secara seksual dengan cara perkawinan silang meskipun cacing pipih bersifat hermafrodit. Zigot dan kuning telur yang terbungkus kapsul akan menempel pada batu atau tumbuhan, kemudian menetas menjadi embrio yang mirip induknya (Hall,1977).
BAB III
METODELOGI
3.1 Alat dan bahan
Bahan :
Cacing Ascaridia galli jantan dan betina
Cacing Ascaris lumbricoides jantan dan betina
Cacing Enterobius vermicularis
Cacing Taenia saginata
Cacing Raillietina tetragona
Cacing Fasciola hepatica
Alat :
Alat bedah
Kaca pembesar (lup)
Mikroskop
Cawan petri
Paraffin blok
3.2 Cara Kerja
1. Diambil cacing jantan dan cacing betina dan diletakkan pada alat bedah (untuk preparat basah), untuk preparat awetan dengan mengamati preparat slide dibawah mikroskop.
2. Diamati dan digambar bentuk luar (morfologi) cacing :
Warna cacing
Diukur panjang tubuh cacing
Bentuk bibir
Ekor cacing jantan dewasa
Ekor cacing betina dewasa
Lubang kelamin
3. Dicari dan ditulis deskripsi
4. Digambar literatur sesuai dengan preparat
5. Dibuat klasifikasi yang lengkap
6. Dibuat daftar pustaka
NEMATODA CESTODA TREMATODA
Ascaridia galli
Ascaris
lumbricoides
Enterobius vermicularis
Taenia saginata
Raillietina tetragona
Fasciola hepatica
Warna Krem Coklat muda
-
Krem
-
Abu-abu (pinggir) dank rem (ditengah)
Panjang tubuh ♂ 7,5 cm
♀ 8,5 cm
♂ 18 cm
♀ 18 cm -
♂ 18 cm
♀ 18 cm -
♂ 2,5 cm
♀ 2,5 cm
Bentuk bibir Tiga bibir Tiga bibir
-
Sucker dan scolex
-
Sucker dan scolex
Bentuk ekor
♂
melingkar dengan spikulum
♀ lancip
♂
melingkar dengan spikulum
♀ lancip
-
Pipih
-
Pipih runcing
Bentuk kelamin
Dioseus (kelamin terpisah) ♂ sepasang
♀ satu saluran panjang berkelok
-
Dioseus (kelamin terpisah) -
♂ sepasang
♀ ovarium bercabang
Ascaridia galli Ascaris lumbricoides
Enterobius vermicularis
Taenia saginata
Raillietina tetragona
Fasciola hepatica
Dokumentasi
Literature
4.2 Pembahasan
1. Ascaridia galli
Ascaridosis yang disebabkan oleh cacing
Ascahdia galli merupakan penyakit parasitik yang sering menginfeksi temak unggas, khususnya ayam. Ascaridiosis dapat menyebabkan penurunan berat badan serta berat karkas (Raote et al., 1991) yang berkisardari 1,5 gram hingga 250 gram per ekor . Infeksi cacing ini dapat pula menurunkan jumlah telur dan berat telur hingga mencapai 33% (Tiuria, 1997). Cacing A. galli tersebar secara meluas pada negara-negara di suluruh dunia. Penyebaran ascaridiosis dapat terjadi pada keadaan temperatur tropis dan sub-tropis.
Ascaridia galli merupakan parasit besar yang umum terdapat di dalam usus kecil berbagai unggas peliharaan maupun unggas liar. Penyebarannya luas di seluruhdunia. Cacing A. galli merupakan cacing terbesar dalam kelas nematoda pada unggas. Tampilan cacing dewasa adalah semitransparan, berukuran besar, dan berwarna putih kekuning-kuningan (Admin,2008).
Pada bagian anterior terdapat sebuah mulut yang dilengkapi dengan tiga buah bibir, satu bibir terdapat pada dorsal dan dua lainnya pada lateroventral. Pada kedua sisi terdapat sayap yang sempit dan membentang sepanjang tubuh. Cacing jantan dewasa berukuran panjang 51 – 76 mm dan cacing betina dewasa 72 – 116 mm. Cacing jantan memiliki preanal sucker dan dua spicula berukuran panjang 1 – 2,4 mm, sedangkan cacing betina memiliki vulva dipertengahan tubuh. Telur A. galli
berbentuk oval, kerabang lembut, tidak bersegmen, dan berukuran 73–92 x 45–57µm (Levine, 1994).
Gambar Siklus hidup Ascaridia galli menurut Soulsby (1986 dalam Dwipayanti, 2008)
Menurut Soulsby (1982), klasifikasi cacing Ascarida galli (Schrank, 1788) yaitu:
filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Ascaridia (Skrjabin dan Schulz, 1940)
Famili : Ascarididae (Baird, 1835)
Genus : Ascaridia (Dujardin, 1845)
es : Ascaridia galli
2. Ascaris lumbricoides
Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh Nemathelminthes Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit. Hospes atau inang dari Askariasis adalah manusia. Cacing betina dewasa mempunyai bentuk tubuh posterior yang membulat (conical), berwarna putih kemerah-merahan dan mempunyai ekor lurus tidak melengkung. Cacing betina mempunyai panjang 22-35 dan memiliki lebar 3-66 mm. Sementara cacing jantan dewasa mempunyai ukuran yang lebih kecil, dengan panjang 12-13 cm dan lebarnya 2-4 mm, dengan warna yang sama dengan cacing betina, tetapi memiliki ekor yang melengkung ke arah ventral. Kepalanya mempunyai tiga bibir pada ujung anterior (bagian depan) dan mempunyai gigi-gigi kecil atau dentikel pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup atau dipanjangkan untuk memasukkan makanan (Soedarto, 1991).
Gambar Siklus Hidup Ascaris lumbricoides (sumber: http: //www.dpd.odo.gov /dpdx
Adapun klasifikasinya yaitu :
Phylum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Secernantea
Ordo : Ascaridida
Super famili : Ascaridoidea
Famili : Ascaridae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides (lineus : 1758)
(Jeffry HC dan Leach RM, 1983)
3. Enterobius vermicularis
Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing Enterobius vermicularis . Manusia adalah satu satunya hospes dari cacing ini. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan yang erat antara parasit ini dengan manusia dan lingkungan sekitarnya.
Penyebaran cacing kremi lebih banyak terjadi pada daerah dengan hawa dingin. Cacing kremi betina berukuran 8-13 mm x 0,44 mm dengan ekor panjang dan runcing sedangkan cacing kremi jantan berukuran 2-5 mm dengan ekor melingkar. Daur hidup cacing ini bekisar antara 2 minggu sampai 2 bulan. Penularan cacing kremi berkaitan dengan higiene sanitasi. Obat yang dapat diberikan diantaranya adalah mebendazol, pirantel pamoat, dll.
Gambar Daur hidup Enterobius vermicularis (Abidin San, 1993 dalam Lubis dkk , 2008)
Adapun klasifikasi dari cacing Enterobius vermicularis yaitu:
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Oxyurata
Famili : Oxyuridae
Genus : Enterobius
Spesies : Enterobius vermicularis (Linnaeus , 1758)
4. Taenia saginata
Taeniasis saginata merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing Taenia saginata. Cacing ini merupakan cacing pita dari sapi. Hospes definitif dari cacing pita Taenia saginata adalah manusia ,
sedangkan hewan memamah biak dari keluarga bovidae, seperti sapi, kerbau dan lainnya adalah hospes perantara. Penyebaran dari cacing ini kosmopolit.
Taenia saginata adalah salah satu cacing pita yang berukuran besar dan panjang terdiri atas kepala yang disebut skoleks, leher dan strobila yang merupakan rangkaian ruas-ruas proglotid, sebanyak 1000 – 2000 buah. Panjang cacing 4 – 12 meter atau lebih. Termasuk cacing hemaprodit. Lubang kelamin letaknya selang seling pada sisi kanan atau kiri strobila. Strobila terdiri atas rangkaian proglotid yang belum dewasa (imatur) yang dewasa (matur) dan yang mengandung telur atau disebut gravid. Pada proglotid yang belum dewasa, belum terlihat struktur alat kelamin yang jelas. Sedangkan pada proglotid yang dewasa terlihat struktur atau alat kelamin seperti folikel testis yang berjumlah 300 – 400 buah, tersebar di bidang dorsal.
Gambar siklus hidup Taenia saginata
Adapun klasifikasinya yaitu :
Phylum : Platyhelminthes
Class : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Family : Taeniidae
Genus : Taenia
Species :Taenia saginata (Purnomo, 1987)
5. Raillietina tetragona
Raillietina tetragona merupakan cacing pita ukuran sedang, yang mempunyai panjang 25 cm dan lebar 3 mm dan skoleks. Cacing ini menyerang bagian usus kecil unggas. yang melekat pada mukosa usus di daerah separuh bagian belakang. Masa prepaten minimum setelah sistiserkoid termakan hospes adalah 13 hari (Tabbu, 2002).
Telur yang dihasilkan berdiameter 25-50 mikron dan pada umumnya disimpan dalam satu kantong. Siklus hidup cacing ini melewati inang perantara yang berupa lalat dan serangga. Unggas terinfeksi dengan memakan hospes perantara yang mengandung sistiserkoid. Sistiserkoid terbebes dari tubuh hospes oleh aksi dari enzim pencernaan.
Unggas yang terserang cacing pita akan mengalami kekurusan, kelesuan, dan anemia yang pada akhirnya akan diikuti dengan merosotnya produksi. Siklus hidup cacing pita yang juga dikenal dengan cestoda pada unggas umumnya melewati inang perantara/vektor seperti kepiting, kutu air, crustacea dan katak (unggas air). sedang pada unggas darat (ayam) lebih sering menggunakan inang perantara insekta terbang (lalat, kumbang), semut dan cacing tanah.
Adapun klasifikasinya antara lain:
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Cestoda
Ordo : Davaineidea
Family : Davaneidae
Genus : Raillietina
Spesies : Raillietina tetragona
6. Fasciola hepatica
Fasciola hepatica merupakan suatu parasit cacing pipih dari kelas Trematoda, filum Platyhelminthes yang menginfeksi hati dari berbagai mamalia, termasuk manusia. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini disebut fascioliasis.
Bentuk tubuh seperti daun. Bentuk luarnya tertutup oleh kutikula yang resisten,merupakan modifikasi dari epidermis. Cacing dewasa bergerak dengan berkontraksinya otot-otot tubuh, memendek, memanjang dan membelok. Dalam daur hidup cacing hati ini mempunyai dua macam inang yaitu:
Inang perantara yakni siput air, dan Inang menetapnya yaitu hewan bertulang belakang pemakan rumput seperti sapi dan domba.
Merupakan entoparasit yang melekat pada dinding duktusbiliferus atau pada epithelium intestinum atau pada endothelium venae dengan alat penghisapnya. Makanan diperoleh dari jaringan-jaringan, sekresi dan sari-sari makanan dalam intestinum hospes dalam bentuk cair,lendir atau darah.
Pada spesies Fasciola hepatica , c acing dewasa berwarna coklat abu-abu dengan bentuk seperti daun, pipih, melebar dan lebih melebar keanterior dan berakhir dengan tonjolan berbentuk conus. Ukuran tubuh cacing dewasa dapat mencapai panjang 30 mm dan lebarnya 13 mm. Mempunyai batil isap mulut (oral sucker) dan batil isap perut (ventral sucker) yang besarnya hampir sama. Saluran pencernaan bercabang-cabang sampai ke ujung distal sekum. Testis dan kelenjar vitelin juga bercabang-cabang.
Adapun klasifikasinya yaitu :
Phyulm : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Ordo : Echinostomida
Famili : Fasciolidea
Genus : Fasciola
Spesies : Fasciola hepatica
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pengamatan morfologi cacing menggunakan spesies awetan dari 2 phylum yang berbeda yaitu Nemathelminthes dan Platyhelminthes. Nemathelminthes dibagi menjadi kelas Nematoda yang masing-masing spesies tersebut adalah
Ascaridia galli , Ascaris lumbricoides , dan Enterobius vermicularis. Ciri khusus yang dimiliki Nematoda adalah beberapa diantara spesiesnya memiliki kait dan memiliki 3 buah bibir. Sedangkan pada phylum Platyhelminthes yang dibagi lagi menjadi dua kelas yaitu cestoda dan trematoda. Anggota dari cestoda adalah spesies Taenia saginata dan Raillietina tetragona. Cestoda memiliki ciri khas yaitu tubuhnya yang terdiri dari rangkaian segmen yang tiap segmen disebut proglotid, dengan kepala (skoleks), dan alat hisap (sucker) yang dilengkapi kait yang terbuat dari kitin disebut rostellum. Anggota dari trematoda adalah spesies Fasciola hepatica .Anggota yang masuk dalam kelas trematoda merupakan cacing hisap. Dari semua spesies yang diidentifikasi maka, hewan tersebut didapati merupakan hewan endoparasit, yaitu parasit yang hidup di dalam tubuh induk semang.
5.2 Saran
Diharapkan pada praktikum seterusnya kelengkapan preparat dilaboratorium lebih dilengkapi sehingga mahasiwa dapat melihat bentuk preparat secara langsung dan lebih mudah dalam belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Athiroh, N. 2015. Petunjuk Praktikum Parasitologi . Malang: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Islam Malang.
Bendyrman, S.S. 2004. Aspek Biologis dan Uji Diagnostik Fasciola. Prodising Seminar Parasitologi dan Toksikologi Veteriner.
Brotowidjojo, M.D. 1989. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga.
Brown, H.W. 1979. Dasar Dasar Parasitologi Klinis. Jakarta: Penebar Swadaya.
Gandahusada, S.W. Pribadi dan D.I. Herry. 2000.
Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Jakarta.
Griffiths. 1991. Manual untuk Paramedis Kesehatan Hewan. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Hairani, Budi dan Annida. 2012. “Insidensi Parasit Pencernaan pada Anak Sekolah Dasar di Perkotaan dan Pedesaan di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan. Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang, Volume 4(2): 102-108.
Hall, H.T.B. 1977. Deseases and Parasites of Livestock in The Tropic. First Edition . London: Longman Group Ltd.
Kadarsan,S. 2005. Binatang Parasit. Bogor: Lembaga Biologi Nasional-LIPI.
Soedarto, 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.
Jakarta: CV Agung Seto.
Comments
Post a Comment