TANAMAN KELAPA SAWIT DAN KARET
NAMA:HAIRIL
ANWAR
NIM:1303015044
PRODI:AGROEKOTEKNOLOGI/HPT
TUGAS
MK: TANAMAN KELAPA SAWIT DAN KARET
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Kelapa
sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk golongan tumbuhan palma. Pertama kali ditanam
secara massal pada tahun 1911 di daerah asalnya, Afrika Barat. Namun kegagalan
penanaman membuat perkebunan dipindahkan ke Kongo. Di Indonesia penyebarannya
di daerah Aceh, pantai timur Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Kelapa sawit masuk ke
Indonesia pada tahun 1848 sebagai tanaman hias di Kebun Raya Bogor, diusahakan
sebagai tanaman komersial pada tahun 1912, dan ekspor minyak sawit pertama kali
dilakukan pada tahun 1919 (Satari, 1989).
Indonesia
Dan Malaysia memiliki potensi lahan yang subur serta pasokan tenaga kerja yang
cukup untuk menjadikan kelapa sawit sebagai andalan pertubuhan ekonomi. Saat
ini Indonesia dan Malaysia memasok 22% dari total produksi minyak nabati dan
lemak dunia. Pengembangan kelapa sawit itu akan memberikan tambahan sumber devisa
bagi negara (Arief, 2001).
Kelapa
sawit ( Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman serba guna. Kelapa sawit
termasuk tumbuhan pohon, tingginya dapat mencapai 24 m. Bunga dan buahnya
berupa tandan, bercabang banyak, buahnya kecil, bila masak berwarna merah
kehitaman, daging buahnya padat, daging buahnya mengandung minyak. Minyaknya
itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya digunakan
untuk makanan ternak. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang
(Lubis Dan Tobing, 1989).
Tanaman
kelapa sawit tergolong tanaman yang kuat, walaupun demikian tanaman ini tak
luput dari serangan hama dan penyakit, baik yang kurang membahayakan maupun
yang membahayakan. Sebagaian besar hama yang menyerang adalah golongan
insektisida atau serangga. Jenis hama yang sering menyerang tanaman kelapa
sawit adalah kumbang, ulat api, ulat kantong, belalang, sedangkan penyakit yang
sering menyerang seperti busuk pangkal batang, busuk batang atas, antraknosa
dan lain-lain (Adisoemarto, 1989).
Meskipun
pestisida banyak mempunyai keuntungan seperti, cepat menurunkan populasi hama,
mudah penggunaannya dan menguntungkan secara ekonomi, namun dampak negatif
penggunaan semakin lama semakin dirasakan masyarakat. Dampak negatif pestisida
yang merugikan kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup semakin
lama semakin menonjol dan perlu memperoleh perhatian yang sungguh dari
masyarakat dan pemerintah. Munculnya resistensi, resurgensi atau peletusan hama
kedua dapat mengurangi keuntungan ekonomi pestisida (Untung, 2001).
PHT
lebih mengutamakan berjalannya pengendalian alami khususnya pengendalian hama
yang dilakukan oleh berbagai musuh alami. Dengan memberikan kesempatan
sepenuhnya kepada musuh alami untuk bekerja berarti menekan sedikit mungkin
menggunakan pestisida. Pestisida sendiri secara langsung dan tidak lengsung
dapat merugikan perkembangan populasi musuh alami (Sipayung et al, 1989).
Pengendalian
hayati pada dasarnya adalah pemanfaatan dan penggunaan musuh alami untuk
mengendalikan populasi hama yang merugikan. Pengendalian hayati
dilatarbelakangi oleh pengendalian alami dan keseimbangan ekosistem. Musuh
alami yang terdiri dari parasitoid, predator dan patogen merupakan pengendali
utama hama yang bekerja secara density-dependent (Untung, 2001).
Secara
teoritis pertumbuhan populasi hama akan diikuti oleh pertumbuhan populasi musuh
alami. Akan tetapi, banyak faktor alamiah, seperti iklim dan tersedianya
makanan sepanjang waktu bagi hama tertentu, dan menyebabkan populasi hama
tersebut melampaui batas kritis. Adapun pengendalian yang dilakukan adalah
untuk enurunkan populasi hama sampai pada tingkat ambang batas sehingga tidak
merugikan secara ekonomis dan tidak melampaui batas kritis keseimbangan alam
(Risza, 1994).
Kebun
Tanah Raja Perbaungan PT. Perkebunan Nusantara III memiliki luas lahan 3450 ha,
dimana terdiri dari 5 Afdeling. Afdeling 1 dan 2 merupakan areal yang ditanami
karet. Sedangkan Afdeling 3 sampai 5 merupakn areal yang ditanami kelapa sawit.
Setiap Afdeling memiliki banyak blok dengan jenis tanaman yang berbeda-beda
(Winarto, 2005).
Kerugian
yang ditimbulkan oleh hama dan penyakit sangat besar nilainya. Apabila
serangannya besar dan hebat, dapat menurunkan produksi bahkan bisa menyebabkan
kematian. Adapun serangga hama yang banyak menyerang tanaman kelapa sawit
adalah kumbang penggerek ( Oryctes sp.), ulat api yaitu Setora nitens, Darna
trima dan Ploneta diducta, ulat kantong yaitu Metisa plana, Mahasena corbetti,
dan Chremathosphisa pendula, belalang yaituValanga nigricornis dan Gastrimargus
mormaratus, kumbang malam yaitu Adoratus sp., dan Apogonia sp., kutu daun, dan
penggerek tandan buah ( tirathaba mundella ) (http://primatani , 2010).
1.2.Tujuan
Pengendalian
hama ulat api pada tanaman kelapa sawit ( Elaeis
guineensis Jacq. )
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.3. Botani Tanaman
Adapun
klasifikasi tanaman kelapa sawit adalah :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas
: Monocotiledonae
Ordo : Palmales
Family : Palmaceae
Genus
: Elaeis
Species : Elaeis guineensis Jacq.
Tanaman
kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq. ) dibedakan atas 2 bagian yaitu bagian
vegetatifdan bagian generatif . Bagian vegetatiftanaman kelapa sawit meliputi
akar, batang dan daun. Sedangkan bagian generatif tanaman kelapa sawit meliputi
bunga dan buah (Risza, 1994).
Tanaman
kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena tumbuh ke bawah
dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier dan kuarter. Akar
tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah,
respirasi tanaman dan sebagai penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu
menyokong tegaknya tanaman. Akar tanaman tidak berbuku, ujungnya runcing, dan
berwarna putih atau kekuningan (Soenardi, 1974).
Tanaman
kelapa sawit memiliki batang yang tidak bercabang. Titik tumbuh batang kelapa
sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk seperti
kubis. Di batangnya terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh
dan sukar terlepas walaupun daun telah kering dan mati. Sedangkan daunnya
menyerupai bulu burung atau ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk
baris duri yang sangat tajam dan keras dikedua sisinya. Anak-anak daun tersusun
berbaris dua sampai ke ujung daun dan ditengahnya terbentuk lidi sebagai tulang
daun (Sunarko, 2007).
Susunan
bunga terdiri dari karangan bunga yang terdiri dari bunga jantan dan bungan
betina. Umumnya terdapat dalam dua tandan yang terpisah. Bunga jantan selalu
masak lebih dahulu daripada bunga betina. Tandan buah tumbuh di ketiak daun.
Buah kelapa sawit menempel dikarangan yang disebut tandan buah. Buah kelapa
sawit memiliki bagian-bagain yaitu eksokarp, mesokarp, endikarp dan kernel
(biji) (Sastrosayono, 2003).
2.1.Syarat Tumbuh
Iklim
Habitat
asli tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah daerah semak
belukar. Sawit menyukai tanah yang subur. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik
di daerah tropik, pada ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut dengan
kelembaban 80-90 yaitu sekitar 2000-2500 mm setahun. Tanaman kelapa sawit
membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, yaitu daerah yang tidak tergenang
air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau ( http://primatani , 2010).
Tanaman
kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika di sekitar lintang
utara-selatan 12o pada ketinggian 0-500 dpl. Curah hujan optimum yang
diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2000-2500 mm/tahun. Sinar matahari
diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan memacu pembentukan bunga dan buah
pada tanaman sawit. Lama penyinaran antara 5-7 jam/hari. Selain itu juga
membutuhkan suhu yang optimum sekitar 24-28 o C. selain itu tanaman kelapa
sawit juga membutuhkan kelembaban optimum yaitu 80 %, dan kecepatan anginnya
5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan (Fauzi dkk, 2006).
Tanah
Tanaman
kelapa sawit biasa tumbuh dan berbuah hingga ketinggian tempat 1000 m dpl,
namun pertumbuhan optimal pada ketinggian maksimum 400 m dpl, dengan kemiringan
0-12 o atau 21%. Kesuburan tanah bukan merupakan syarat mutlak bagi perkebunan
kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, yang
penting tidak kekurangan air pada musin kemarau dan tidak tergenang air pada
musin hujan, karena drainse tanah dilokasi perkebunan harus baik dan lancar
(Sunarko, 2007).
Hama
Ulat Api ( Darna trima Moor )
2.2.Biologi Hama
A.
Telur
Telur
bulat kecil, berukuran sekitar 1,4 mm. Berwarna kuning kehijauan dan diletakkan
secara individual di permukaan bawah helaian daun kelapa sawit. Sepintas telur
D. Trima seperti tetesan minyak yang melekat di daun kelapa sawit dan sulit
untuk dilihat. Telur menetas dalam waktu 3-4 hari (Wudianto, 1997).
B.
Nimfa
Ulat
dewasa berwarna coklat dengan panjang 13-15 mm. Ulat yang baru menetas berwarna
putih kekuningan kemudian menjadi coklat muda dengan bercak-bercak jingga, dan
pada akhir perkembangannya bagian punggung berwarna coklat tua. Ulat mengikis
daging daun dari permukaan bawah dan menyisakan epidermis daun bagian atas
dengan daya konsumsi 30 cm. Sehingga akhirnya daun yang terserang berat akan
mati kering seperti bekas daun terbakar. Ulat menyukai daun kelapa sawit tua,
tetapi apabila daun tua telah habis ulat juga memakan daun muda. Stadia ulat
berlangsung selama 26-33 hari dengan 7 instar dan masa pupa 10-14 hari.
Menjelang berkepompong di dalam kokon tersebut. Kokon dapat dijumpai menempel
pada helaian daun, diketiak pelepah daun atau dipermukaan tanah sekitar pangkal
batang dan pinggiran. Kokon berwarna coklat tua, berbentuk oval, berukuran
sekitar panjang 5 mm dan lebar 3 mm (PPKS, 2004).
C.
Imago
Ngengat
berwarna coklat gelap dengan lebar rentangan sayap selebar 18 mm. Sayap depan
berwarna coklat gelap, dengan sebuah bintik kuning dan sebuah garis hitam.
Sayap belakang berwarna abu-abu tua. Ngengat betina lebih besar (9-12 mm) dari
jantan. Ngengat aktif pada malam hari sedangkan pada siang hari suka hingga di
daun yang sudah kering dengan posisi di bawah dan sepintas seperti ulat
kantong. Seekor ngengat dapat meletakkan telur sebanyak 90 butir, tetapi pada
waktu terjadi ledakan populasi dapat mencapai 300 butir (PPKS, 2006).
2.3.Gejala Serangan
Batang
tanaman yang diserang adalah anak-anak daun dari pelepah daun yang sudah tua
atau agak tua. Ulat api muda memakan permukaan daun sedangkan ulat api dewasa memakan
anak dau atau helai daun. Pada serangan berat, helaian daun habis dimakan,
sehinga yang tersisa hanya lidinya saja dan beberapa pucuk tanaman (
http://erlanadianamansyah , 2010)
Ulat
api ini sangat berbahaya pada saat ia diwaktu jadi ulat. Ia dapat memakan 30 cm
setiap hari. Ulat ini akan memakan daun yang lebih muda, karena bagian yang
muda mengandung kandungan air yang lebig tinggi dibandingkan daun yang tua.
Pada bagian yang muda merupakan bagian yang lunak dan ulat mudah untuk
memproses hasil makan dalam tubuhnya. Ulat memakan bagian epidermisnya,
biasanya ia memakan pada bagian paling ujung, yang dapat menyebabkan
pertumbuhan tanaman dapat terganggu dan terhambat karena daun yang muda telah
habis dimakan oleh ulat. Pada gejaa yang paling bera dapat menyebkan kematian
pada tanaman karena tanaman tidak mendaptkan asupan energi yang cukup karena
bagian tanaman untuk memasak makanan telah dimakan oleh ulat (Partoadmodjo,
1989).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.Pengendalian
Pengendalian
dapat dilakukan dengan pengendalian hayati, yaitu dengan menggunakan
mikroorganisme entomopatogenetik, yaitu virus β nudaurelia, multi
plenucleo-polyhedrovirus (MNPV), dan jamur Cordyceps aff. Militaris.
Mikroorganisme entmopatogenetik tersebut merupakan sarana pengendalian hayati
yang efektif, efesien dan aman terhadap lingkungan. Virus β nudaurelia, dan
MNPV, efektif mengendalikan ulat, dengakan jamur Cordyceps aff. Militaris
efektif untuk kepompong hama tersebut ( Anonimus, 2010a ).
Penerapan
sistem pengendalian hama terpadu (PHT) terhadap ulat pemakan daun kelapa sawit
(UPDKS) menunjukkan hasil yang baik dan dapat mengatasi permasalahan tersebut.
Dalam sistem ini, pengenalan terhadap biologi hama sasaran dasar penyusunan
taktik pengendalian tindakan pengendalian hama dilaksanakan sesuai hasil
monitoring populasi hama tersebut melampaui padat populasi kritis yang
ditentukan, serta mengutamakan pelestarian dan pemanfaatan musuh alami yang ada
di dalam ekosistem kelapa sawit (PPKS, 2004).
Pada
beberapa perkebunan kelapa sawit di Sumatera telah ditemukan 33 jenis
parasitoid dan predator tersebut berperan penting sebagai faktor pengendali
populasi hama secara alami di perkebunan kelapa sawit, sehingga perlu dijaga
kelestariannya dan perlu diperhitungkan serta dimanfaatkan di dalam
pengendalian UPDKS. Selain itu, beberapa predator, terutama Eovhantochona
furcellata Wolf, telah dapat dibiakkan di insektarium dengan menggunakan
makanan ulat api dan ulat lain yang telah disimpan dalam keadaan beku di kotak
pendingin. Dengan demikian, dapat diperoleh predator tersebut dalam jumlah
besar untuk dilepaskan di areal perkebunan kelapa sawit yang membutuhkan
(Siregar, 2004).
BAB IV
KESIMPULAN
1.
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk golongan tumbuhan palma,
dan pertama kali ditanam secara massal pada tahun 1911 di daerah asalnya,
Afrika Barat.
2.
Hama ulat api (Darna trima Moor) merupakan salah satu hama penting pada tanaman
kelapa sawit.
3.
Hama ulat api (Darna trima Moor) telah menimbulkan kerugian pada kelapa sawit
mulai dari fase nimfa sampai dewasa.
4.
Serangan berat oleh hama ulat api dapat menjadikan daun tanaman hanya
ketinggalan lidinya saja, sehingga tanaman tidak dapat melakukan fostosintesis.
5.
hama ulat api dapat dikendalikan dengan memanfaatkan sarana bahan kimia, musuh
alami, pengendalian hayati maupun pengendalian hama terpadu (PHT).
DAFTAR
PUSTAKA
Adisoemarto,
N., 1989. Budidaya dan perlindungan kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta.
Arief,
B., 2001. Kelapa Sawit. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
http://erlanadianarismansyah.wordpres.com/2010/01/14.antisipasi-serangan-hama-ulat-api-pada-tanaman-kelapa-sawit-di-kalimantan-barat.Diakses
tanggal 11 Maret 2010.
http://primatani.litbang.deptan.go.id.indeks=view&id=141&itemid=56
. Diakses tanggal 11 Maret 2010.
Lubis, A. U., P. L. Tobing. 1989.
Potensi pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit. Bull. Perkebunan 20 (1) p.
49-56.
Partoadmodjo,
R., 1989. Tanaman kelapa sawit. Kanisius. Yogyakarta.
PPKS,
2004. Teknologi Pengolahan kelapa sawit. Jl. Brigjen Katamso. Medan.
PPKS,
2006. Budidaya Kelapa Sawit. Jl. Brigjen Katamso. Medan.
Risza,
W., 1994. Tanaman kelapa sawit. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sastrosayono, S, S., 2003. Kelapa
Sawit, Budidaya Dan Perlindungannya. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Satari, M. N., 1989. Pengelolaan
tanaman Kelapa Sawit Perkebunan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sipayung, et al., 1989.
Pemanfaatan Dan optimalisasi lahan perkebunan kelapa sawit. Kanisius.
Yogyakarta.
Siregar,
A., 2004. Hama penyakit perkebunan. FP USU. Medan.
Soenardi, 1974. Hubungan antara
sifat-sifat kayu Dan kualitas kertas. Berita selulosa, vol.X, No. 3, September
1974.
Sunarko,
K., 2007. Hama-hama tanaman kelapa sawit. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Untung,
M., 2001. Pengelolaan kelapa sawit. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Winarto,
M. N., 2005. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Wudianto, T., 1997. Pengendalian
hama penting kelapa sawit. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Comments
Post a Comment