Pengendalian gulma secara hayati

Pengendalian gulma secara hayati adalah

suatu cara pengendalian gulma dengan menggunakan musuh-musuh alami (organisme hidup) baik berupa :
-   serangga,
-  penyebab penyakit atau jamur,
-  tumbuhan
-  binatan
guna membasmi atau menekan pertumbuhan gulma.


                                                                                        HAIRIL ANWAR, S.P.
Penggunaan serangga merupakan pengendalian  
    hayati yang sudah umum dan memberikan hasil mirta
    yang baik.

-  Tingkat keberhasilan yang sempurna, yang
    merupakan tujuan dari pengendalian gulma
    secara hayati telah dapat menekan dan
    mengimbangi populasi gulma, sehingga baik
    secara ekonomis maupun ekologis tidak merugikan.

-   Keadaan tersebut diharapkan berlangsung terus
    sehingga usaha pengendalian lain tidak diperlukan  
    lagi.






Pengendalian hayati tidak dapat dikerjakan dalam waktu yang  singkat.
Dengan kata lain, untuk memperoleh hasil yang sempurna diperlukan waktu yang cukup lama, terutama bila usaha itu dilakukan dengan cara introduksi, baik dari yang lokal maupun dari luar negeri (import).
Sebab untuk memasukan sarana pengendalian hayati itu sendiri telah memerlukan waktu.  Disamping itu untuk penelitian tambahan tentang kekhususan inang, daya adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang baru, pembiakan masal, tidak ada pengaruhnya terhadap manusia dan hewan, juga memerlukan waktu.



SEJARAH PENGENDALIAN GULMA SECARA HAYATI

Pengendalian gulma secara hayati pertama-tama dilakukan di pulau Hawaii yaitu pada tahun 1860, pada saat itu dimasukannya semak berduri (Lantana camara) ke pulau tersebut sebagai tanaman hias.
Kemudian tanaman ini dengan cepat menyebar dari kebun-kebun, bukit-bukit dan padang rumput sehingga memenuhi lokasi-lokasi tersebut.
Untuk mengatasai masalah tersebut  pemerintah setempat mengintroduksi burung perkutut Cina dan India, kemudian burung-burung itu memakan buah dari pohon Lantana camara dan burung ini dapat dengan cepat berpindah ketempat lain , sehingga pertumbuhan Lantana menjadi tertekan

Pada tahun 1902 seorang dari kelompok ahli Entomologi pergi ke Meksiko yang merupakan habitat asli Lantana camara, dan membawa 23 spesies serangga yang dinyatakan dapat mengurangi pertumbuhan dari tumbuhan tersebut.
Dari spesies-spesies tersebut terbukti yang paling efektif mengendalikan Lantana camara adalah larva dari ngengat Crisedosema lantana yang merusak tangkai bunga dan larva dari lalat Agromyza lantana yang memakan buah
Menurut Suprapto Mangundiharjo (1989), dalam pelaksanaan pengendalian gulma secara hayati harus ditinjau beberapa hal secara mendasar, yaitu :
Kemungkinan terjadinya resiko lebih besar dibanding dengan tingkat keberhasilannya.
Status gulma benar-benar yang jumlahnya
      melimpah (mendominasi suatu areal)

Aktifnya pekerjaan pengendalian gulma secara hayati baru terjadi pada tahun 1912, dimana pemerintah Australia membentuk suatu komisi yang bertujuan untuk menghadapi gulma Opuntia sp.
Komisi ini mula-mula mengadakan pertemuan dengan beberapa negara di Amerika (gulma ini dianggap serius).
Mereka membuat suatu rekomendasi tentang usaha mengintroduksi serangga yang akan digunakan untuk mengendalikan Opuntia sp.

Dari beberapa serangga yang diintroduksi diantaranya berhasil menyesuaikan diri dengan kondisi lapangan dan dapat mengendalikan gulma dominan yaitu Opuntia inermis dan Opuntia stricta, serangga-serangga tersebut adalah :
- Olycella junctolineela diintroduksi dari Amerika
- Dactylopius opuntiae diintroduksi dari Amerika
- Tetranycus opuntiae               diintroduksi dari Amerika
- Chelimidea tabulate               diintroduksi dari Amerika  
- Moneilima variolano diintroduksi dari Meksiko

Pada tahun 1972  Amerika Serikat telah mengintroduksi kumbang :
- Neochetina eichorniae
dari Argentina untuk mengendalikan eceng gondok dan dilaporkan bahwa serangga tersebut berhasil mengendalikan dengan baik

Pengendalian gulma secara hayati di Indonesia sepertinya masih merupakan sesuatu yang baru, tetapi pada kenyataannya usaha tersebut pernah dilakukan di Indonesia.
Misalnya pada tahun 1930 telah diintroduksi sejenis kutu :
(Dactylopius tomentosus) ke Sulawesi dari Australia untuk mengendalikan kaktus (Opuntia elatior).

Tiga tahun kemudian baru tampak hasilnya dan pada tahun 1939 kaktus yang semula tumbuh subur menjadi sangat merana dan hampir tidak berarti lagi

Dalam lokakarya tentang gulma air di kawasan Asia Tenggara yang diselenggarakan bulan Juni 1974 di Malang telah dianjurkan dilakukannya usaha pengendalian hayati terhadap eceng gondok, kayambang, kayu apu dan ganggang.
Untuk merealisasikan hal ini pada tahun 1975 Indonesia telah mengintroduksi kumbang moncong (Neichetina eichorniae) dari Florida .
Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa kumbang moncong tersebut merupakan sarana pengendali hayati untuk enceng gondok yang cukup potensial dengan inang yang khusus dalam keluarga pontederiacea.

Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH POPULASI, KOMUNITAS DAN EKOSISTEM

Fungisida merek fujiwan 400EC untuk penyakit blas pada tanaman padi

PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (SPODOPTERA LITURA) PADA TANAMAN CABAI