{ Pertanian organik }
Alam
mengajari kebajikan bagi umat manusia. Alam merupakan suatu kesatuan,
terdiri dari banyak bagian, seperti organisme dengan organ-organnya.
Semua bagian berjalan dalam harmoni, saling melayani dan berbagi. Tiap
organ memiliki peran masing-masing, saling melengkapi dan memberikan
sinergi untuk menghasilkan keseimbangan secara optimal, dan
berkelanjutan. Setiap komponen tidak berpikir dan beraksi hanya demi
"aku", tetapi untuk "kita": keseluruhan alam. Demikian halnya Alam,
melindungi dan mengayomi bagian-bagiannya secara harmonis. Itulah
organis, tidak egois.
Pertanian organik (PO) juga
tunduk pada prinsip diatas, pada hukum alam. Segala yang ada di alam
adalah berguna dan memiliki fungsi, saling melengkapi, melayani dan
menghidupi untuk semua. Dalam alam ada keragaman hayati dan keseimbangan
ekologi. Maka, PO pun menghargai keragaman hayati dan keseimbangan
ekologi. Berjuta tahun alam membuktikan prinsipnya, tak ada eksploitasi
selain optimalisasi pemanfaatan. Demikian halnya PO, tidak untuk
memaksimalkan hasil, tidak berlebih; tetapi cukup untuk semua makhluk
dan berkesinambungan. Inilah filosofi mendasar PO.
Perkembangan Pertanian Organik
Praktek pertanian yang
menggunakan bibit unggul yang dihasilkan oleh perusahaan benih,
bahan-bahan kimia buatan pabrik (agrokimia) ---baik untuk pemupukan
lahan dan pengendalian hama--- awalnya dirasakan dapat meningkatkan
hasil produksi pertanian. Namun, setelah beberapa dekade, praktek
tersebut menimbulkan permasalahan khususnya terhadap kerusakan ekosistem
lahan pertanian dan kesehatan petani itu sendiri.
Penurunan hasil pertanian yang
dibarengi dengan meningkatnya daya tahan hama dan penyakit tanaman,
disebabkan karena fauna tanah yang bermanfaat bagi tanaman semakin
berkurang dan mikroorganisme yang berguna bagi kesuburan tanah pun
nyaris hilang akibat pemakaian input agrokimia yang berlebihan. Bahkan,
hama dan penyakit tanaman bukannya menurun, tapi justru semakin kebal
terhadap bahan-bahan kimia tersebut. Sehingga, petani memerlukan dosis
yang lebih tinggi lagi untuk membasminya. Ini artinya, petani tidak saja
menebar racun untuk membasmi hama dan penyakit, tetapi juga meracuni
dirinya sendiri.
Perhatian masyarakat dunia
terhadap persoalan pertanian, kesehatan dan lingkungan global dalam
dasawarsa terakhir ini semakin meningkat. Kepedulian tersebut
dilanjutkan dengan usaha-usaha yang konkrit untuk menghasilkan pangan
tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya tanah, air, dan udara
serta aman bagi kesehatan manusia. Salah satu usaha yang dirintis
adalah dengan pengembangan PO yang akrab lingkungan dan menghasilkan
pangan yang sehat, bebas dari residu obat-obatan dan zat-zat kimia yang
mematikan.
Sebenarnya, PO ini sudah menjadi
kearifan/pengetahuan tradisional yang membudaya di kalangan petani di
Indonesia. Namun, teknologi pertanian organik ini mulai ditinggalkan
oleh petani ketika teknologi intensifikasi yang mengandalkan bahan
agrokimia diterapkan di bidang pertanian. Sejak saat itu, petani menjadi
target asupan agrokimia dan tergantung dari pihak luar. Setelah muncul
persoalan dampak lingkungan akibat penggunaan bahan kimia di bidang
pertanian, teknologi PO yang akrab lingkungan dan menghasilkan pangan
yang sehat mulai diperhatikan lagi. (Sutanto, 2002).
Apa dan Bagaimana Budidaya PO ?
PO merupakan pertanian yang
selaras dengan alam, menghayati dan menghargai prinsip-prinsip yang
bekerja di alam yang telah menghidupi segala mahluk hidup berjuta-juta
tahun lamanya. PO merupakan proses budidaya pertanian yang menyelaraskan
pada keseimbangan ekologi, keanekaragaman varietas, serta keharmonian
dengan iklim dan lingkungan sekitar. Dalam prakteknya, budidaya PO
menggunakan semaksimal mungkin bahan-bahan alami yang terdapat di alam
sekitarnya, dan tidak menggunakan asupan agrokimia (bahan kimia sintetis
untuk pertanian). Lebih jauh, karena PO berusaha ‘meniru’ alam,
maka pemakaian benih atau asupan yang mengandung bahan-bahan hasil
rekayasa genetika (GMO/Genetically Modified Organism) juga dihindari.
Kerapkali PO hanya dipahami secara teknis bertani yang menolak asupan kimiawi atau sebagai budidaya pertanian yang anti modernisasi atau
disamakan dengan pertanian tradisional. Pemahaman ini sungguh kurang
tepat. PO bukan sekedar teknik atau metode bertani, melainkan juga cara
pandang, sistem nilai, sikap dan keyakinan hidup. PO memandang alam
secara menyeluruh, komponennya saling tergantung dan menghidupi, dimana
manusia juga adalah bagian di dalamnya. Sistem nilai PO mendasarkan pada
prinsip-prinsip hukum alam. PO juga mengajak petani dan manusia umumnya
untuk arif dan kreatif dalam mengelola alam yang tercermin dalam sikap
dan keyakinannya. PO juga tidak menolak penggunaan teknologi modern di
dalam praktek budidayanya, sejauh teknologi modern tersebut selaras
dengan prinsip PO, yaitu keberlanjutan, penghargaan pada alam,
keseimbangan ekosistem, keanekaragaman varietas, kemandirian dan
kekhasan lokal. Maka, baik kearifan tradisional dan teknologi modern
yang tunduk pada prinsip alam, keduanya mendapat tempat dalam PO.
Gerakan PO mencoba menghimpun
seluruh usaha petani dan pelaku lain, yang secara serius dan
bertanggungjawab menghindarkan asupan dari luar yang meracuni lingkungan
dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Mereka
juga berusaha menghasilkan produksi tanaman yang berkelanjutan dengan
cara memperbaiki kesuburan tanah dan menggunakan sumberdaya alami
seperti mendaur ulang limbah pertanian.
Budidaya
PO, juga mendorong kemandirian dan solidaritas di antara petani sebagai
produsen. Mandiri untuk tidak tergantung pada perusahaan-perusahaan
besar penyedia pupuk dan bahan agrokimia serta perusahaan bibit.
Solidaritas untuk berdaulat dan berorganisasi demi mencapai
kesejahteraan, pemenuhan hak dan keadilan sosial bagi petani.
Berikut ini adalah beberapa pedoman umum dalam budidaya PO:
a. Lahan
Pada
dasarnya semua lahan dapat dikembangkan menjadi lahan PO. Yang terbaik
adalah lahan pertanian yang berasal dari praktek pertanian tradisional
atau hutan alam yang tidak pernah mendapatkan asupan bahan-bahan
agrokimia (pupuk dan pestisida).
Namun,
bila lahan yang digunakan berasal dari lahan bekas budidaya pertanian
konvensional (menggunakan pupuk dan pestisida kimia), lebih dahulu perlu
dilakukan konversi lahan. Konversi lahan adalah upaya yang bertujuan
untuk meminimalkan kandungan sisa-sisa bahan kimia yang terdapat dalam
tanah dan memulihkan unsur fauna dan mikroorganisme tanah. Lamanya
konversi tergantung dari intensitas pemakaian input kimiawi dan jenis
tanaman sebelumnya (sayuran, padi atau tanaman keras).
Masa
konversi dapat diperpanjang/diperpendek tergantung pada sejarah lahan
tersebut. Bila masa konversi telah lewat, lahan tersebut merupakan lahan
organik. Bila kurang dari itu, maka lahan tersebut masih merupakan
lahan konversi menuju organik.
b. Benih
Benih yang digunakan untuk budidaya PO adalah benih
yang tidak mendapatkan perlakuan rekayasa genetika. Petani sebaiknya
menggunakan benih lokal, atau benih hibrida yang telah beradaptasi
dengan alam sekitar.
Keunggulan
menggunakan benih lokal adalah mudah memperolehnya dan murah harganya,
bahkan petani bisa membenihkan sendiri. Selain itu, benih lokal memiliki
asal usul yang jelas dan sesuai dengan kondisi alam sekitar. Dengan
memakai benih sendiri, petani juga tidak tergantung pada pihak luar.
c. Persiapan tanam
Lahan
yang digunakan untuk produksi PO sedapat mungkin dijaga kestabilannya
tanpa harus mengacaukan, yaitu berpedoman pada metode sedikit olah tanah
(minimum tillage)
d. Tanam
Prinsip
yang diterapkan dalam praktek penanaman PO selalu mencerminkan adanya
tumpangsari agar tercipta keanekaragaman tanaman (varietas). Perencanaan
dan teknik penanaman perlu disesuaikan dengan sifat tanaman,
prinsip-prinsip pergiliran tanaman dan kondisi cuaca setempat.
e. Pemeliharaan Tanaman
Setiap
tanaman memiliki sifat karakteristik tertentu, maka pemeliharaan
tanaman ditentukan oleh sifat karakteristik tersebut. Dengan mengenali
karakteristik tanaman petani dapat dengan mudah melakukan pemeliharaan
yang sesuai, sehingga tujuan pemeliharaan tercapai yaitu kebahagiaan
tanaman itu sendiri.
f. Pemupukan
Secara
teori, lahan PO akan semakin subur karena proses-proses yang diterapkan
berpedoman pada pemeliharaan tanah. Tetapi realitanya, petani
seringkali kurang memahami hal ini sehingga tanah selalu lebih banyak
kehilangan unsur hara ---melalui erosi, penguapan, dsb--- dibandingkan
dengan hara yang diberikan/ditambahkan. Maka prinsip pemupukan
ditentukan oleh kepekaan kita dalam mengamati/menilai kapan tanaman
kekurangan makanan.
g. Pengendalian HPT/OPT
PO
berbasis pada keseimbangan ekosistem. Konsekuensinya semua organisme
yang ada (termasuk hama) dipandang ikut berperan dalam proses
keseimbangan tersebut. Dengan kata lain, tidak ada mahluk hidup yang
tidak berguna. Yang diperlukan adalah mengendalikan hama/penyakit supaya
tidak berada dalam jumlah berlebihan.
Pola tumpangsari, pergiliran
tanaman, pemulsaan, rekayasa teknik menanam, dan manajemen kebun menjadi
pilihan metode pengendalian HPT karena sesuai dengan prinsip
keseimbangan.
Penggunaan pestisida alami
diperlukan sejauh kita tahu bahwa di lahan PO sedang terjadi
ketidakseimbangan, yang terlihat pada munculnya gangguan hama/penyakit.
Kadar pemakaiannya juga tergantung dari tingkat gangguan yang ada.
h. Panen
Setiap
langkah dalam proses produksi akan dinilai dari hasil panenan. Prinsip
dalam panen adalah menjaga standar mutu dengan memanen tepat waktu
sesuai kematangan. Cara pemanenan juga perlu berhati-hati sehingga tidak
menimbulkan kerusakan atau kehilangan hasil yang lebih besar.
i. Pasca Panen
Kegiatan
pasca panen harus mampu menekan kerusakan hasil seminimal mungkin.
Metode pengolahan yang dilakukan tidak boleh mengubah sama sekali
komposisi bahan aslinya. Karenanya proses seleksi, pencucian,
pengepakan, penyimpanan dan pengangkutan produk organik perlu
berhati-hati agar kondisi tetap segar dan sehat ketika berada di tangan
pembeli. Dalam PO, kegiatan pasca panen menghindari pemakaian bahan
pengawet atau perlakuan kimiawi lainnya dan seminimal mungkin melakukan
proses pengolahan.
Dalam PO berlaku standar yang
berfungsi sebagai pedoman bagi petani dan pelaku lain dalam menjalankan
usahanya di bidang ini. Standar ini berisi prinsip-prinsip mendasar PO
dan hal-hal umum yang sebaiknya dilakukan dan dihindari dalam bertani
organik. Sebagai contoh, pemerintah telah menerbitkan SNI (Standar
Nasional Indonesia ) 01-6729-2002 tentang Sistem Pangan Organik yang
dapat menjadi acuan bagi para pelaku terkait pengembangan PO. Standar
ini mengacu pada standar internasional yakni Codex CAC/GL 32/1999, dan
cukup selaras dengan standar dasar IFOAM (International Federation of
Organic Agriculture Movement). BIOCert sendiri tengah mengembangkan
standar PO yang selaras dengan pedoman di atas dan sesuai dengan visi
dan misi BIOCert.
Comments
Post a Comment