PENGENDALIAN HAYATI
{ PENGENDALIAN HAYATI }
Berbagai permasalahan di lingkungan terkait dengan kehidupan
manusia yang
memacu munculnya pengendalian hayati
antara lain :
Kegagalan panen dan kerusakan pada tanaman budidaya
○ Serangan hama à hewan,
mikroorganisme
Penyakit pada hewan
Penyakit pada manusia
○ Malaria
Dampak penggunaan senyawa kimia dalam mengendalikan hama
○ Toksisitas, resistensi , dan pencemaran
lingkungan
Makna Pengendalian
Hayati
Menurut van den Bosch et al., (1982)
Istilah pengendalian hayati mencakup tiga pengertian,
yaitu :
○ Sebagai disiplin ilmu
○ Sebagai metode pengendalian hama
○ Sebagai fenomena alami
Sebagai disiplin ilmu :
Ilmu pengendalian hayati menitik beratkan kajian terhadap
interaksi antara organisme dan musuh alami
Organisme target itu dapat berkedudukan sebagai mangsa
(prey) atau
inang (host), sedangkan musuh alamiahnya berfungsi sebagai predator atau
parasit
Parasit yang tergolong ke dalam kelas Hexapoda
(serangga) dikenal sebagai parasitoid, sedangkan yang
tergolong ke dalam mikroorganisme disebut dengan patogen.
Ilmu pengendalian hayati lebih banyak membahas interaksi
mangsa-predator dan inang-parasitoid, sedangkan interaksi antara patogen-inang terutama
serangga secara khusus dibahas dalam patologi serangga
Sebagai suatu metode,
pengendalian hayati dianggap berhasil jika upaya itu
dapat menurunkan keseimbangan populasi hama sampai tingkat yang tidak merugikan
Berbeda dengan pengendalian alami,
pengendalian hayati merupakan upaya penggunaan musuh
alami (faktor biotik) yang dilakukan secara sengaja oleh manusia untuk
mengendalikan hama. Selain faktor biotik, pengendalian alami dapat terjadi oleh
faktor abiotik
Definisi Pengendalian Hayati
Garcia
et al. (1988)
“Aksi
parasit(oid), predator,dan patogen dalam menjaga kepadatan populasi organisme
lainnya pada aras rata-rata yang lebih rendah dari pada aras (rata-rata) yang
terjadi bila mereka tidak ada”
Gabriel
& Cook (1990)
“ Penggunaan organisme gen, atau produk gen, baik alami
maupun hasil modifikasi untuk mengurangi efek dari organisme yang tidak dikehendaki
seperti tanaman, pohon, hewan, serangga dan mikroba berguna”
Menurut Garcia et al.,
(1988)
Pengendalian hayati harus memenuhi dua syarat utama :
Keterpautan kepadatan (density dependence)
○ Musuh alami harus menjadi faktor mortalitas hama yang
pengaruhnya semakin menguat secara proporsional bila populasi hama tersebut
meningkat
Keberlanjutan diri (self- sustenance)
○ Mensyaratkan agar musuh alami selalu berada pada habitat
hama sehingga tidak diperlukan lagi penanggulangan pelepasan musuh alami di
habitat itu
Gabriel dan Cook (1990)
Pengendalian hayati mestinya dapat ditempuh melalui tiga
strategi yaitu :
(1) pengendalian populasi jasad pengganggu (konvensional)
(2) pertahanan diri jasad sasaran (inovatif)
(3) rekayasa eksklusif jasad sasaran dari jasad pengganggu
Kasus Penggunaan B. Thuringiensis
Secara konvensional
Serangga akan teracuni oleh protein (endotoksin) yang
terkandung di dalam tubuh BT yang digunakan untuk mengendalikan serangga hama
Secara inovatif
Gen endotoksin Bt dapat ditransfer ke gen tanaman
sehingga tanaman dapat mempertahankan dirinya sendiri dari serangga hama.
Secara rekayasa
Gen endotoksin Bt dapat ditransfer ke mikroorganisme yang
hidup di permukaan tumbuhan (misalnya: P. fluorescens pada permukaan
akar tanaman jagung) sehingga melindungi tumbuhan secara ekslusif
Penggunaan tanaman yang diperoleh melalui metode
pemuliaan transgenik
BATASAN PENGENDALIAN
HAYATI
Konsep konvensional (Garcia et al., 1988)
Pengendalian hayati merupakan fenomena alami, bidang
ilmu, atau metode pengendalian hama yang melibatkan aktivitas musuh alaminya
(predator, parasitoid, atau patogen)
Konsep kontemporer Gabriel & Cook (1990)
Mencakup penggunaan biota (tidak terbatas pada musuh
alami saja) untuk melawan biota lain (termasuk patogen tanaman dan jasad
pengganggu lainnya).
PENGENDALIAN HAYATI
(BIOKONTROL)
Pengendalian suatu hama penyakit pada tanaman, hewan
dengan menggunakan organisme hidup (makroorganisme dan mikroorganisme)
Mikroorganisme yang digunakan untuk mengendalikan hama
disebut dengan
Microbial pesticide
Mikroorganisme yang digunakan mengembangkan interaksi
antagonis dengan populasi hama
○ Parasitisme, predatorisme, dan antibiosis
Untuk menjadi efektif sebagai pestisida, syarat yang diperlukan adalah :
Mikroba patogen haruslah virulen dan dapat mengakibatkan penyakit pada hama ketika
diberikan dengan konsentrasi yang ditentukan secara tepat
Mikroba
patogen tidak sensitif terhadap variasi lingkungan
Setelah diaplikasikan, mikroba patogen sebaiknya survive
sampai menginfeksi populasi hama
Mikroba patogen harus bersifat lebih spesifik terhadap
populasi hama dan tidak boleh mengakibatkan penyakit pada populasi non target
Mikroba patogen harus secara cepat menimbulkan penyakit
pada populasi hama sehingga dapat meminimalisasi kerusakan yang diakibatkan
oleh hama.
SYARAT MICROBIAL
PESTICIDES
Bersifat spesifik terhadap inang tertentu
Aman bagi populasi non target (manusia, tanaman dan
hewan)
Efektivitasnya tidak terpengaruh jika terjadi variasi
genetik dalam populasi hama
Lebih baik diterapkan pada program pengendalian hama
secara terpadu
PERTIMBANGAN
UMUM DALAM BIOKONTROL
Eksplorasi patogen untuk populasi hama yang berasal dari
hewan dan tanaman
Kestabilan populasi microbial pestiside (survival dan
virulensi)
Pertimbangan aspek ekonomi
Produksi mikroba patogen
Kontrol kualitas produksi
Aplikasi di lapangan
Efek samping /keamanan yang ditimbulkan (persistensi dan
toksisitas)
JENIS MICROBIAL
PESTICIDES
1) VIRAL
PESTICIDE
Pestisida yang mikroorganismenya dari kelompok virus
1) BACTERIAL
PESTICIDE
Pestisida yang mikroorganismenya dari kelompok bakteri
1) FUNGAL
PESTICIDE
Pestisida yang mikroorganismenya dari kelompok fungi
VIRAL PESTICIDES
Virus patogen memiliki potensi untuk digunakan sebagai
agen pestisida.
Virus dapat mengakibatkan penyakit pada serangga dan
arthropoda
Spesifikasi antara virus dan inang membuat virus merupakan kandidat yang ideal untuk
penggunaan dalam mengendalikan populasi hama serangga yang spesifik dengan
sedikit atau tanpa pengaruh yang menyimpang pada manusia dan hewan lain.
Virus yang patogen terhadap insekta sering mengakibatkan penyakit
epidemi yang dikenal sebagai epizootic
JENIS-JENIS VIRUS
nuclear polyhedrosis viruses berkembang dalam nukelus sel inang, virion tunggal atau
berkelompok dalam polyhedral inclusion bodies
cytoplasmic polyhedrosis viruses
berkembang hanya dalam sitoplasma inang sel epitel pencernaan, virion tunggal
dalam polyhedral inclusion bodies
granulosis viruses berkembang biak dalam inti maupun sitoplasma sel
lemak, trachea atau sel epidermis sel inang, virion tunggal
atau terkadang berpasangan dalam badan inklusi kecil yang disebut kapsul.
Baculoviruse patogen telah ditemukan khususnya untuk Lepidoptera, Hymenoptera, dan Diptera
Infeksi sering ditransmisikan lewat penelanan dari
makanan yang terkontaminasi
Beberapa nuclear polyhidrosis viruses diproduksi in United State dalam skala yang besar untuk mengontrol pestisida serangga.
Inokulasi daun dengan polyhidrosis virus dapat mengawali epizootics
pada larva Lepidoptera dan Hymenoptera yang memakan daun tanaman, mengakibatkan
reduksi populasi yang nyata dari insekta ini.
VIRAL PESTICIDES
v Contoh penting penggunaan virus adalah juga mengontrol
populasi kelinci di Australia yaitu myxoma
virus.
v Kelinci
dimasukkan di Australia tahun 1859 dari Eropa dan karena
tidak ada musuh alaminya, maka reproduksinya tidak terkendali.
v Myxoma virus merupakan virus patogen pada kelinci di Eropa. Virus myxoma dintroduksikan, sebagai upaya untuk mengontrol populasi kelinci
di Australia,
v Myxoma dapat mereduksi populasi sampai tinggal 20 %.
v Resistensi kelinci disebabkan oleh sisem pertahanan imunologi
BACTERIAL
PESTICIDES
v Ada beberapa bakteri patogen pada insekta yang sering
digunakan dan mempunyai
potensi digunakan
sebagai pestisida.
v Bakteri tersebut adalah bakteri pembentuk endospora dari genus : Bacillus dan Chlostridium.
v Salah satu bakteri potensial adalah Bacillus thuringiensis yang paling
luas digunakan dalam mengendalikan populasi serangga.
v Pembuatan B. thuringiensis komersial telah
terdaftar paling sedikit pada 12 perusahaan di 5 negara untuk
berbagai kegunaan budi daya tanaman, pohon di hutan dan mengontrol berbagai jenis serangga.
B.
thuringiensis telah diujikan secara sukses melawan 140 spesies
serangga, termasuk anggota Lepidoptera, Hymenoptera, Diptera, dan
Coleoptera.
Hal ini dikarenakan bakteri ini
bersifat cristalloferous,
membentuk endospora,
memproduksi discrete parasporal bodies dalam
selnya.
Proteinaceous parasporal crystal merupakan faktor toxin.
Empat jenis senyawa toxin telah dihasilkan oleh B. thuringiensis.
Penggunaan B thuringiensis secara komersial telah
digunakan untuk mengendalikan cabbage
worms, cabbage looper dan beberapa hama pada sayuran budidaya.
BT juga menekan pertumbuhan populasi tent caterpillars,
bagworms dan cankerworm.
Yang paling menarik adalah penggunaan B. thuringiensis
israelensis (BTI) untuk mengontrol populasi malaria.
Ternyata efektifitas penggunaan BTI sekarang membuktikan
harapan terbesar untuk mengendalikan malaria karena tidak seperti DDT, BTI aman bagi
lingkungan dan karena nyamuk tidak menunjukkan resistensi.
Bacillus lainnya
mengakibatkan penyakit milky pada kumbang di Jepang. Di Jepang kumbang dapat menyerang
300 spesies tanaman dan bertanggung jawab terhadap kehilangan hasil panen
yang sangat merugikan
Kesuksesan terbesar di Jepang yaitu menekan populasi kumbang tersebut dengan menggunakan bakteri yang dapat
menimbulkan penyakit milky.
Campuran Bacillus popilliae dan B. lentimorbus
telah diperdagangkan dibawah merek dagang DOOM.
B lentimorbus menginfeksi umumnya instar 1 dan 2 , tidak menghasilkan kristal
parasporal sedangkan B. popilliae
menghasilkan parasporal bodies dan menginfeksi bagian terbesar instar 3.
FUNGAL PESTICIDES
Fungi yang dapat digunakan sebagai pestisida antara lain
yaitu sebagai fungi predator pada ulat nematode
Fungi tersebut mempunyai struktur yang teradaptasi untuk
memangsa dan menembus nematode dengan menghasilkan miselium dan spora yang
lengket dan lup yang menyempit guna melilit ulat
Beberapa jenis fungi ada yang parasit obligat internal
yang mencerna nematode. Spora melekat pada nematode sehat, berkecambah kemudian
menembus ke dalam. Contoh : Acrostalagmus dan Harposporium
Beberapa
fungi bersifat parasit fakultatif eksternal karena mempunyai mekanisme tertentu
untuk memangsa.
Contoh :
: Astrobotrys, Dactylla ellipsospora membentuk
tangkai berujung tombol yang lengket
: Dactylaria candida membentuk susunan cincin
seperti tangkai yang tidak lengket
Comments
Post a Comment